• Home
  • Tentang Kami
  • Jurnal
  • Arsip Pengantar
12 Nov2019

Menkes Prioritaskan Alat Medis Di Setiap Puskesmas

12/11/2019. Written by Manajemen Pelayanan Kesehatan. Posted in Berita

Menteri Kesehatan RI Dr.dr. Terawan Agus Putranto menegaskan akan menyediakan peralatan medis di setiap Puskesmas pada awal program kerjanya dalam Kabinet Indonesia Maju.

Demikian pernyataan yang disampaikannya pada kunjungannya di Puskesmas Jurangombo Magelang Selatan Kota Magelang, Senin (11/11) usai mengikuti wisuda purnawira Pati TNI AD 2019 di Kesatrian Akmil Magelang.

Continue Reading No Comments

11 Nov2019

Monitoring dan Evaluasi Ujicoba SIMKIT Kabupaten Aceh Barat 28 – 30 Oktober 2019

11/11/2019. Written by Manajemen Pelayanan Kesehatan. Posted in Modelling

Reportase

Monitoring dan Evaluasi Ujicoba Sistem Informasi Monitoring Kewaspadaan Ibu Terintegrasi (SIMKIT) Kabupaten Aceh Barat

oleh

PKMK FK – KMK UGM

Kabupaten Aceh Barat, Senin-Rabu, 28-30 Oktober 2019

Rencana Aksi Daerah (RAD) Integrasi Kesehatan Ibu-KB Berbasis Hak Kabupaten Aceh Barat merupakan tanggung jawab para pihak terkait dan dikerjakan secara lintas OPD. Untuk itu, Tim Lintas OPD tersebut dinamakan “POS KOMANDO” yang terbagi dalam 5 Pokja yaitu Pokja Kebijakan, Pokja Awas, Pokja Siaga, Pokja Waspada dan Pokja Waspada KB. Tugas dan fungsi “Pos Komando” didukung oleh Sistem Informasi yang disebut dengan Sistem Informasi Monitoring Kewaspadaan Ibu Terintegrasi (SIMKIT).

SIMKIT tersebut merupakan sistem pendukung dalam Integrasi Kesehatan Ibu-KB Berbasis Hak yang dapat dimanfaatkan oleh para pengambil kebijakan untuk mengambil keputusan dan tindak lanjut yang dibutuhkan untuk menjamin keselamatan ibu. Dalam SIMKIT, terdapat Dashboard untuk memonitoring semua kategori dan indikatornya. Mulai dari Kategori AWAS terdiri dari 1 indikator kunci yaitu Kegawatdaruratan Ibu; kategori SIAGA terdiri dari 2 indikator kunci yaitu ibu hamil dan ibu nifas; kategori WASPADA terdiri dari 3 indikator kunci yaitu WUS Siswi Berisiko, WUS Calon Pengantin (Catin) Berisiko & WUS (PUS) Berisiko; dan kategori WASPADA KB terdiri dari 1 indikator kunci yaitu KB Modern (WUS PUS berisiko yang belum ber – KB modern.Untuk dapat menampilkan dashboard secara real time diperlukan peran puskesmas diKabupaten Aceh Barat.

Kegiatan ujicoba SIMKIT sudah dilakukan sejak Agustus-Oktober 2019. Untuk itu, dilakukan pertemuan Monitoring dan Evaluasi Ujicoba SIMKIT bertempat di Aula Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Aceh Barat selama 3 hari mulai  28 hingga30 Oktober 2019 oleh Pos Komando yaitu Pokja Awas; Pokja Siaga; Pokja Waspada, Pokja Waspada-KB hari pertama dan hari kedua oleh Pokja Kebijakan serta hari terakhir seluruh puskesmas di Kabupaten Aceh Barat yang difasilitasi PKMK FK-KMK UGM untuk mengetahui permasalahan dan hambatan yang dihadapi dalam mengumpulkan data Form SIMKIT dan tindak lanjut “Pos Komando” untuk mengambil langkah apa yang harus dilakukan dari data-data SIMKIT yang terkumpul.

Aceh-Barat-28---30-Oktober-2019-1

Gambar 1. Pembukaan Pertemuan oleh Ena Herisna Kepala DP3AKB Aceh Barat

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Aceh Barat membuka kegiatan pertemuan. Dalam sambutannya Ena Herisna, SKM menyampaikan terima kasih kepada semua pihak terkhusus PKMK FK-KMK yang selama ini mendampingi sehingga telah terbit Peraturan Bupati Aceh Barat Nomor 25 Tahun 2019 tentang RAD Kegiatan Integrasi Kesehatan Ibu-KB Berbasis Hak Kabupaten Aceh Barat dan sangat mendukung adanya SIMKIT. Selanjutnya Kepala Dinas Kesehatan Syarifah Junaidah, SKM., M.Si dan Direktur RSUD Cut Nyak Dhien dr. Furqansyah juga menyampaikan dukungan pentingnya SIMKIT dalam upaya monitoring kewaspadaan ibu terintegrasi dengan tujuan akhir menurunkan kematian ibu di Kabupaten Aceh Barat.

Diawali penyampaian hasil ujicoba SIMKIT menunjukkan ada beberapa permasalahan dan hambatan yang dihadapi dalam mengumpulkan data Form SIMKIT seperti data yang dilaporkan banyak yang kurang lengkap khususnya alamat dusun, telepon yang bisa dihubungi, keterangan berisiko; data SIMKIT banyak yang belum menjadi data rutin by name by address dan belum ada pencatatan khusus untuk WUS Usia Sekolah Berisiko, Calon Pengantin Berisiko, WUS (PUS) Berisiko dan WUS (PUS) Berisiko belum ber-KB Modern; pemeriksaan faktor risiko penyakit menular dan penyakit tidak menular belum dilakukan; Slow respond, buruknya konektifitas komunikasi/internet dan kesibukan dari masing-masing pemegang program puskesmas di Kabupaten Aceh Barat.

