Reportase
Review Analisis Situasi Penyebab Masalah Kematian Ibu dan
Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD)
Integrasi Kesehatan Ibu dan Keluarga Berencana Berbasis Hak
Kabupaten Aceh Barat
13-14 September 2018
Kegiatan Modelling of the Integrated Programming, Planning and Budgeting for Maternal Health and RightsBased Family Planning at District Level 2017-2018 kembali dilakukan selama 2 hari pada 13-14 September 2018. Agenda kali ini ialah menindaklanjuti pembahasan penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) Integrasi Kesehatan Ibu KB Berbasis Hak yang telah dilaksanakan pada 18-19 Juli dan 15 Agustus 2018. Tujuannya untukme-review analisis situasi dan penyebab masalah kematian ibu dan mematangkan alternatif solusi pemecahan masalah kematian ibu di Kabupaten Aceh Barat serta mengembangkan strategi dan arah kebijakan yang dilakukan dalam rangka pencapaian target berdasarkan strategi Rencana Aksi Nasional (RAN) Kesehatan Ibu dan Right Family Planning (RFP).
Pertemuan berlangsung di Aula Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB). Dihadiri oleh Tim PKMK FKKMK UGM diwakili oleh Dwi Handono dan Tudiono, Qurrota A’yun (Bappenas), Sri Ratna Dwi A (UNFPA), Indah N Mardhika (Kementerian Kesehatan), Sahidal Kasrin (Kepala Pimpinan BKKBN Provinsi Aceh), Ridwan (Kepala Dinas Kesehatan Aceh Barat), Ena Herisna (Kepala DP3AKB Aceh Barat) dan Tim Teknis Integrasi Kesehatan Ibu KB Berbasis Hak Kabupaten Aceh Barat serta Said Fauzi (Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Barat) yang sekaligus membuka kegiatan pertemuan.
Dalam sambutannya, Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Barat menekankan penyusunan RAD harus sesuai dengan rencana pembangunan daerah. Hal ini dapat diwujudkan dalam program disetiap SKPD sehingga benar – benar menyentuh permasalahan yang terjadi di masyarakat dan implementasinya berfokus pada layanan dasar yang dibutuhkan masyarakat.
Gambar 1. Pembukaan pertemuan oleh Said Fauzi Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Barat
Pertemuan diawali dengan me-review kembali analisis situasi dan penyebab masalah kematian ibu oleh Mulyani (Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan) mewakili Tim Teknis. Mulyani memaparkan jumlah kematian ibu Kabupaten Aceh Barat pada 2017 sebanyak 9 kasus dan tahun 2018 sampai September ini sebanyak 2 kasus.Kematian ibu terjadi pada saat kehamilan, persalinan dan pasca persalinan. Kasus ini terjadi di rumah sakit, rumah ataupun perjalanan menuju RS. Selain itu, kematian ibu juga terkait permasalahan yang ada di pelayanan PONED, PONEK, sistem rujukan, kualitas Antenatal Care (ANC), penjaringan, pemerataan distribusi tenaga kesehatan dan sebagainya. Selanjutnya Tudiono sebagai moderator memberikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan tanggapan.
Indah N Mardhika (Dit. Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan), menanggapi penyebab kematian ibu di Aceh Barat pada 2017. Mayoritas kasus kematian ibu disebabkan oleh kualitas pelayanan pemeriksaan kehamilan Antenatal Care (ANC) yang kurang baik sedangkan pada 2018 disebabkan adanya 4 T yaitu yaitu terlalu muda menikah, terlalu tua melahirkan, terlalu dekat jarak dan terlalu banyak anak.
Ridwan (Kepala Dinas kesehatan Kabupaten Aceh Barat) menggungkapkan bahwa kematian ibu disebabkan kurangnya pengetahuan ibu hamil terkait risiko kehamilan yang dapat menyebabkan kematian. Sejalan dengan hal tersebut, Sahidal Kasrin *Kepala BKKBN Provinsi Aceh) menambahkan kematian ibu disebabkan kurang optimalnya upaya penjaringan dengan masih adanya ibu hamil yang memiliki riwayat penyakit penyerta. Sehingga penting memperhatikan upaya konseling, pemeriksaan kesehatan dan deteksi dini yang dapat dilakukan sejak sebelum menikah (calon pengantin). Di Aceh baru kabupaten Aceh Pidie yang memiliki SK Bupati yang menjelaskan bahwa calon pengantin harus cek kesehatan di puskesmas dan wajib mengikuti pendidikan Pra Nikah. Berharap Kabupaten Aceh Barat dapat mencontoh hal tersebut dan menjalankan program pemerintah yang telah dibuat dengan baik dalam komunikasi, edukasi dan advokasi.
