• Home
  • Tentang Kami
  • Jurnal
  • Arsip Pengantar
24 Oct2017

Potensi Opini Publik Dalam Mengatasi Health Inequity

24/10/2017. Written by Manajemen Pelayanan Kesehatan. Posted in Artikel MPK

PHCM9626

Pengentasan health inequity masih terus menjadi sorotan dan agenda masyarakat dunia khususnya negara-negara yang tergolong kategori berpendapatan rendah dan sedang berkembang.  Selain merupakan salah satu bentuk social determinant of health, alasan mendasar mengapa health inequity harus diselesaikan meliputi dua pertimbangan penting yaitu 1)setiap manusia memiliki hak asasi yang sama untuk hidup sehat; dan 2) kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan manusia sehingga mampu hidup secara layak dan berproduktif. Terjadinya health inequity erat kaitannya dengan proses pelayanan kesehatan yang tersedia bagi masyarakat. Kedudukan sektor kesehatan sebagai public goods telah mengerakkan pelayanan kesehatan pada proses transaksi pasar (market transaction). Beberapa kondisi ini apabila tidak diawasi secara baik maka dapat menjadi salah satu penyebab terganggunya proses pelayanan kesehatan dari provider (penyedia layanan) sehingga terjadi disparitas pada segmen (kelompok) masyarakat tertentu.

Sebagai “nahkoda” negara, kedudukan dan fungsi pemerintah yang memiliki kekuasaan dan tanggung jawab untuk mengatasi persoalan health inequity masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Secara normatifd pemerintah harus bisa menjamin tidak terjadi inequity dalam status kesehatan. Peran sebagai regulator, beberapa langkah yang telah dilakukan oleh pemerintah guna menjamin kualitas layanan dan kepuasan pasien adalah mengetahui apa yang dibutuhkan masyarkat terkait kesehatan khususnya masyarakat miskin yang selanjutnya kebutuhan tersebut ditindaklanjuti melalui pengaturan dan perumusan kebijakan pelayanan provider sebagai perpanjangan tangan pemerintah baik itu swasta atau yang dikelola secara langsung oleh pemerintah. Namun, dalam pelaksanaannya fungsi dan tanggung jawab pemerintah dihadapkan pada persoalan konsistensi dan keseriusan yang sangat mempengaruhi komitmen dan kemauan politis sehingga menjadi tantangan serius bagi efektivitas dan efisiensi pengentasan health inequity.

Kondisi tersebut melahirkan kegagalan pemerintah dalam menjadi “nahkoda” negara yang ditandai dengan dua kondisi yakni pertama pemerintah tidak bisa memenuhi atau tidak mendengarkan apa yang diminta masyarakat (voice) hal ini terjadi apabila pembuat kebijakan berada pada level administrasi yang tinggi sehingga tidak “dekat” dengan masyarakat. Kedua pembuatan kebijakan tidak mampu mengawal penyampaian aspirasi masyarakat ke provider pelayanan. Dengan adanya permasalahan tersebut maka peran tunggal yang dilakoni oleh pemerintah untuk saat ini bukan merupakan suatu jaminan untuk bisa menyelesaikan persoalan health inequity. Pemerintah perlu berpikir lebih realistis dengan melihat potensi sekitar yang bisa bersinergi.

Kirst et al (2017) menegaskan bahwa untuk mengatasi health inequity maka yang diperlukan bukanlah power tetapi lebih pada power dan sinergi pemerintah dan masyarakat. Kontribusi masyarakat terhadap pengentasan masalah inequity dapat diakomodir dengan mendengarkan opini publik terhadap upaya pengentasan inequity. Meskipun tidak secara langsung dapat meningkatkan akses, dan kualitas layanan kesehatan, opini publik merupakan bagian dari strategi menghilangkan inequity karena peran keberpihakan masyarakat sangat membantu pemerintah untuk merumuskan strategi yang bersifat komprehensif. Dengan mendengarkan dan mengakomodir opini masyarakat, pemerintah bisa merumuskan intervensi yang lebih potensial untuk mengatasi permasalahan health inequity. Opini publik yang dimaksud bukan semata-mata terbatas pada persepsi atau pendapat masyarakat tentang apa yang dibutuhkan tetapi lebih pada bagaimana pemerintah bisa merumuskan formulasi intervensi yang komprehensif. Simak artikel selengkapnya pada laman berikut.