Selanjutnya, diskusi berlangsung hingga pukul 13.00 WIB yang difasilitasi oleh Tudiono, M.Kes. Pertemuan hari pertama menghasilkan beberapa poin penting, diantaranya:

  1. Data SIMKIT yang belum menjadi data rutin akan dijadikan data rutin puskesmas dilaporkan ke Dinas Kesehatan ataupun DP3AKB seperti WUS Usia Sekolah, Calon Pengantin Berisiko, WUS (PUS) Berisiko dan WUS (PUS) Berisiko belum ber-KB Modern dan akan dilakukan upaya penjaringan sertapemeriksaan kesehatan untuk mendapatkan data tersebut. Sehingga diperoleh data yang valid, ter – update dan real. 
  2. Penyerahan data SIMKIT sebaiknya soft file dan kedepan penginputan Data SIMKIT pihak puskesmas dapat dilakukansecara langsung ke website SIMKIT dan adanya pelatihan bagi operator puskesmas.
  3. Terkait masalah konektivitas internet yang masih sulit di beberapa puskesmas, sebaiknya penginputan dapat dilakukan secara offline nanti akan di – import ke dalam website oleh admin dinas kesehatan tanpa harus menginput data kembali.
  4. Mengatasi masalah data yang kurang lengkap seperti alamat dusun sebaiknya menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) bekerjasama dengan Dinas Catatan Sipil, BPJS atau database puskesmas.
  5. Banyak data sulit diperoleh karena tidak ada pencatatan di puskesmas, sehingga diinstruksikan bidan desa mencari data tersebut dari hasil pemeriksaan kesehatan di desa ataupun kunjungan rumah seperti data WUS (PUS) Berisiko dan sebagian besar puskesmas tidak memiliki buku kohort KB. Buku kohort KB dapat diperoleh data WUS (PUS) berisiko 4T. Kedepan perlu pencatatan khusus data SIMKIT dari pemeriksaan kesehatan di puskesmas sehingga tidak hanya diketahui berisiko 4T tetapi juga faktor risiko penyakit menular atau penyakit tidak menular.
  6. Bidan Koordinator Puskesmas, Bidan Desa dan PLKB harus mulai intensif bekerjasama dalam menekan WUS (PUS) Berisiko yang belum menggunakan KB Modern.
  7. Pada surveilans kesehatan selama ini pencatatan by name by address tidak ada. Selama ini yang sering dilaporkan adalah jumlah total kejadian masalah kesehatan seperti penyakit menular atau penyakit tidak menular. Kedepan, akan diperhatikan identitas secara lengkap untuk memudahkan dalam intervensi masalah kesehatan tersebut.
  8. Perlunya pemeriksaan Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular bagi Siswi, Catin, WUS (PUS) dan  WUS (PUS) Belum ber-KB Modern.
  9. Perlunya tindaklanjut yang harus dilakukan penanganan, perlakuan khusus ataupun pemulihan faktor risiko pada WUS Usia Sekolah Berisiko, Calon Pengantin Berisiko, WUS (PUS) Berisiko dan WUS (PUS) Berisiko belum ber-KB Modern, Ibu Hamil, Ibu Nifas dan Kegawatdaruratan Ibu baik puskesmas, dinas kesehatan, DP3AKB atau RSUD Cut Nyak Dhen dan pencatatan khusus.

Manajemen rumah sakit perlu ditingkatkan, ruangan PONEK sesuai standar, peralatan, tenaga yang kompeten terlatih sehingga kasus kegawatdaruratan ibu dapat segera ditangani dan adanya SIMKIT berbasis Android sangat membantu.

Aceh-Barat-28---30-Oktober-2019-2

Gambar 2. Diskusi Monev Ujicoba SIMKIT oleh Pos Komando 

Pertemuan hari kedua membahas kebijakan operasional Rencana Aksi Daerah (RAD) Integrasi Kesehatan Ibu-KB Berbasis Hak Kabupaten Aceh Barat yang dihadiri oleh Tim “Pos Komando” Pokja Kebijakan. Secara umum, Pokja Kebijakan setuju dengan poin kebijakan operasional yang telah dituangkan di dokumen RAD.

Beberapa poin penting yang disepakati adalah :

