Reportase
Diskusi Webinar Kelompok Masyarakat Praktisi Pelayanan Kesehatan Primer:
Sudah Adilkah Pembagian Beban Kerja dan Insentif Kepada Petugas Kesehatan
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama?
Yogyakarta, 29 Maret 2018
Pembagian beban kerja tenaga kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seringkali dirasa belum adil oleh beberapa pihak. Kecemburuan antartenaga kesehatan di FKTP perihal beban kerja juga seringkali terjadi. Demikian halnya dengan sistem insentif yang diterima oleh petugas juga dinilai masih belum adil oleh beberapa petugas kesehatan. Ketidakadilan tersebut disebabkan oleh multifaktor, mulai dari indeks beban kerja, tanggung jawab, risiko pekerjaan, dan sebagainya. Webinar kali ini mengulas bagaimana pembagian beban kerja dan insentif yang dirasa adil oleh petugas di FKTP.
Mengawali diskusi ini, dr. Likke Prawidya Putri, MPH sebagai narasumber pertama menyampaikan hasil riset implementasi yang memotret bagaimana sistem insentif yang berlaku di beberapa FKTP di Indonesia. Disebutkan bahwa terjadi ketimpangan nominal pendapatan antarprofesi di Puskesmas. Sebagian besar perbedaan ini disebabkan oleh proporsi tunjangan daerah dan jasa pelayanan dari dana kapitasi. Selain itu, kondisi ini dikontribusi pula oleh proporsi pendapatan dari praktik mandiri di luar puskesmas. Ketimpangan pendapatan antarprofesi ini juga terjadi di berbagai daerah, misalnya di DKI Jakarta dan Jaya Wijaya. Kondisi ini berpotensi menyebabkan motivasi tenaga kesehatan untuk bekerja di daerah sulit berkurang, karena lebih memilih bekerja di kota besar.
Sementara itu, kepala dinas kesehatan Kabupaten Kulon Progo, dr. Bambang Haryatno, M.Kes menyampaikan bahwa isu SDM kesehatan memang tidak akan ada habisnya untuk dibahas, mulai dari distribusi, beban kerja, hingga pendapatan. Pada dasarnya regulasi untuk mengelola SDM di puskesmas sudah ditetapkan oleh pemerintah, akan tetapi implementasinya tidak mudah. Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo yang semua puskesmasnya sudah menerapkan PPK BLUD memiliki sistem tersendiri dalam pembagian jasa pelayanan. Sebagaimana disebutkan, pembagian jasa pelayanan ini diatur oleh peraturan bupati. Pembagian jasa pelayanan diatur berdasarkan beban kerja dan situasi yang ada. Untuk menciptakan kesepakatan (untuk mencapai keadilan), seluruh unsur yang ada di puskesmas dilibatkan dalam penentuan besaran insentif ini. Apabila sudah disepakati, maka akan dilakukan uji coba terlebih dahulu. Strategi ini dirasa cukup efektif karena kriteria adil merupakan hal yang sangat subyektif. Setidaknya, dengan melibatkan seluruh SDM, maka akan tercipta kondisi mendekati adil, atau minimal diterima semua pihak.
Menanggapi hal ini, Mawari Edi, Pusrengun BPPSDM Kementerian Kesehatan RI menyebutkan bahwa kondisi adil sangat subyektif dan tergantung dengan konteks. Tidak bsa dipungkiri bahwa dalam menghitung porsi pendapatan atau insentif, yang penting diperhatikan adalah aspek penerimaan dari tenaga kesehatan. Menciptakan adil memang susah, tetapi menciptakan yang “bisa diterima” dapat diupayakan. Keadilan insentif disesuaikan dengan kapasitas investasi dan output pekerjaan. Sementara itu, Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer Kementerian Kesehatan RI yang diwakili oleh dr. Ganda menyampaikan dalam pembagian beban kerja, analisis beban kerja merupakan kegiatan yang harus dilakukan. Pendapatan aparatur sipil negara ditentukan berdasarkan beban kerja, tanggung jawab, dan risiko pekerjaan. Tingginya pendapatan dokter di DKI Jakarta sebagaimana dicontohkan dapat terjadi karena banyak faktor, seperti tingginya beban kerja di puskesmas sehingga dokter tidak sempat membuka praktik pelayanan mandiri, atau karena ada faktor lain. Selain masalah keadilan, isu kepuasan atas insentif yang diterima juga tidak kalah penting untuk diperhatikan. Sebagaimana disebutkan, faktor yang penentu kepuasan atas insentif selain keadilan secara teoritis adalah access, attractiveness, amenity, dan altruism. Selain keempat hal tersebut, ternyata yang paling penting adalah kepastian waktu. Besaran nominal apabila tidak disertai kepastian waktu sampai kapan pun tidak dapat menciptakan kepuasan petugas.
Reportase oleh: Dedik Sulistiawan