Reformasi di bidang kesehatan mengindikasikan upaya peningkatan status kesehatan yang dilakukan secara luar biasa. Lahirnya reformasi bidang kesehatan erat kaitannya dengan upaya peningkatan kualitas layanan, perlindungan resiko finansial pada masyarakat miskin, reorientasi fokus pelayanan serta restrukturisasi organisasi maupun sistem kesehatan yang telah atau sedang berjalan. Dari perspektif sistem, reformasi melahirkan perubahan baik dalam skala besar maupun kecil pada sistem yang sedang berjalan. Selain itu, reformasi juga memiliki dampak pada setiap pihak dan komponen yang terlibat dalam siklus kerja sistem tidak terkecuali manusia yang menjadi penggerak sistem itu sendiri. Salah satu dampak yang secara langsung mempengaruhi manusia adalah perubahan lingkungan kerja yang secara langsung menyebabkan munculnya ketidakpuasan terhadap budaya atau ritme kerja yang baru pasca reformasi.
Beberapa indikasi yang menjadi tanda ketidakpuasan pekerja dapat diamati dari beberapa bentuk respon terhadap perubahan yang dikenal dengan model exit-voice-loyalty-neglect (EVLN). Exit dijelaskan sebagai bentuk ketidakpuasan ditunjukkan melalui pengunduran diri dari tempat kerja dan mencari pekerjaan baru dengan tujuan mendapatkan kepuasan kerja. Voice, merupakan ketidakpuasan ditunjukkan melalui usaha secara aktif dan konstruktif untuk memperbaiki keadaan. Loyalty, merupakan ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif, tetapi optimistik dengan menunggu kondisi untuk memperbaiki, termasuk dengan berbicara bagi organisasi dihadapan kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemen melakukan hal yang benar. Neglect, merupakan ketidakpuasan ditunjukkan melalui tindakan secara pasif membiarkan kondisi semakin buruk, termasuk kemangkiran atau keterlambatan dan meningkatkan tingkat kesalahan. Untuk bisa menghadapi perubahan lingkungan seperti ini maka sangat diperlukan coping baik bagi pekerja maupun organisasi tempat kerja.
Secara sederhana, istilah coping merupakan proses respon perilaku seseorang untuk menyikapi perubahan lingkungan yang terjadi di sekitarnya. Proses respon tersebut memiliki dua fokus utama yaitu fokus pada masalah yang dihadapi dan pada sisi emosional dari manusia atau individu itu sendiri. Sebuah studi ilmiah yang dilakukan oleh Zhang et al (2017) merekomendasikan beberapa hal penting yang dapat diaplikasikan oleh provider untuk mengatasi perubahan interaksi antara tenaga kesehatan dengan perubahan lingkungan kerja yang bisa berdampak pada kepuasan kerja yang buruk. Untuk melakukan coping yang tepat maka terlebih dahulu organisasi atau individu harus mengenali faktor kontekstual yang sedang terjadi yang disebut dengan proses coping. Setelah mengenali maka selanjutnya melaksanakan strategi coping yang seperti exit, voice, passive loyalty dan kompromi. Penelitian tersebut juga merekomendasikan pasif loyalty sebagai strategi coping yang bisa diadaptasi pada masa mendatang karena merupakan pertemuan antara ”perlawanan” terhadap perubahan dan kepatuhan terhadap dengan karakteristik pekerjaan yang baru. Selain itu, Zang et al juga menegaskan pentingnya mengakomodasi voice tenaga kesehatan oleh pihak provider sebagai bentuk coping yang berdampak positif bagi perilaku kerja tenaga kesehatan dan secara tidak langsung mereka dilatih untuk terlibat dalam pengambilan keputusan. Simak artikel selengkapnya di sini