Diskusi Webinar
Beban Kerja dan insentif tenaga kesehatan :
Pengalaman di RS dan bagaimana peluangnya di Puskesmas.
Pembicara :
- dr Likke Prawidya Putri, MPH
- Dr. dr Andreasta Meliala, DPH, M.Kes, MAS
Pembahas :
- Kepala Pusrengun SDMK, BPPSDM Kemenkes RI
Emmilya Rossa, SKM, MPH
- Kasubbid Pelayanan Puskesmas, Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer.
Ganda Raja Partogi Sinaga, MKM
Moderator : Shita Dewi, PHD
Notulensi :
Pembukaan oleh dr. Likke
Latar belakang :
Adakah kaitan antara insentif dan kinerja petugas? Didalam dunia pelayanan kesehatan selama ini dikenal dengan jasa pelayanan atau jasa medis, dimana dokter ataupun perawat mendapatkan pembayaran sesuai dengan pasien yang ditangani. Jadi misalkan saya seorang dokter bekerja disebuh klinik, satu hari mendapatkan sepuluh pasien dan dari satu pasien saya mendapatkan sepuluh ribu, maka saya mendapatkan Rp 100.000 untuk satu hari. Perlakuan seperti ini diberi nama fee for services, fee yang dibayar oleh provider sesuai dengan service yang diberikan. Di era JKN, satu revolusi pembayaran yang dilakukan, dimana ada perubahan dari fee for services menjadi kapitasi, berbeda dengan fee for services, pembayaran kapitasi berdasarkan perkepala pasien dan tidak peduli berapa kali pasiennya datang. Ini merupakan perbedaan utama fee for services dan kapitasi. Fee for services bersifat retrospective dimana pembayaran yang dilakukan berdasarkan apa pelayanan yang diberikan, sedangkan kapitasi bersifat propestive, dimana pembayaran dilakukan sebelum pelayanan diberikan. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin sedikit pelayanan yang diberikan kepada pasien, maka semakin banyak pendapatan yang diterima providernya.
Berdasarkan keputusan bersama antara BPJS dan kementerian kesehatan, saat ini sedang dijalankan program kapitasi berbasis komitmen pelayanan. Jadi pembayaran kapitasi berdasarkan 3 indikator utama : 1). Angka kontak, 2) Angka rujukan non spesialistik dan 3) angka kunjungan prolanis. Artinya semakin baik angka pencapaian indikator ini maka yang dibayarkan kepada provider semakin banyak demikian sebaliknya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada bapak fahmi idris, diharapkan dari sistem pembayaran ini dapat meningkatkan performa dari FKTP di era JKN.
Bagaimana pembayaran kapitasi ditingkat individu?
Pada permenkes no 21 tahun 2016 mengenai jasa pelayanan dan kapitasi, ini berlaku untuk puskesmas maupun fasilitas kesehatan tingkat pertama milik pemerintah daerah yang belum menganut sistem BLUD sekurang – kurangnya 60 persen dari kapitasi diberikan untuk pemberian jasa pelayanan. Pembagian jasa pelayanan ini berdasarkan tiga indikator utama yaitu pertama, jenis ketenagaan, : dokter, perawat, bidan. Misalnya dokter mendapatkan 150 poin, perawat yang D3 mendapatkan 60 poin dan apoteker mendapatkan 100 poin dan lain sebagainya; kedua, kehadiran dan yang terakhir ada tugas rangkap, terutama petugas administrasi. Jadi misalnya seorang itu merupakan dokter dan kepala puskesmas maka akan mendapatkan 100 poin lagi, apabila dia merangkap sebagai bendahara JKN lagi maka dia mendapatkan 50 poin, dan apabila seseorang merangkap menjadi pengelola program maka akan mendapatkan 10 poin. Jadi kesimpulan yang dapat dilihat bahwa ada gap antara sistem pembayaran FKTP dibayar berdasarkan fee for performance namun untuk tenaga kesehatan dibayarkan jenis ketenagaan, tugas rangkap maupun kehadiran atau berdasarkan inputnya.