  1. Kasus kegawatdaruratan ibu harus dirujuk ke RS PONEK sehingga diberikan pelayanan yang adekuat.
  2. Adanya pemberian informasi (konseling) kepada keluarga pasien tentang bahaya kehamilan yang mengalami kegawatdaruratan sehingga harus dirujuk segera. Terpentingnya adanya Informed Consent jika ada pasien yang tidak dirujuk untuk menghindari tuntukan kepada Petugas Kesehatan oleh keluarga pasien.
  3. Rujukan terencana pada ibu hamil berisiko dan dapat memanfaatkan Rumah Tunggu Kelahiran (RTK).
  4. Peningkatan pengetahuan pada tenaga kesehatan bidan untuk dapat mendeteksi sedini mungkin Calon Pengantin berisiko, WUS (PUS) berisiko sehingga dapat dilakukan intervensi lanjut baik KIE, kontrol ataupun penanganan pemulihan faktor risiko.
  5. WUS (PUS) Berisiko yang menjalani pengobatan atau pemulihan faktor risiko dianjurkan mengikuti program KB sebelum hamil yang sesuai pilihan akseptor dan kelayakan medis. Peran DP3AKB sangat penting.
  6. Faktor risiko penyakit tidak menular harus dilakukan kontrol secara ketat.
  7. Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) 10 T telah dilakukan dan lebih memaksimalkan pemeriksaan kehamilan terpadu. Jika ditemukan risiko kehamilan atau penyakit penyerta maka harus dirujuk atau ditangani oleh Poli yang sesuai dengan faktor risikonya.
  8. Kematian banyak terjadi saat masa nifas maka penting adanya Kebijakan Rujukan Balik dan ibu yang berisiko harus dikunjungi dan dikontrol secara ketat. Kunjugan nifas tidak hanya 3 kali namun bisa lebih misal 5 kali kunjungan. Usulan dapat juga melibatkan pihak rumah sakit.
  9. Mengurangi risiko kematian ibu sepakat dilakukan mulai WUS (Siswi dan Catin) WUS (PUS), Ibu Hamil dan Ibu Nifas.
  10. Terkait sumber daya manusia pada saat Penyusunan Analisis Jabatan (Anjab) harus betul-betul memperhatikan kebutuhan tenaga yang kurang. Di Aceh Barat, tenaga kesehatan yang masih kurang seperti analis kesehatan. Selain itu, peningkatan kompetensi harus dilakukan.
  11. Data SIMKIT dapat digunakan oleh pengambil kebijakan sebagai bahan dalam menyusun dokumen perencanaan di OPD terkait.
  12. Bentuk Kebijakan dalam mewujudkan berjalannya kegiatan RAD dapat berupa Surat Edaran, Surat Tugas, Surat Perintah Kepala Dinas atau Peraturan Bupati.
  13. Terkait Anggaran “Pos Komando” dalam menjalan fungsinya kedepan sebaiknya dianggarkan di DP3AKB. Mengingat di DP3AKB terdapat kegiatan yang langsung menyebutkan program keluarga berencana dalam dokumen perencanaan. Sehingga tidak perlu lagi me – review atau perbaikan dokumen perencanaan yang sudah ada karena akan sulit dilakukan

Aceh-Barat-28---30-Oktober-2019-3

Gambar 3. Diskusi terkait Kebijakan Operasional RAD oleh Pokja Kebijakan Pos Komando

Selanjutnya, hari terakhir dilakukan pertemuan bersama Kepala Dinas Kesehatan, Kepala DP3AKB, Direktur RSUD Cut Nyak Dhien dan Pimpinan Bappeda Kabupaten Aceh Barat bersama seluruh Kepala Puskesmas dan Bidan Koordinator Puskesmas di Kabupaten Aceh Barat. Kegiatan diawali dengan simulasi SIMKIT berbasis Android antara pihak puskesmas dan RSUD Cut Nyak Dhien terkait kasus kegawatdaruratan ibu. Dilanjutkan diskusi dan menghasilkan beberapa poin penting diantaranya sebagai berikut:

  1. Kepala Puskesmas dan Bidan Koordinator sangat setuju upaya untuk menurunkan kematian ibu di Kabupaten Aceh Barat dimulai penjaringan WUS Sekolah, Catin, WUS (PUS), Ibu Hamil dan Ibu Nifas.
  2. Mencegah penularan penyakit dilakukan pemeriksaan “Triple” Eliminasi pada Ibu Hamil yaitu Pemeriksaan HIV, Hepatitis dan Sifilis. Sedangkan Pemeriksaan Calon Pengantin (Catin) belum dilakukan pemeriksaan penyakit. Hanya Puskesmas Peureumeu Kecamatan Kaway XVI melakukan pemeriksaan HIV pada Calon Pengantin.
  3. Setuju jika kasus kegawatdarutan ibu segera dirujuk ke RS PONEK dan tidak setuju jika semua persalinan dilakukan di RS PONEK. Pada kasus normal dapat dilakukan di puskesmas PONED.
  4. Adanya Rujukan Internal WUS (PUS) berisiko di puskesmas. Misalnya WUS (PUS) berisiko diarahkan ke Poli dilakukan anamnesa memiliki indikasi (suspect) TB maka diuji laboratorium puskesmas. Hasilnya Positif maka bidang Pengendalian & Pemberantasan Penyakit (P2P) melakukan tindaklanjut untuk melakukan pengobatan dan penanganan pemulihan secara ketat. WUS (PUS) berisiko tersebut juga diarahkan untuk menggunakan KB yang sesuai.
  5. Bidan Desa atau Bidan Praktek Swasta (BPS) untuk tidak melakukan tindakan medis diluar kewenangan & kompetensinya serta jika didapati salah satu atau lebih penyulit pada 18 penapisan dalam persalinan maka ibu harus segera dirujuk.
  6. Keterlambatan penanganan ibu hamil dapat disebabkan penanganan ditangani oleh dukun (bidan piraji). Jika terjadi gawatdarurat baru dilaporkan ke bidan desa sehingga terkadang sudah terlambat merujuk ke RS.
  7. Bupati memastikan bidan desa harus menempati desa tersebut. Selain itu, diharapkan bidan desa juga harus bekerjasama dengan perangkat desa terkait masalah kesehatan ibu.
  8. Pihak Puskesmas mendukung dan terbantu dengan penggunaan SIMKIT untuk memberikan informasi rujukan kegawatdaruratan ibu kepada RS PONEK dalam upaya mencegah terjadinya kematian ibu.
  9. SIMKIT Puskesmas saat input data kasus kegawatdaruratan ibu pada kolom “kondisi pasien saat ini” perlu ditambahkan kondisi lainnya. Tidak hanya pendarahan & eklampsia.
  10. Alarm SIMKIT “Kasus Kegawatdarurat” hanya dapat didengar oleh rumah sakit, pimpinan OPD terkait, bupati dan berhak mematikan Alarm pihak RS jika sudah ditangani.
  11. SIMKIT di RS sebaiknya diinstall di Personal Computer (PC)
  12. Direktur RSUD Cut Nyak Dhien berkomitmen menyediakan Personal Computer (PC) dan pelatihan bagi operator SIMKIT di RS serta adanya Punishment jika SIMKIT tidak berjalankan.
  13. Keterlibatan Dokter Spesialis Obgyn untuk memastikan kriteria rujukan ringan, sedang dan berat terkait prioritas penanganan.
  14. Dibuatkan Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait mematikan alarm SIMKIT di rumah sakit.
  15. Adanya kebijakan rujukan balik pasca persalinan langsung kepada pihak puskesmas atau dinas kesehatan untuk mencegah kematian ibu masa nifas.
  16. Dibuatkan group WhatsApp Bidan Koordinator Puskesmas, Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit Cut Nyak Dien terkait rujukan balik masa nifas atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan ibu.

