• Home
  • Tentang Kami
  • Jurnal
  • Arsip Pengantar
19 Apr2018

Baru 7 Puskesmas Ikuti Pelatihan VCT dan CST

19/04/2018. Written by Manajemen Pelayanan Kesehatan. Posted in Berita

TANA PASER  -  Dari 19 unit Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Kabupaten Paser, baru 7 unit puskesmas yang pernah mendapatkan pelatihan Voluntary Counseling and Testing (VCT) dan Care, Support and Treatment (CST) untuk penderita HIV/AIDS. Selain ketujuh puskesmas, RSUD Panglima Sebaya juga telah mengikuti pelatihan program-program tersebut..Selama ini puskesmas yang belum memperoleh pelatihan hanya dapat melakukan pemeriksaan dan mendeteksi dini saja kepada pasien yang datang ke masing-masing puskesmas, tetapi tidak bisa melakukan program VCT dan CST di masing-masing puskesmas.

 “Baru 7 puskesmas dan satu rumah sakit yang terlatih program VCT dan CST, jadi masih ada 12 puskesmas lagi yang belum memperoleh pelatihan untuk program penanganan penderita HIV/AIDS tersebut. Selain minimnya pemberian pelatihan VCT dan CST, pusat pelayanan kesehatan di Kabupaten Paser juga masih minim pelatihan pelaporan sistem HIV dan AIDS (SIHA). Pelaporan tersebut diketahui merupakan modal untuk memperoleh bantuan obat-obatan bagi penderita HIV/AIDS yang telah terdeteksi oleh pemerintah pusat,” beber Kepala Dinas Kesehatan melalui petugas Pengelola HIV/AIDS,Kusta dan ISP Dinkes Paser Rossalina, Selasa (17/4).

 Dijelaskan Rossalina, selain terkendalanya bekal pengetahuan SDM, pelaporan SIHA secara online juga masih terkendala jaringan di setiap puskesmas yang berada di wilayah terpencil. Seperti puskesmas di Kecamatan Muara Komam, Muara Samu, dan Tanjung Harapan. Kondisi jaringan di sejumlah wilayah juga menjadi penghambat laporan SIHA ke pemerintah pusat. Untuk saat ini baru RSUD yang lancar tanpa kendala dalam mengirim laporan rutinnya.

 “Obat penyakit HIV dan Hepatitis B akan dikirim jika pelaporan SIHA sudah diterima oleh Dinas Kesehatan Pusat. Ditambah lagi belum adanya pelatihan bagi petugas yang menangani pelaporan SIHA tersebut, sehingga petugas kerap salah dalam membuat laporannya,” ungkapnya.

 Untuk tahun ini, Rossa menuturkan, pemkab melalui Dinas Kesehatan telah menganggarkan satu program pertemuan  tenaga medis di setiap puskesmas, namun bukan berbentuk pelatihan. Melainkan berupa penyampaian materi-materi terkait pelaporan SIHA.

 Meskipun bukan berbentuk pelatihan, kami harap tenaga medis yang dipercaya dapat benar-benar memahami materi yang nantinya akan disampaikan, sehingga dapat dibagikan ke rekan-rekan lainnya. (ian/cal)

Sumber: balikpapan.prokal.co

Continue Reading No Comments

16 Apr2018

Pengantar: 17 – 23 April 2018

16/04/2018. Written by Manajemen Pelayanan Kesehatan. Posted in Pengantar

Reportase

“Sosialisasi Dokumen RFP dan RAN Kesehatan Ibu”

& Integrasi usulan Renja OPD 2019 dengan Dokumen RFP dan RAN Kesehatan Ibu

 konseling-9-10-april-2018-3

Dokumen Right-Familiy Planning dan Rencana Aksi Nasional Kesehatan Ibu        (2016-2030) merupakan dokumen strategis yang dibuat sebagai acuan dalam perencanaan nasional terkait kesehatan ibu dan Keluarga Berencana. Dalam kegiatan modelling ini, diharapkan juga bahwa kedua dokumen ini dapat menjadi referensi dan standar dalam perencanaan dan penganggaran di OPD kabupaten yang tertuang dalam Rencana Kerja (RENJA) OPD Dinas Kesehatan dan Dinas Dalduk-KB.

Selengkapnya

Reportase

Rapat Konsolidasi Perencanaan dan Penganggaran Keluarga Berencana dan Kesehatan Ibu Berbasis Hak Terintegrasi

 KIA-&-KB--1

Rapat konsolidasi program KIA & KB telah dilaksanakan pada Selasa-Rabu, 27 – 28 Maret 2018 di Hotel Santika, Jogja. Rapat disiapkan oleh tim PKMK FKKMK UGM, mengundang dan dihadiri oleh tim dari pusat, yakni Kementerian Kesehatan, UNFPA, Bappenas, dan BKKBN.