Berdasarkan wawancara terhadap seseorang dari pemerintahan yang memiliki dua staff, yang satunya datang jam 8 pulang jam 6 namun tidak ada performance dan yang satunya datang jam 8 juga pulang jam 6 dengan beban kerja yang banyak dibayarkan sama, yaitu pembayaran berdasarkan kehadiran tanpa mempedulikan performance. Berdasarkan situasi tersebut, maka perlu adanya penguatan sistem insentif di puskesmas, yang tidak semata-mata berdasarkan pelayanan terhadap pasien, tetapi juga berdasarkan kunjungan kepada masyarakat , pelayanan outreach, pengelolaan program dan selanjutnya.
Andreasta Meliala.Pasien bisa langsung membayarkan ke puskesmas melalui dua jalur yaitu out of pocket atau melalui asuransi kesehatan. Apakah pasien mendapatkan pelayanan sama? sistem jaminan kesehatan nasional mendorong adanya sistem pembiayaan nasional dan juga mendorong sistem pelayanannya berubah dan terakhir perubahan pada system pembayaran tersebut. Ini menjadi pengalaman di berbagai negara yang menjalankan Universal Health Coverage.
Ada 3 tingkat pelayanan kesehatan yaitu Fasilitas kesehatan tingkat primer yang menjadi kontak pertama pasien dengan institusi pelayanan kesehatan, sekunder dan tersier. Terdapat fungsi yang sangat berbeda, karena FKTP menjadi gate keeper agar kasus- kasus yang tidak layak diobati dan ditangani di tingkat sekunder tidak perlu dirujuk. Fungsi FKTP mencakup banyak keluhan kesehatan dan masuk juga di daerah promotif, preventif dan surveillance. Dan kalau dilihat lebih lanjut continue of care paling lengkap berada pada FLKP, walaupun kedalaman kasus atau security of cases nya tidak setinggi kasus-kasus yang ada disekunder maupun tersier dalam tindakan-tindakan kuratif. Sehingga fungsi utama gate keeper harus tetap dijalankan. Primer merupakan gate keeper untuk membatasi tindakan yang tidak perlu ditangani oleh tingkat lanjutan. Seberapa baik FKTP menjadi organisasi yang dapat menjaga efisiensi sebagai FKTP.
Dalam sisteme pembayaran jasa pelayanan yang beruabah dari retrosepektif menjadi prospektif, harapannya adalah organisasi maupun institusi itu mendapatkan bayaran berbasis kinerja. Kendali mutu dan kendali biaya merupakan dua hal yang harus dijadikan satu paket, sehingga sangat penting bagi kita untuk menilai kinerja yang berhubungan dengan pemabayaran yang berhubungan insurance atau BPJS kepada institute pelayanan kesehatan. Ada tiga jenis konsep pembiayaan yaitu, financing, fund holding dan remuneration.
Selain membicarakan mengenai sistem pembiayaan, kita juga harus membicarakan mengenai sistem manajemen SDM kesehatan, reward merupakan komponen kunci dalam siklus manajemen. Ada planning yang berhubungan dengan human resources, ada proses recruitment setelah itu aka nada proses orientasi setelah lulus orientasi akan di training dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan organisasi lalu dinilai kinerja, dan akan mendapatkan reward atau punishment (dissreward). Sehingga sebelum kita memberikan reward kita harus melakukan penilaian.
Kerangka konsep peningkatan kinerja bahwa ada komponen – komponen kompotensi dan komitmen yang menjadi indikator penilaian kinerja sehingga dapat diberikan reward. Rimunirasi merupakan total compensation yang harus diberikan kepada seluruh tenaga kesehatan, contohnya di puskesmas itu ada 4 kelompok SDM yaitu kelompok medis, dan pekerjaannya teknis medis yaitu SDM klinis, adapula kelompok medis yang mempunyai pekerjaan non klinis contohnya kepala puskesmas, ada pula yang bukan merupakan kelompok medis namun pekerjaannya teknis medis misalnya petugas rekam medis. Dan terakhir ada pula bagian yang merupakan pekerja non klinis dan bukan merupakan pekerja teknis medis yaitu bagian administrasi.
Kinerja terdiri dari tiga komponen motivasi, ability, dan kesempatan kerja, dan insentif akan berhubungan pada komponen motivasi. Sehingga kita dapat mengetahui bahwa insentif itu berkaitan dengan motivasi bukan kompetensi.