Aceh-Barat-28---30-Oktober-2019-4

Gambar 4. Diskusi bersama Pimpinan OPD, Kepala Puskesmas & Bikor Puskesmas Aceh Barat

Pendamping Lapangan PKMK FK-KMK UGM akan melaporkan dan berdiskusi rencana tindak lanjut hasil pertemuan Monitoring dan Evaluasi SIMKIT kepada Kepala Bappeda, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala DP3AKB dan Direktur RSUD Cut Nyak Dien.

 

Penulis : Muhamad Syarifuddin, MPH

Continue Reading No Comments

11 Nov2019

Edisi Minggu ke 46: Selasa 12 November 2019

11/11/2019. Written by Manajemen Pelayanan Kesehatan. Posted in Arsip Pengantar, Pengantar

Edisi Minggu ke 46: Selasa 12 November 2019

Reportase

Sosialisasi Implementasi SIMKIT Integrasi Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak Kabupaten Lahat

Oleh PKMK FK – KMK UGM

8 November 2019

lahat-1

Sistem informasi kesehatan merupakan salah satu upaya untuk menurunkan kematian ibu.  Sistem Informasi Monitoring Kewaspadaan Ibu Terintegrasi (SIMKIT) bersifat supporting yakni  mempermudah petugas kesehatan untuk melacak data ibu hamil, ibu nifas maupun wanita usia subur (WUS Usia Sekolah dan CATIN) yang berisko dimana tujuan akhirnya mencegah kematian ibu. Refreshing Sosialisasi penggunaan Aplikasi SIMKIT untuk Bidan koordinasi (BIKOR) seluruh Puskesmas Kabupaten Lahat dan Penanggung Jawab Ruang PONEK RSUD Lahat dalam Kegiatan Model Integrasi Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak menjadi sangat penting untuk menjaga kelanjutan pengoperasian entry data diaplikasikan SIMKIT.

Selengkapnya


Handouts Campaign Material

Mencegah Bunuh Diri: Informasi Untuk Petugas Kesehatan

Penelitian telah menunjukkan bahwa banyak orang yang tewas karena bunuh diri melihat seorang petugas kesehatan di bulan sebelumnya. Karena itu, semua kesehatan pekerja memiliki peran penting untuk dimainkan dalam mengenali, menilai dan mendukung orang – orang yang berisiko bunuh diri. Pastikan orang tersebut mengetahui layanan masyarakat yang tersedia yang dapat memberikan dukungan dan bahwa ada rencana untuk dan reguler kontak tindak lanjut yang terkoordinasi dengan baik. Jelaskan kepada orang tersebut dan keluarganya tentang manfaat dari tetap berhubungan dengan layanan kesehatan. Mempertimbangkan dan menilai faktor – faktor risiko untuk bunuh diri. Ini termasuk upaya bunuh diri sebelumnya, depresi, alkohol atau masalah penggunaan narkoba, kondisi kesehatan mental lainnya seperti psikosis atau gangguan bipolar, tekanan emosional yang parah, sakit atau penyakit kronis, pengalaman trauma (misal seksual dan kekerasan antarpribadi, perang, pelecehan, diskriminasi), kerugian baru-baru ini (misal pengangguran, kehilangan, hubungan putus) atau masalah keuangan. Jika orang tersebut memiliki rencana konkret, termasuk sarana dan niat untuk mati, tetap bersama orang itu, lepaskan sarana bunuh diri, berkonsultasi dengan spesialis kesehatan mental, dan menugaskan anggota keluarga atau staf untuk tinggal bersama orang tersebut sehingga mereka tidak dibiarkan sendiri sampai spesialis lebih lanjut dukungan ada di tempat. Handouts ini diterbitkan oleh WHO.

Selengkapnya


Reportase

Monitoring dan Evaluasi Ujicoba Sistem Informasi Monitoring Kewaspadaan Ibu Terintegrasi (SIMKIT) Kabupaten Aceh Barat

oleh

PKMK FK – KMK UGM

Kabupaten Aceh Barat, Senin-Rabu, 28-30 Oktober 2019

Aceh-Barat-28---30-Oktober-2019-1

Rencana Aksi Daerah (RAD) Integrasi Kesehatan Ibu-KB Berbasis Hak Kabupaten Aceh Barat merupakan tanggung jawab para pihak terkait dan dikerjakan secara lintas OPD. Untuk itu, Tim Lintas OPD tersebut dinamakan “POS KOMANDO” yang terbagi dalam 5 Pokja yaitu Pokja Kebijakan, Pokja Awas, Pokja Siaga, Pokja Waspada dan Pokja Waspada KB. Tugas dan fungsi “Pos Komando” didukung oleh Sistem Informasi yang disebut dengan Sistem Informasi Monitoring Kewaspadaan Ibu Terintegrasi (SIMKIT).