Terkait kematian ibu yang terjadi di perjalanan menuju atau di rumah sakit, dr. Dewi Sartika (Kepala Bidang Pelayanan Medik RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh) menggungkapkan kematian ibu seharusnya tidak terjadi. Namun, mayoritas ibu hamil ataupun ibu nifas yang dirujuk sudah terlambat, keadaan parah dan sangat sulit untuk diselamatkan meskipun telah dilakukan upaya yang maksimal. Ira Yuni Hafnida menambahkan terkait kasus kematian ibu masa nifas, sebaiknya kunjungan tidak hanya dilakukan oleh bidan tetapi juga dokter dan selalu diketahui alamat serta nomor telepon untuk memudahkan komunikasi.
Gambar 2. Diskusi Analisis Situasi dan Penyebab Masalah Kematian Ibu Kabupaten Aceh Barat
Secara garis besar pertemuan hari pertama dapat disimpulkan bahwa kematian ibu dapat dicegah dan akan dilakukan pengembangan solusi masalah yang akan dibahas pada pertemuan hari berikutnya. Pengembangan solusi masalah akan berfokus pada upaya memberikan alternatif solusi terhadap masalah sistem pelayanan dan teknis medis serta penjaringan.
Pertemuan hari kedua diawali Mulyani selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan yang mempresentasikan disertai diskusi yang difasilitasi Dwi Handono dan Tudiono mengenai pengembangan solusi masalah dan strategi yang akan dilakukan. Diskusimenghasilkan beberapa poin penting pengembangan alternatif solusi pada masalah:
- Post Natal Care (PNC) bermasalah, alternatif solusinya diantaranya:
-
Kunjungan nifas dilakukan oleh bidan desa dan kemitraan bidan dengan dukun untuk melaporkan bila ada komplikasi atau tanda bahaya pasca salin
-
Pemberdayaan buku KIA dan KIE pasca salin tidak hanya untuk ibu tetapi suami beserta keluarga. Begitu pula dengan pasien di faskes swasta.
-
Melengkapi alat-alat (bidan kit); Perlu pelatihan/refreshment ilmu dan pemberdayaan kader kesehatan; advokasi ke stakeholder untuk penempatan atau pemerataan tenaga kesehatan; terdapat insentif bagi bidan yang tinggal di daerah sulit dan punishment bagi yang ingkar penempatan
-
Perlunya sistem pemantauan dan monitoring evaluasi dari dinas kesehatan,
-
- Rujukan Ibu Nifas bermasalah, alternatif solusinya antara lain:
-
Peningkatan koordinasi antara RSU dan PKM (tanggung jawab Bidan Desa); Advokasi/KIE pada pasien perlu ditingkatkan dengan menekankan pada bahaya bila tidak mau dirujuk; Pemahaman buku KIA; Optimalisasi pelaksanaan kelas ibu hamil; Sosialisasi pemanfaatan RTK; dan Mengoptimalkan sistem jejaring rujukan lintas sektoral yakni pemerintah desa, dinas kesehatan, DP3AKBdan rumah sakit
-
Ketika pulang, ibu dan keluarga perlu harus diberikan pendidikan kesehatan yang komprehensif agar mampu mengenali tanda bahaya pasca salin
-
“Ambulance Desa” agar disiapkan pada desa siaga.