Berikut merupakan rincian kegiatan dari rapat konsolidasi Perencanaan dan Penganggaran Keluarga Berencana dan Kesehatan Ibu Berbasis Hak Terintegrasi. Rapat dibuka oleh Melania Hidayat dari UNFPA, kemudian dilanjutkan pemaparan oleh Dr. dr. Dwi Handono Sulistyo, M.Kes, berkaitan dengan “TOR dan Design OR” (PKMK FKKMK UGM).

Selengkapnya

Continue Reading No Comments

13 Apr2018

Arsip Agenda 2018

13/04/2018. Written by Manajemen Pelayanan Kesehatan. Posted in Arsip Reportase

Seminar Nasional: Peran Dinas Kesehatan Dalam Sistem Kesehatan yang “Terfragmentasi” di Era JKN

Yogyakarta, 12 Maret 2018

Klik Disini

Continue Reading

13 Apr2018

Rapat Konsolidasi Perencanaan dan Penganggaran Keluarga Berencana dan Kesehatan Ibu Berbasis Hak Terintegrasi

13/04/2018. Written by Manajemen Pelayanan Kesehatan. Posted in Modelling

Reportase

Rapat Konsolidasi Perencanaan dan Penganggaran Keluarga Berencana dan Kesehatan Ibu Berbasis Hak Terintegrasi

Selasa -Rabu, 27 – 28 Maret 2018

 

Rapat konsolidasi program KIA & KB telah dilaksanakan pada Selasa-Rabu, 27 – 28 Maret 2018 di Hotel Santika, Jogja. Rapat disiapkan oleh tim PKMK FKKMK UGM, mengundang dan dihadiri oleh tim dari pusat, yakni Kementerian Kesehatan, UNFPA, Bappenas, dan BKKBN.

 KIA-&-KB--1

Berikut merupakan rincian kegiatan dari rapat konsolidasi Perencanaan dan Penganggaran Keluarga Berencana dan Kesehatan Ibu Berbasis Hak Terintegrasi. Rapat dibuka oleh Melania Hidayat dari UNFPA, kemudian dilanjutkan pemaparan oleh Dr. dr. Dwi Handono Sulistyo, M.Kes, berkaitan dengan “TOR dan Design OR” (PKMK FKKMK UGM).

Dalam diskusi, terdapat beberapa pokok bahasan, tentang irisan “TOR dan Design OR”, fokus sasaran WUS dengan PUS atau semua WUS, instansi yang terlibat (apakah perlu ditambah KUA atau Dinas Pendidikan), kemudian kondisi dan suasana “kebatinan” di kabupaten masih memiliki ego sektoral yang tinggi. Implementasi BL saat ini masih fokus pada tim teknis, belum sampai pada tim yang jauh lebih tinggi. Terkait dengan OR atau pendampingan, tim lapangan sedang fokus pada pendampingan, yakni penurunan AKI agar kontribusi dari masing-masing OPD jelas, sehingga dapat terintegrasi. Dalam hal ini, muncul sebuah harapan, bahwa bentuk integrasi harus terwujud pada Rencana Aksi Daerah (RAD) lintas OPD pada kurun waktu 5 tahun, yang menjadi kendala adalah belum ada sistem informasi yang terintegrasi antara dinas kesehatan, OPD, KB dan rumah sakit.

 KIA-&-KB--2

Melania Hidayat menyampaikan paparan “Workshop RFP Piloting” (UNFPA), diawali dengan penjelasan mengenai latar belakang mengapa piloting ini dibutuhkan, bahwa semakin menurunnya komitmen nasional, kontribusi KB terhadap penuruanan AKI masih belum terlihat, peran terlalu difokuskan di kabupaten pada saat pasca desentralisasi, kemudian KB merupakan bagian dari health system.