Kinerja akan berbeda ketika kita menilai kelompok manajemen berdasarkan hasil perkalian antara motivasi dan kemampuan dibagi dengan angka barrier. Ketika barrier dalam kelompok manajemen semakin kecil atau dapat diatasi maka semakin baik kinerja dari kelompok manajemen. Sehingga tujuan dari adanya remunerasi itu untuk menjadi pedoman untuk memberikan kompensasi berdasarkan waktu, tenaga dan pikiran yang telah dikontribusikan untuk intitusi pelayanan kesehatan.
Tujuan utama dalam sistem penilaian yaitu seluruh SDM yang berkerja mendapatkan remunerasi berdasarkan prinsip pertama dalam remunerasi yaitu universality. Walaupun akan ada perbedaan berdasarkan bobot kerja, jabatan maupun status. Remunerasi terdiri Gaji (berkaitan dengan kebijakan dan bersifat statis), Tunjangan (berkaitan dengan lokasi tempat pelayanan dan jabatan, dan bersifat semi dinamis), Insentif (bergantung pada performace berdasarkan outcome/untuk mendorong kerja dan bersifat dinamis). Bagaimana membagi dari intasi ke individu.
Prinsip kedua dalam pemberian remunerasi adalah discrimination karena pemberian remunerasi berdasarkan kinerja masing – masing SDM kesehatan. Penilaian terhadap kinerja berdasarkan tools. Indikator penilaian masing – masing SDM harus berdasarkan masa kerja, kehadiran dan tingkat pendidikan sudah masuk kedalam pembayaran gaji. Indikator penilaian untuk kinerja harus berdasarkan outcome based yaitu kompetensi, jenis profesi beban kerja (kuratif, rehabilitative, promotif dan preventif) dan outcome pelayanan (tingkat kesembuhan, tingkat kepuasan efisiensi dan lain sebagainya).
Kinerja institusi pelayanan kesehatan harusnya berkaitan dengan kinerja SDM kesehatan yang ada dalam organisasi tersebut. Tahapan dalam penilaian kinerja pada puskesmas terdiri dari tahapan deskriptif, analisis, implementasi dan evaluasi. Tahapan deskriptif terdiri dari penyiapan SDM kesehatan, sistem kompensasi yang akan diberikan dan dasar regulasinya. Tahapan analisis terdiri pembuatan draft, simulasi dan try out sehingga dapat dilanjutkan kepada tahap implentasi dan berakhir pada tahap evaluasi untuk melihat sejauh mana daya ungkit insentif terhadap kinerja. Adanya sistem pembayaran berdasarkan kapitasi berbasis komitmen maka kita perlu melakukan sistem insentif berdasarkan kinerja berdasarkan kontrak insitusi pelayanan kesehatan dengan BPJS.
Pembahas : dr Emillya Rossa
Penilaian terhadap kinerja SDM kesehatan sudah ada Kepmenkes nomor 857 tahun 2009 tentang pedoman penilaian kinerja SDM kesehatan. Penilaian kinerja bertujuan untuk memberikan insentif sehingga dapat mempengaruhi kinerja SDM kesehatan di puskesmas dan lebih lanjut penilaian kinerja SDM kesehatan juga memberikan kesempatan untuk peningkatan karir. Sehingga insentif yang diberikan harus secara transparansi. Permenkes No 857 tahun 2009 menyebutkan variabel penilaian yang terdiri dari variabel kelompok SDM, pendidikan, masa kerja, kehadiran, variabel pengurangan, variabel penambah dan variabel produktivitas (adanya rangkap jabatan).
Langkah pelaksanaan penilaian kerja terdiri dari mewujudkan kepemimpinan organisasi, membentuk tim penilai kinerja, membangun komitmen, Pelaksanaan penilaian kinerja, Klarifikasi dan Evaluasi. Pemberian insentif tidak hanya bergantung pada perhargaan finansial namun ada juga perhargaan non finansial berupa kesempatan untuk melanjutkan sekolah dan mengikuti workshop. Perhargaan finansial akan berbeda antara setiap SDM kesehatan berdasarkan penilain produktifitas menurut instrument yang telah ada.