-
- Pelayanan PONED dan PONEK bermasalah, aternatif solusinya adalah:
-
Pelatihan PONEK dan PONED serta peningkatan kapasitas tenaga dalam mengadvokasi keluarga pasien untuk menekankan bahaya keterlambatan merujuk; Pelayanan harus memperhatikan SOP yang telah ditetapkan; Pelayanan PONEK dan PONED dioptimalkan; Adanya komitmen petugas terlatih untuk tidak boleh pindah & komitmen stakeholder untuk tidak membolehkan petugas terlatih pindah; Koordinasi dengan tim dinas kesehatan, Bidan PONEK danPONED; sistem inventaris dan kelengkapan data alat kesehatan perlu diperbaiki
-
Adanya Bank Darah dan mengikat kerjasama dengan UTD RSUD dengan PMI
-
- Rumah Tunggu Kelahiran (RTK0 bermasalah, alternatif solusinya adalah optimalkan sosialisasi RTK ke masyarakat melalui penyuluhan, leaflet ataupun spanduk.
- Rujukan Terencana dan Rujukan Emergensi bermasalah, alternatif solusinya adalah:
-
Tenaga kesehatan perlu meningkatkan kemampuan advokasi agar pasien dan keluarga mau mengikuti rujukan terencana serta pendekatan advokasi melalui tokoh masyarakat dan tokoh agama.
-
Meningkatkan komunikasi yang baik antara tenaga kesehatan, ibu hamil dan keluarga untuk menekan bahaya keterlambatan rujukan; Optimalisasikan sistem jejaring rujukan yang berstandar; dan adanya bidan koordinator yang bertanggung jawab untuk memantau perkembangan ibu hamil risiko tinggi
-
Aktifkan Desa Siaga.
-
- Antenatal Care (ANC) Ibu Hamil Risiko Tinggi dan Ibu Hamil “Normal” bermasalah, alternatif solusinya adalah:
-
a) Meningkatkan kualitas dan kuantitas ANC; Pemantauan dan pembinaan untuk kepatuhan tenaga kesehatan melakukan SOP; Dibentuk sistem atau kemintraan ANC risiko tinggi antara bidan SpOG; Melengkapi kelengkapan alkes sehingga dapat dilakukan 10T; Pelatihan tenaga kesehatan untuk meningkatkan kemampuannya seperti mengenali ibu hamil risiko tinggi; dan Memaksimalkan pemetaan penjaringan ibu hamil normal atau risiko tinggi dengan mengajak PLKB dan kader kesehatan.
-
- Ibu Hamil Tidak Diobati dan Tidak KB, alternatif solusinya adalah:
-
Upaya penemuan kasus aktif lebih giat dilakukan; Tenaga konselingnya perlu ditingkatkan kapasitasnya; Memaksimalkan pemetaan penjaringan PUS Risiko Tinggi; dan Maksimalkan KIE pada PUS yang Risiko Tinggi;
-
Perlu ada sistem kerjasama/rujukan dengan program lain (TB, HIV, gizi, malaria)
-
- Masalah Penjaringan yaitu WUS – PUS Risiko Tinggi tidak terjaring, WUS Calon Pengantin Risiko Tinggi tidak terjaring, WUS SMA dan SMP Risiko Tinggi tidak terjaring, WUS – PUS tidak ber – KB, Ibu Nifas Tidak ber – KB dan Pelayanan KB Tidak Berbasis Hak, alternatif solusinya diantaranya :
-
Pelatihan terkait penjaringan WUS atau PUS risiko tinggi
-
Penjaringan WUS Risiko Tinggi dilakukan oleh Bidan atau Tenaga Kesehatan di sekolah – sekolah dan kemudian diserahkan ke DP3AKB.
-
Meningkatkan KIE tentang KB dan Pendekatan dengan TOMA,TOGA & Keluarga
-
Perekrutan tenaga lapangan, pengaturan distribusi dan domisili petugas kesehatan
-
Mengoptimalkan pelaksanaan KIS ibu hamil dan ibu nifas serta mengoptimalkan buku KIA.
-
Gambar 3. Diskusi Pengembangan Solusi Masalah Kematian Ibu dan Foto Bersama Tim Teknis Integrasi Kesehatan Ibu-Keluarga Berencana Berbasis Hak Kabupaten Aceh Barat
Penyusunan Rencana Aksi Daerah akan terus berlanjut. Alternatif solusi yang telah didiskusikan akan disinkronisasikan dengan Rencana Aksi Nasional Kesehatan Ibu dan Right Family Planning (RFP) oleh Tim Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FKKMK UGM).
Reportase : Muhamad Syarifuddin, MPH