Terkait dengan Right Based Family Planning (RFP), memiliki 8 elemen yang perlu diperhatikaan, diantaranya:

  1. Hak terhadap akses keinformasi KB dan pelayanan dengan standar tertinggi
  2. Keadilan dalam akses
  3. Pendekatan sistem kesehatan yang dapat diterapkan di sektor pemerintah dan swasta:
  4. Integrasi KB dalam kontinum pelayanan kesehatan reproduksi
  5. Standar etika dan profesional dalam memberikan pelayanan keluarga berencana
  6. Perencanaan program berbasis bukti
  7. Transparansi dan akuntabilitas
  8. Pelayanan yang sensitif gender
  9. Sensitivitas budaya
  10. Kemitraan

Jika FP ini disusun berdasarkan data yang tepat, maka dapat mendiagnosa kebutuhan ibu hamil dengan tepat, sehingga goals Dari FP ini dapat memberikan kontribusi secara langsung yakni menurunkan AKI.Berdasarkan hal ini, poin yang ingin dilihat ialah apakah strategi yang dibuat dalam FP ini “feasible” dilakukan di daerah atau tidak? Seberapa besar deviasinya dengan kondisi serta fakta di lapangan/ kabupaten piloting ini? Jika dilapangan terdapat strategi-strategi/ kegiatan yang belum tercantum dalam RFP, hal tersebut akan memperkaya informasi-informasi, serta kegiatan yang dimuat dalam modul RFP, pemaparan Melania Hidayat.

Bebarapa hasil penting dalam diskusi, yaitu sebagai berikut :

  1. RFP merupakan bentuk ideal, diharapkan kabupaten hanya memiliki dari menu-menu yang terdapat dalam RFP;
  2. Titik berat dari RFP adalah kontribusi KB, bagaimana caranya agar dapat menurunkan AKI, karena hasil evidence based globalà kontribusi KB terhadap kematian ibu adalah 25 – 30%;
  3. Pijakan dasar belum mantap, masih terbagi antara RAN dan RFP, framework yang disusun tim PKMK UGM sudah merupakan kontribusi dari KB. Framework ini menunjukkan continum of care secara keseluruhan, untuk KB bagaimana melakukan monitoring ketahanan keluarga agar dapat melihat apa saja kegiatan yang sudah dijalankan di kabupaten à kemudian dibandingkan dengan dokumen RFP atau RAN;
  4. Kabupaten perlu memahami isi dokumen RFP atau RAN;
  5. Kabupaten perlu meniru atau mencoba melakukan RFP, dengan melihat care pathways à dapat memperjelas atau diperjelas kembali siapa melakukan apa, perlu diperhatikan juga, jika FKTP swasta terlibat untuk KB pascasalin;
  6. Perlunya kebijakan dari Bappenas untuk menguatkan perencanaan yang terintegrasiini, dan juga peran legislatif (DPRD);
  7. Dalam care pathways, perlu dijelaskan pembagian tugas untuk masing-masing OPD, dengan menjabarkan care pathways agar dapat menempatkan layanan untuk kualitas, panduan, SOP, sarana, pelatihan, dan kebutuhan alat kontrasepsi, kabupaten perlu merinci estimasi kebutuhan alkon;
  8. Care pathways, secara makro sudah menembak strategi yang ada di dokumen RFP, kegiatan yang dilakukan baru sampai pendekatan dengan masing-masing OPD (Jalin trust), belum sampai pada tahap teknis;
  9. Pada proyek ini perlu ditegaskan adalah OR, mengingat EC yang sudah keluar;
  10. Terkait dengan blended learning (BL), PKMK UGM hanya memfasilitasi untuk appointment pertemuan, audiensi, dan mencari data di lapangan, sedangkan BL akan dilakukan Tim Pusat (Peran PKMK UGM, fokus pada budgeting dan planning);
  11. Untuk dokumen akhir, Renja 2018 untuk di-review dan Renja 2019 untuk di-input mengenai integrasi KI-KB ini;
  12. RAB tidak mengubah rupiah, hanya mengubah peruntukkan dana;
  13. RAB direvisi tetapi tanpa mengubah nominal Rupiah yang ada di RAB, hanya menggeser kegiatan atau item-item yang memang tidak diperlukan seperti tim ahli dilapangan.
KIA-&-KB--3

Oleh : Elva Noor Endah Rosmalia, S.H., MH.Kes. 

Continue Reading No Comments

09 Apr2018

Primary care doctors may be unsure when kids’ bad moods are serious or not

09/04/2018. Written by Manajemen Pelayanan Kesehatan. Posted in Berita

All children have moments of moodiness, but family medicine doctors and pediatricians may doubt their abilities to tell the difference between normal irritability and possibly bigger issues, according to Penn State researchers.

When the researchers interviewed a group of health care providers, they found that the primary care providers and pediatricians were less confident than the child and adolescent psychiatrists in their ability to tell whether irritability in young patients was normal or could be linked to a deeper mental health issues.

They also found that primary care providers and pediatricians were more likely to prescribe medications when they thought there was a problem, while psychiatrists were more likely to start with behavioral therapy.

