Dalam rapat kerja kesehatan nasional (Rakekernas) oleh Kementerian Kesehatan RI, pada tahun 2018 ini, tema yang diangkat salah satunya adalah masalah stunting. Berdasarkan Pemantauan Status Gizi 2015-2016, prevalensi balita stunting di Indonesia dari 34 provinsi hanya ada 2 provinsi yang berada di bawah batasan WHO yaitu sebesar 20%. Masalah stunting atau kegagalan tumbuh dan berkembang secara optimal di awal kehidupan berpengaruh pada banyak aspek, pertama, peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas. Kedua, berdampak negatif pada pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif. Ketiga, berpengaruh pada peningkatan risiko obesitas serta komplikasi metabolik lainnya di kemudian hari. Masalah stunting juga mengarah pada rendahnya produktivitas ekonomi, dan terkendala fungsi sosial sehingga menjadi penghambat langsung menuju pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Dalam Rakekernas 2018, disebutkan bahwa banyak faktor yang menyebabkan stunting, diantaranya dari faktor ibu yang kurang nutrisi di masa remajanya, masa kehamilan, pada masa menyusui, dan infeksi pada ibu. Faktor lainnya berupa kualitas pangan, yakni rendahnya asupan vitamin dan mineral, buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani, dan faktor lain seperti ekonomi, pendidikan, infrastruktur, budaya, dan lingkungan.
Penelitian dari Torlesse et al., 2016, menyebutkan bahwa kombinasi sanitasidan pengolahan air minum yang tidak baik merupakan prediktor stuntingpada populasi anak usia 0-23 bulan di Indonesia. Kebijakan dan program untuk mengatasi stunting anak di Indonesia harus mempertimbangkan intervensi air, sanitasi dan kebersihan. Penelitian operasional diperlukan untuk menentukan cara terbaik untuk menyatukan dan mengintegrasikan intervensi air, sanitasi dan kebersihan ke dalam pendekatan multisektoral yang lebih luas untuk mengurangi stunting di Indonesia. Simak artikel selengkapnya