Selengkapnya


msafrica

Audit Kemampuan Klinik Perawatan Kesehatan Primer untuk Menyediakan Perawatan Diabetes Berkualitas

Di Afrika Selatan, banyak perawatan diabetes dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan primer (primary health care/ PHC) dimana skrining untuk komplikasi diabetes sering rendah. Klinik memerlukan akses ke peralatan, sumber daya, dan sistem kesehatan fungsional untuk melakukan penyaringan yang efektif, tetapi yang tidak diketahui adalah apakah komponen – komponen ini ada. Tujuan dari penelitian ini untuk menilai kapasitas klinik perawatan primer di satu kabupaten untuk menyediakan perawatan diabetes yang berkualitas.

Studi ini dilakukan di distrik Tshwane, Afrika Selatan. Audit dilakukan di 12 klinik PHC. Alat audit yang dikembangkan sendiri berdasarkan pedoman nasional dan klinis dikembangkan dan diselesaikan menggunakan observasi dan wawancara dengan manajer klinik dan asisten apoteker atau farmasi. Timbangan, batang tinggi, glukometer dan mesin tekanan darah tersedia. Monofilamen tidak diketahui dan kalibrasi peralatan jarang. Daftar Obat Esensial adalah satu – satunya pedoman yang tersedia secara konsisten. Semua situs melaporkan akses yang konsisten ke obat – obatan, strip glukosa dan dipstik urin. Semua situs memanfaatkan daftar penyakit kronis, dan hanya 25% menggunakan sistem janji temu. Tidak ada bentuk perawatan terstruktur khusus diabetes yang digunakan. Semua fasilitas telah mendaftarkan dan mendaftarkan perawat dan akses ke dokter. Ketersediaan materi pendidikan pada umumnya buruk. Kapasitas untuk memberikan perawatan berkualitas dikompromikan oleh buruknya ketersediaan pedoman, materi pendidikan dan tidak adanya monofilamen. Ini adalah faktor risiko yang dapat dimodifikasi yang dapat diselesaikan oleh manajer klinik dan pendidik pengembangan staf. Namun, catatan pasien dan sistem informasi kesehatan perlu mendapat perhatian di tingkat kebijakan. Artikel ini dipublikasikan pada 2019 di African Journal of Primary Health Care and family Medicine

Selengkapnya

Continue Reading No Comments

26 Sep2019

Konsultasi Pengembangan Strategi Advokasi untuk Keberlanjutan Program Kesehatan Ibu dan Keluarga Berencana Berbasis Hak Terintegrasi Kabupaten Aceh Barat

26/09/2019. Written by Manajemen Pelayanan Kesehatan. Posted in Reportase Kegiatan

Reportase

Konsultasi Pengembangan Strategi Advokasi untuk Keberlanjutan

Program Kesehatan Ibu dan Keluarga Berencana

Berbasis Hak Terintegrasi

Kabupaten Aceh Barat

Senin, 23 September 2019

Sejak dimulai awal 2018, Pengembangan Model Perencanaan dan Penganggaran Program Kesehatan Ibu dan Keluarga Berencana Berbasis Hak Terintegrasi di Kabupaten Aceh Barat saat ini telah memasuki tahap akhir. Oleh karena itu, Tim Koordinasi RFP (Tim Pusat) didampingi oleh Tim PKMK FK – KMK UGM melakukan pertemuan Konsultasi Pengembangan Strategi Advokasi untuk Keberlanjutan Program Integrasi Kesehatan Ibu dan Keluarga Berencana Berbasis Hak.

Pengembangan Strategi Advokasi dan keberlanjutan Program Integrasi Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak yang salah satu pendekatannya ada praktik – praktik baik di dalam pelaksanaan program integrasi tersebut untuk dapat diadopsi atau replikasi oleh kabupaten lain. Dalam mengembangkan advokasi strategi untuk keberlanjutan program tersebut dilakukan oleh konsultan dari Yayasan Cipta yaitu Inne Silviane.

Bertempat di Aula Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Aceh Barat pertemuan berlangsung sehari dengan skenario Lesson Learned Uji Coba Model Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan Ibu dan KB Berbasis Hak di Kabupaten Aceh Barat oleh Kepala Bappeda, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala DP3AKB dan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat dan dilanjutkan dengan diskusi mendalam.

Aceh-Barat-23-September-2019-1

Gambar 1. Pembukaan Pertemuan oleh Ir. Syahril Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Barat

Kepala Bappeda Aceh Barat, Ir. Syahril membuka kegiatan pertemuan. Dalam sambutannya menyampaikan Program Integrasi Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak Kabupaten Aceh Barat sangat didukung oleh pemerintah daerah khususnya Bupati Aceh Barat dan menekankan kembali program tetap harus selaras dengan perencanaan dari masing – masing SKPD atau ketika membuat kegiatan ataupun sub kegiatan harus sesuai dengan perencanaan yang sudah ditetapkan sehingga kegiatan dapat dianggarkan dengan pagu anggaran yang sudah ada tanpa dibuat pagu anggaran khusus. Serta Bappeda sangat mendukung apabila dibuatkan dokumen Pengembangan Strategi Advokasi untuk keberlanjutan Program Integrasi Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak yang dapat diadopsi atau replikasi oleh Kabupaten/kota lain dan siap memberikan masukan dari pengalaman atau praktik – pratik baik yang dilakukan selama ini dalam Ujicoba Model Perencanaan & Penganggaran Program Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak Terintegrasi Kabupaten Aceh Barat yang didampingi oleh PKMK FK – KMK Universitas Gadjah Mada.