Pembahas Dr Ganda
Perlu adanya perhatian terhadap penilaian yang berbeda antara rumah sakit yang lebih arah Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) Sementara puskesmas harus melakukan UKP dan Upaya kesehatan masyarakat (UKM). Sampai saat ini belum dapat memformularium untuk performance kegiatan UKM. Sehingga tenaga kesehatan UKM dapat diperhitungkan sesuai dengan SK Menkes 857.
Puskesmas yang sudah BLUD yang mengacu pada Permendagri nomor 61 tahun 2007 dapat menerapkan sistem remunerasi. Namun tidak semua puskesmas mampu menjadi BLUD. Tantangan setiap daerah untuk menjadikan Puskesmas BLUD berbeda – beda. Komitmen dari pemerintah daerah untuk menyiapkan puskesmas sendiri dan harus mampu mengelola administrasi dengan baik dan fleksibilitas keuangan yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada.
Kamu juga mengusulkan untuk dilakukan penelitian sejauh mana pengaruh insentif terhadap peningkatan kinerja. Contohnya rumah sakit yang sudah BLUD dan menerapkan system remunerasi, belum mampu menjawab hubungan insentif dengan peningkatan kerja. Faktor lain yang juga berpengaruh dalam peningkatan kinerja yaitu pengawasan dan pembinaan dari atasan seperti dinas desehatan kabupaten/kota. Jadi dapat dikatakan bahwa puskesmas memiliki tanggung jawab yang sangat besar namun secara organisasi sangat terbatas dibandingkan rumah sakit.
Sesi diskusi pertanyaan :
- Dr andre: Bu emil, saya sudah melihat ada tempat dan regulasinya, persoalannya yang diberikan bahwa insentif yang diberikan belum link dengan kinerja/perfomance. Karena dalam penilaian kinerjanya yang dilakukan, belum berhasil menyampaikan order atau pesan yang berkaitan dengan kinerja. Dan apakah variabel kinerja dapat diturunkan ke UKM puskesmas sehingga menjadi operasional? Bagaimanakah kita menilai kinerja SDM kesehatan?
Tanggapan
dr Emillya: kami sepakat untuk yang UKM juga mendapatkan penilaian kinerja. Mungkin variabel yang dapat dinilai nantinya berkaitan dengan uraian jabatan. Selama ini insentif diberikan harus sama, tidak berdasarkan kinerja. Dengan adanya kajian ataupun penelitian ini kami berharapkan dapat mengukur kinerja dengan variabel dan score yang dibuat. Dan kami berharap, kita memiliki visi dan komitmen yang sama. Sehingga perlu diperhatikan kinerja individual yang berpengaruh terhadap kinerja institusional.
Tanggapan dr Ganda: mengetahui banyak tantangan untuk penilaian kinerja. Kami perlu mendapatkan bantuan/kontribusi oleh organisasi profesi dalam penentuan penilaian kinerja dan indikatornya. Sehingga insentif yang diberikan dapat layak untuk diterima. Regulasi pusat ada, namun bagaimana daerah menerjemahkan peraturan tersebut berbeda-beda. Daerah menerjemahkan desentralisasi seolah –olah menganggap bahwa kabupaten, provinsi dan pusat itu terpisah. Sehingga aturan yang ditetapkan pusat tidak dapat diterapkan di daerah.
Kesimpulan : bagaimana merupiahkan setiap indikator kinerja? Dan bagaimana menghubungkan kinerja individu dengan kinerja institusinya?
Dr andre. Memang issue besarnya yaitu komitmen dan kesepakatan. Karena matriksnya sangat kompleks. Tentu dari metriks yang kompleks harus diturunkan untuk menilai. Kalau diadakan setahun sekali maka akan mendapatkan banyak error dan kalau kelamaan maka para penilai akan menilai yang paparan terakhir. Kalau terlalu rinci/rapat dalam penilaian memakan banyak waktu. Kita perlu mengoperasionalkan permenkes 857 karena kurang dipromosikan sehingga dapat diadopsikan. Banyak daerah yang bersudia melakukan penilaian kinerja namun belum memiliki regulasinya sehingga Kita perlu membuat buku kecil untuk menerjemahkan peraturan – peraturan tersebut. Karena di puskesmas mendapatkan group diseases sedangkan dirumah sakit mendapatkan individual diseases.