Anna Scandinaro, medical student, Penn State College of Medicine, said that as problems like bullying and school shootings rise, it’s important for health care providers to be able to identify children and adolescents whose problems may go deeper than typical moodiness. She said increasing education for these providers may be a good place to start.

“We need to start asking if there’s anything we can do to prevent these things from happening,” Scandinaro said. “There’s a lot of concern right now about children’s mental health, and we wanted to compare how different practitioners go about trying to figure out who’s going through normal irritability and who may benefit from additional treatment.”

Irritability is a normal part of a child’s development, but the researchers said it can also be a symptom of mental health disorders like disruptive mood dysregulation disorder. Scandinaro said it can be difficult for doctors to tell the difference between acute irritability — an adolescent being grumpy for a few days because he was grounded — and chronic irritability, which could signal possible problems with mental health.

Participants for the study were recruited from a large, academic medical center and included family medicine, pediatric and psychiatry providers. The researchers interviewed the 17 providers about how they define irritability in their school-age patients, how they evaluate irritability, and how they differentiate between normal and abnormal irritability, among other questions.

“We found that family medicine physicians and pediatricians feel as though they don’t have the resources and the training they need to effectively evaluate irritability in the clinic setting, especially in the limited amount of time that they have,” Scandinaro said. “But at the same time, there is a national shortage of child and adolescent psychiatrists, increasing the need for primary care providers to be more comfortable in determining who needs to see a specialist. So even though the study was preliminary, it shows we need to improve education for primary care providers.”

The researchers also found that while family medicine providers looked for anxiety and problems in school as symptoms of irritability, psychiatrists tended check if children exhibited a negative mood or a hard time dealing with frustration. Family care providers also reported being comfortable prescribing medications but would be more likely to refer the patient to a specialist if more stronger medications and treatment were needed.

All participants agreed that a lack of time with patients, as well as few concrete guidelines about what defined irritability and how to treat it, made diagnosing patients more difficult.

While the results — published today (April 5) in the Primary Care Companion for CNS Disorders – suggest that primary care providers may not be confident evaluating irritability, even though the majority of children receive mental health care in a primary care setting, according to the National Institute of Mental Health.

Scandinaro said additional training and education may help primary care providers and pediatricians be more confident in diagnosing their younger patients.

“A possible next steps could be to create an educational tool that could be used as a quick way for primary care providers to help evaluate their patient,” Scandinaro said, “and to help them decide if it’s normal irritability or something that requires them to see a specialist.”

Scandinaro also noted that it’s important for parents to follow their gut when they notice something seems wrong with their child, and they should always talk to their doctor if concerned.

“If you think that something is going on, make it a priority to talk to your doctor about it. Don’t be afraid to mention it if something seems not to be right,” Scandinaro said. “Irritability doesn’t always mean that the child is bipolar or has a severe mental illness, and medication doesn’t always have to be the first option. But it’s important to talk about it.”

Usman Hameed, assistant professor of psychiatry, and Cheryl A. Dellasega, professor of medicine and humanities, also participated in this research.

A Qualitative Research Initiative Award helped fund this project.

Source: sciencedaily.com

Continue Reading No Comments

  • 1
  • ...
  • 211
  • 212
  • 213
  • 214
  • ...
  • 270

Artikel Terbaru

Memahami Peran Paramedis dalam Perawatan Primer

Kajian Ketidaksetaraan Kesiapan Pelayanan dan Pengetahuan Provider di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Indonesia

Kebijakan Kesehatan Mental di Indonesia

Kualitas Hidup yang Berhubungan dengan Kesehatan dan Pemanfaatan Perawatan Kesehatan

Analisis Kebijakan Pendekatan Perawatan Kesehatan Primer di Liberia

Semua Artikel

Berita Terbaru

Kades Dan UPT Puskesmas Posek Jalin Kerjasama Peningkatan Pelayanan Kesehatan

18 October 2022

Dinkes Kulon Progo diminta mengevaluasi pelayanan pasien Puskesmas Wates

18 October 2022

Puskesmas Ambal-ambil Kejayan Buat Inovasi Ini agar Warga Tak BAB di Sungai

13 October 2022

Puskesmas Grabagan Gandeng Yayasan ADRA Gelar Diskusi Interaktif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

13 October 2022

Bangkalan Menuju UHC, Seluruh Puskesmas Diberi Pemahaman Aplikasi E DABU

11 October 2022

Semua Berita

  • Home
  • Tentang Kami
  • Jurnal
  • Arsip Pengantar