Aceh-Barat-23-September-2019-2

Gambar 2. Pemaparan Materi Pengembangan Strategi Advokasi dan Lesson Learned Ujicoba Model Perencanaan & Penganggaran Kesehatan Ibu dan KB Berbasis Hak Terintegrasi

Pertemuan difasilitasi oleh Tim Yayasan Cipta, Inne Inne Silviane dengan pemaparan dari masing – masing SKPD dan dilanjutkan diskusi mendalam yang berlangsung hingga 15.00 WIB. Menghasilkan beberapa poin penting, diantaranya:

  1. Dokumen Strategi Advokasi untuk Keberlanjutan Integrasi Program Kesehatan Ibu dan Keluarga Berencana dibuat sebagai panduan untuk adopsi atau replikasi oleh daerah lain.
  2. Perlunya memahami kesehatan ibu dan keluarga berencana berbasis hak dengan delapan prinsip hak dalam pelaksanaan Program Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak Terintegrasi.
  3. Strategi Advokasi dilakukan dengan pendekatan Bridging Leadership (BL) yang pernah diikuti oleh Pemerintah Aceh Barat di Kabupaten Malang dan Pengembagan Strategi Advokasi yang Spesific, Measurable, Attainable, Relevan & Time Bound (SMART).
  4.  Rencana dan Metode Perluasan Integrasi Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak melibatkan lintas sector mulai dari Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota.

    Tingkat pusat memperluas kerjasama K/L dengan dikoordinasi oleh Kementerian Dalam Negeri; Tingkat Provinsi (Khusus Provinsi Aceh) dapat melibatkan Bappeda, Dinas Kesehatan, Biro Kesra, BKKBN Provinsi; dan Tingkat Kabupaten (Khususnya Kab. Aceh Barat) dapat melibatkan Bappeda, Dinas Kesehaatan, DP3AKB, RSUD Cut Nyak Dhien, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong (DPMG), Dinas Catatan Sipil.

  5. Pendampingan Integrasi Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak jika diadopsi oleh seluruh Kabupate/Kota di Indonesia sebanyak 514 Kab/Kota yang ada maka tidak hanya dilakukan oleh PKMK FK – KMK UGM tetapi juga pihak lain seperti Ikatan Konsultan Kesehatan Indonesia (IKKESINDO) atau pihak Aceh Barat yang selama ini sebagai daerah pilot project. Maka diperlukan peningkatan Kapasitas melalui Training of Trainer (TOT) terlebih dahulu.
  6. Peningkatan Kapasitas melalui TOT kepada Tim Daerah Kabupaten Aceh Barat dapat difasilitasi PKMK FK – KMK UGM sehingga dapat menjadi narasumber di daerah lain untuk perluasan Program Integrasi Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak di Kabupaten lainnya.
  7. Materi dan panduan dapat menggunakan RAN Kesehatan Ibu, RFP, RAD Aceh Barat yang telah disusun, CIP yang dilakukan oleh PKMK FK – KMK UGM dan dokumen strategi advokasi yang sedang disusun dan lainnya.
  8. Penentuan perluasan wilayah ditentukan sesuai prioritas kebutuhan daerah baik jangka pendek, menengah maupun panjang (2030) untuk menurunkan angka kematian ibu dengan keterlibatan semua sector dan adanya leading sector serta dukungan sumber pendanaan APBN dan APBD. Misal Dana Dekon di tingkat provinsi dan dana DAK baik fisik maupun non fisik di kabupaten.
  9. Di Kabupaten Aceh Barat, Advokasi dilakukan oleh Kepala SKPD baik Bappeda, Dinas Kesehatan maupun DP3AKB dibantu oleh Kepala Bidang masing – masing kepada Bupati Aceh Barat sehingga sekarang sangat mendukung Integrasi Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak Kabupaten Aceh Barat yang telah menghasilkan Dokumen Rencana Aksi Daerah (RAD) Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak Terintegrasi Kabupaten Aceh Barat Tahun 2019 – 2022 dan sementara proses penerbitan Peraturan Bupati Aceh Barat tentang RAD tersebut dan pihak yang bertanggung jawab untuk memonitor dan mengawal berjalannya Integrasi Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak adalah Tim Pos Komando yang diketuai Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Barat dan didukung dengan Sistem Informasi Monitoring Kewaspadaan Ibu Terintegrasi (SIMKIT).
  10. Dalam Pengembangan Strategi Advokasi untuk Keberlanjutan Program Kesehatan Ibu dan Keluarga Berencana Berbasis Hak Terintegrasi sangat perlu memperhatian kearifan local daerah. Misal Kabupaten Aceh Barat dalam menjalankan Program Keluarga Berencana dikemas menjadi Program Kampung Muslimin karena Istilah KB masih sensitif dikalangan masyarakat.