- Rio: Berkomentar. Berbicara tentang puskesmas adalah berbicara mengenai UKM, karena dalam era JKN dimana demand untuk pelayanan kesehatan semakin meningkat maka perlu ada upaya promotif dan preventif. Namun terkait dengan UKM, banyak faktor yang mempengaruhi seperti daerah ada yang memerlukan UKM sedikit tetapi ada pula daerah yang memerlukan lebih banyak. Bagaimana membuat sistem yang dapat mengakomodir berbagai macam seting puskesmas dalam menjalankan UKM? Mungkin kedepan perlu adanya penilaian kinerja berkaitan dengan beban kerja nyata dari masing-masing profesi itu sendiri.
Tanggapan dr andre:. Kita masih ingat dr Regen, kalau mau kunjungan ke penduduk harus berjalan 3 hari dan harus menyiapkan logistic dan orang. Hal seperti ini tentunya akan membuat variasi baru. Kita harus mempertimbangkan burden of diseases, sebaran masyarakatnya.
- Ari kurniati : adakah contoh nyata insentif UKM puskesmas?
Pak andre : bentuk insentifnya dalam bentuk tunjungan kinerja. Dan yang kita bahas bagaimana variabel-variabel ini berkaitan dengan outcome. Misalnya di Jakarta dengan sumber dana yang begitu besar sehingga dinas kesehatan mendukung untuk malakukan pelayanan kesehatan. Apakah daerah lain cukup mampu, sehingga kita dapat melihat indikator kinerja lebih rinci. Kita perlu mengundang dinas – dinas yang pernah menjalankan UKM dan membandingkan dengan regulasi –regulasi yang sudah ada dan juga kriteria yang telah ada sehingga kita dapat membuat variasi yang lebih generik untuk diterapkan di lapangan.
Pak ganda : belum ada pengalaman tentang daerah yang telah melaksanakan penilaian kinerja terhadap UKM. Cuman ada sistem gaji dan tunjungan dan tidak adanya insentif. Saat ini telah dikembgkan program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga. Puskesmas diharapkan untuk dapat mengunjugi setiap keluarga yang berada dalam area kerja puskesmas dengan bekal pertanyaan 12 prioritas. Puskesmas akan mendapatkan indeks keluarga sehat yang akan dibagi menjadi tiga yaitu keluarga kurang sehat, pra sehat dan keluarga sehat Kita sebenarnya sudah mempunyai bahan, tinggal kita memformularium untuk perhitungan UKM.
Kesimpulan :
- Peraturan pemerintah pusat mengenai penilaian kinerja SDM Puskesmas sudah ditetapkan oleh Kepmenkes 857 Tahun 2009. Namun demikian masih belum dilaksanakan oleh sebagian besar Puskesmas di wilayah Indonesia, terutama karena: kurang tersosialisasi-nya peraturan tersebut
- Adanya peraturan lain mengenai pembagian jasa pelayanan dapat menjadi salah satu penyebab belum digunakannya Kepmenkes 857 Tahun 2009.
- Dalam era JKN ini, Kepmenkes 857 tahun 2009 perlu diperkuat dengan memasukkan variabel-variabel yang terkait dengan program UKM dan yang terkait dengan capaian indikator
Penutup
Karena adanya perubahan dalam sistem pembayaran yang berpengaruh terhadap sistem pelayanan kesehatan. kami melakukan akan melakukan serial diskusi lanjutan dan kami akan mengundang narasumber dari Jakarta maupun bandung telah melaksanakan UKM yang baik, dan kita dapat mengetahui sistem penilaian kinerjanya dan bagaimana reward yang diberikan kepada mereka.
susanti lubis
| #
terimakasih ..saya dari puskesmas. tulisan ini sangat banyak membantu . yang menjadi permasalahan di puskesmas kami sering itu staf menuntut ada walaupun sedikit perbedaan pembayaran jasa kepada yg kinerjanya lebih .namun belum bisa diberikan karena juknis masih sebatas yang di atas yg di bahas. Saat ini saya juga meneliti tentang KBK, masalah indikator angka kontak yang sampai sekarang belum tercapai,dilihat dari segi SDM,sarana prasarana, metode layanan di puskesmas,termasuk juga dana apakah mencukupi u layanan . mohon masukan mana tau ada referensi untuk penelitian saya ini. terimakasih banyak dokter.
Reply