Aceh-Barat-23-September-2019-3

Gambar 3. Diskusi Pengembangan Strategi Advokasi untuk Keberlanjutan Program Kesehatan Ibu dan Keluarga Berencana Berbasis Hak Terintegrasi

Tim Pusat dan Daerah yang melakukan pertemuan “Konsultasi Pengembangan Strategi Advokasi untuk Keberlanjutan Program Kesehatan Ibu dan Keluarga Berencana Berbasis Hak Terintegrasi” di Kabupaten Aceh Barat adalah :

  1. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) : National Programme Manager (NPM), dr. Sri Hermiyanti, M.Sc
  2. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK – KMK Universitas Gadjah Mada, Dr. dr. Dwi Handono Sulistyo, M.Kes
  3. Kementerian Dalam Negeri : Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, D Faried
  4. Kementerian Kesehatan : Dit. Kesehatan Keluarga, Indah N Mardhika
  5. Konsultan Yayasan Cipta : Inne Silviane
  6. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Aceh Muhamadi
  7. Kepala Bappeda Kabupaten Aceh Barat, Ir. Syahril
  8. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat, Syarifah Junaidah, SKM., M.Si
  9. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak & Keluarga Berencana, (DP3AKB) Kabupaten Aceh Barat Ena Herisna, SKM.
  10. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh, dr. H. Muhammad Furqansyah
  11. Tim Teknis Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan ibu dan Keluarga Berencana Berbasis Hak Terintegrasi Kabupaten Aceh Barat .

Aceh-Barat-23-September-2019-4

Gambar 4. Penutupan dan Foto Bersama Pertemuan Pengembangan Strategi Advokasi KeberlanjutanProgram Kesehatan Ibu dan Keluarga Berencana Berbasis Hak Terintegrasi

Pengembangan Strategi Advokasi untuk Keberlanjutan Program Kesehatan Ibu dan Keluarga Berencana Berbasis Hak Terintegrasi akan terus dilakukan di dua daerah Pilot Project lainnya yaitu Kabupaten Malang dan Kabupaten Lahat.

 

Penulis : Muhamad Syarifuddin, MPH

Continue Reading No Comments

26 Sep2019

Pembahasan Theory of Change dan Analisis Cepat Kematian Ibu Bersama Internal Perangkat Daerah Kabupaten Malang

26/09/2019. Written by Manajemen Pelayanan Kesehatan. Posted in Reportase Kegiatan

Reportase

Pembahasan Theory of Change dan Analisis Cepat Kematian Ibu

Bersama Internal Perangkat Daerah

Kabupaten Malang, 17-19 September 2019

Program Integrasi Kesehatan Ibu dan KB Berbasis Hak Kabupaten Malang yang telah dilaksanakan sejak Februari 2018, hampir memasuki tahap terakhir dari seluruh rangkaian kegiatan yang ada. Berbeda dengan 2 kabupaten lainnya yang juga menjadi Pilot Project Program ini, Kabupaten Malang tidak memasukkan Sistem Informasi Monitoring Kewaspadaan Ibu Terintegrasi (SIMKIT) pada Rencana Aksi Daerah tahun (RAD) 2019-2021. Hal ini dikarenakan Kabupaten Malang telah memiliki sistem informasi serupa yang dapat dimaksimalkan untuk integrasi datanya.

Melalui pertemuan bersama internal masing-masing perangkat daerah, Tim PKMK FK-KMK UGM mencoba melakukan pendekatan dan kembali meminta komitmen masing-masing perangkat daerah untuk lebih serius dalam menangani kasus kematian ibu di Kabupaten Malang. Analisis Cepat Kematian Ibu dan konsep Theory of Change ditawarkan untuk penanganan kasus kematian ibu di Kabupaten Malang.

Pertemuan yang dilaksanakan di ruang rapat masing-masing perangkat daerah menghasilkan beberapa kesepakatan dan komitmen masing-masing perangkat daerah untuk bersama-sama me-review kembali nomenklatur masing-masing perangkat daerah sehingga aturan yang telah ada agar diperkuat lagi dan yang belum masuk dalam aturan yang ada di masing-masing perangkat daerah agar dibuat SOP baru untuk kasus-kasus yang memerlukan SOP khusus dalam penyelesaiannya.

Malang-17-19-September-2019-1

Gambar 1 Diskusi bersama RSUD Lawang

Pertemuan dengan internal RSUD Lawang dipimpin oleh Kepala Bagian Tata Usaha dan dilanjutkan dengan diskusi berkaitan dengan keterlambatan tiba di rumah sakit dan keterlambatan penangganan. Terkait keterlambatan tiba di rumah sakit, bagi RSUD Lawang dianggap sebagai bom waktu karena banyak kasus rujukan yang setiba di rumah sakit sudah dalam kondisi inpartu. Hal ini diduga disebabkan oleh keterlambatan pada FKTP (puskesmas dan BPM) yang cenderung menunda untuk merujuk sehingga sudah dalam kondisi kritis pasien baru dibawa ke rumah sakit. Namun dalam rumah sakit sendiri mengakui untuk catatan data keterlambatan belum terekap dengan baik, dan RSUD Lawang menyanggupi untuk merekap terkait jumlah pasien yang terlambat jika ada permintaan dari Dinas Kesehatan. Sementara untuk keterlambatan penanganan yang ada di rumah sakit disebabkan oleh karena keterlambatan tenaga kesehatan dalam memutuskan tindakan yang akan dilakukan serta terdapat tenaga medis yang tidak standby.

Malang-17-19-September-2019-2

Gambar 2 Diskusi bersama RSUD Kanjuruhan

Di hari yang berbeda, tim PKMK FK-KMK UGM menemui tim teknis dan internal RSUD Kanjuruhan. Dengan agendapertemuan pembahasan penanganan kagawatdaruratan di RSUD Kanjuruhan, diskusi dibuka oleh dr. Benidiktus Setyo Untoro sebagai Kepala Bidang Pelayanan Medik. Tidak jauh berbeda dengan kondisiyang ada di RSUD Lawang, untuk keterlambatan tiba di rumah sakit yang terjadi di RSUD Kanjuruhan adalah pasien yang dating terlambat dikarenakan oleh keterlambatan dalam merujuk yang oleh karena terlambat dalam menentukan diagnosa di FKTP. Serta secara terbuka, RSUD menganggap bahwa banyak kasus keterlambatan tiba di rumah sakit dikarenakan oleh adanya pihak yang melakukan rujukan berjenjang (pasien tidak langsung dirujuk ke rumah sakit PONEK, melainkan dirujuk di rumah sakit swasta yang belum mendukung PONEK).

Terkait data catatan terlambat penanganan selama ini belum tersedia catatannya, namun RSUD Kanjuruhan memberikan jaminan untuk menambah satu kolom pada catatan rekam medik untuk menandai pasien yang terlambat penanganan sehingga memudahkan dalam merekap data tersebut jika sewaktu-waktu diperlukan.

Malang-17-19-September-2019-3

Gambar 3 Diskusi bersama Dinas Pengendalian Penduduk dan KB

Setelah pertemuan bersama 2 RSUD yang ada di Kabupaten Malang, Tim PKMK FK-KMK UGM melanjutkan diskusi dengan Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana. Bertempat di ruang rapat Dinas PPKB, tim dari UGM dan tim teknis melakukan diskusi terkait data unmet need, data drop out dan kesepakatan untuk menurunkan angka kematian ibu di Kabupaten Malang. Pertemuan yang dipimpin oleh Kepala Dinas PPKB ini menghasilkan beberapa poin penting diantaranya terkait pemanfaatan data yang ada di Dinas PPKB (data contra war) jika dianggap sebagai data informasi oleh Dinas Kesehatan, Dinas PPKB berkenan untuk bertukar data sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh Dinas Kesehatan.

Malang-17-19-September-2019-4 

Gambar 4 Diskusi bersama Dinas Kesehatan

Sebagai perangkat daerah yang berperan paling penting dalam penanganan kematian ibu di Kabupaten Malang, Dinas Kesehatan menjadi perangkat daerah teknis terakhir yang dikunjungi setelah RSUD dan Dinas PPKB. Hal ini dikarenakan beberapa masalah yang ada di lapangan dan kesepakatan dari perangkat daerah lain dianggap perlu untuk disampaikan dan dibahas bersama Dinas Kesehatan sebelum dilaporkanke Bappeda dan dibahas secara bersama pada pertemuan selanjutnya. Pertemuan diwakili oleh Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan pejabat lainnya di lingkungan Dinas Kesehatan. Paparan analisis cepat kematian ibu di Kabupaten Malang dan konsep Theory of Change yang disampaikan oleh Ketua Tim dari PKMK FK-KMK UGM, Dwi Handono, diterima dan dianggap Dinas Kesehatan dapat menjadi acuan Dinas Kesehatan dalam menganalisis kematian ibu kedepannya. Harapannya dengan konsep yang ditawarkan tersebut dapat menjadi bahan evaluasi bagi Dinas terkait dan perangkat daerah teknis untuk dapat mengoptimalkan pelayanannya untuk menangani kasus-kasus keterlambatan penanganan dan kegawatdaruratan untuk ibu hamil, ibu melahirkan dan ibu nifas di Kabupaten Malang.

Malang-17-19-September-2019-5

Gambar 5 Diskusi bersama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Bappeda sebagai leading sektor dalam program integrasi Kesehatan Ibu dan KB di Kabupaten Malang, menerima kunjungan Tim PKMK FK-KMK UGM untuk memberikan laporan hasil pertemuan bersama internal masing-masing perangkat daerah teknis. Bappeda menampung semua yang termuat dalam Rencana Aksi Daerah yang dibuat oleh Tim Teknis Integrasi Kesehatan Ibu dan KB dan bersedia untuk dimasukan dalam e-planning yang sudah ada di Kabupaten Malang sehingga menjadi kegiatan yang wajib ada di dinas teknis terkait.

 

Penulis: Yunita Sari Thirayo, MPH

Continue Reading No Comments

  • 1
  • ...
  • 137
  • 138
  • 139
  • 140
  • ...
  • 270

Artikel Terbaru

Memahami Peran Paramedis dalam Perawatan Primer

Kajian Ketidaksetaraan Kesiapan Pelayanan dan Pengetahuan Provider di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Indonesia

Kebijakan Kesehatan Mental di Indonesia

Kualitas Hidup yang Berhubungan dengan Kesehatan dan Pemanfaatan Perawatan Kesehatan

Analisis Kebijakan Pendekatan Perawatan Kesehatan Primer di Liberia

Semua Artikel

Berita Terbaru

Kades Dan UPT Puskesmas Posek Jalin Kerjasama Peningkatan Pelayanan Kesehatan

18 October 2022

Dinkes Kulon Progo diminta mengevaluasi pelayanan pasien Puskesmas Wates

18 October 2022

Puskesmas Ambal-ambil Kejayan Buat Inovasi Ini agar Warga Tak BAB di Sungai

13 October 2022

Puskesmas Grabagan Gandeng Yayasan ADRA Gelar Diskusi Interaktif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

13 October 2022

Bangkalan Menuju UHC, Seluruh Puskesmas Diberi Pemahaman Aplikasi E DABU

11 October 2022

Semua Berita

  • Home
  • Tentang Kami
  • Jurnal
  • Arsip Pengantar