Continue Reading No Comments

24 Oct2017

TOR Sinkronisasi RPJMD – RPJMN Sub Bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat

24/10/2017. Written by Manajemen Pelayanan Kesehatan. Posted in Agenda

Kerangka Acuan Kegiatan (Term of Reference)

Workshop Pre Forum Nasional JKKI 2017

Sinkronisasi RPJMD – RPJMN Sub Bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat

 

pengantar-transPengantar

Upaya untuk menjamin sinkronisasi perencanaan pembangunan nasional dengan rencana pembangunan provinsi dan kabupaten/ kota telah lama dilakukan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas. Pada perencanaan pembangunan nasional sub bidang kesehatan dan gizi masyarakat telah dihasilkan suatu Modul Sinkronisasi RPJMD dengan RPJMN. Modul ini dikembangkan dalam format hardcopy dan versi online, yang dilengkapi dengan Modul Pembelajaran dan Buku Kerja untuk memudahkan upaya sinkronisasi yang diharapkan. Terbitnya Surat Edaran Bersama (SEB) Nomor: 050/4936/SJ dan Nomor: 0430/M.PPN/12/2016 dari Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas menjadi momentum dan payung hukum untuk mendukung terselenggaranya sinkronisasi RPJMD-RPJMN. Hal ini makin terasa penting mengingat banyaknya daerah yang melaksanakan pemilukada. Menurut Permendagri No. 54 Tahun 2010 Pasal 75 ayat (1), Bupati/ Walikota harus menyampaikan rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD kabupaten/ kota paling lama 5 (bulan) setelah dilantik. Rancangan Perda tersebut, menurut Pasal 76 Permendagri No. 54 Tahun 2010, harus sudah ditetapkan paling lambat 6 bulan setelah Bupati/ Walikota dilantik.

icon-tujuanTujuan

  • Memberikan pemahaman mengenai kaitan antara RPJMN 2012-2019 dan kebijakan sinkronisasi RPJMD-RPJMN Sub Bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat
  • Memberikan pemahaman mengenai konsep dan pola pikir sinkronisasi RPJMD dan RPJMN
  • Mensimulasikan tahap-tahap sinkronisasi RPJMD dan RPJMN

Pada akhir pelatihan, peserta diharapkan dapat mempresentasikan hasil sinkronisasi RPJMD-RPJMN daerah masing-masing.

jam_iconTempat, Waktu dan Tanggal Pelaksanaan

Kegiatan ini akan dilaksanakan pada :

       Hari, Tanggal                       : Selasa, 24 Oktober 2017

       Waktu                                    : 08.00 – 16.00 WIB

       Tempat                                  : Gadjah Mada University Club (UC) Hotel UGM

people-iconTarget Peserta

Peserta yang menjadi sasaran adalah akademisi, praktisi, dan fasilitator dari institusi pemerintahan dan pendidikan, khususnya yang memiliki minat dalam kegiatan pendampingan perencanaan kesehatan dan sinkronisasi RPJMD-RPJMN. Peserta diharapkan membawa laptop masing-masing dan data sekunder terkait cascading perencanaan dari daerah masing-masing yang disertai rancangan RPJMD terbaru atau dokumen RPJMD periode sebelumnya.

 

calendar_iconAgenda Acara

Waktu Durasi Materi Deskripsi
07.30 – 08.00 30’ Registrasi
08.00 – 08.30 30’

Konsep dan Pola Pikir Sinkronisasi RPJMD-RPJMN

Dr. dr. Dwi Handono Sulistyo, MKes

Materi
Fasilitator menjelaskan konsep, pola pikir, dan tahap-tahap sinkronisasi RPJMD-RPJMN
08.30 – 10.00 90’

Sinkronisasi Isu Strategis, Sasaran, Target, Arah Kebijakan, dan Strategi

Budi Eko Siswoyo, SKM., MPH

Fasilitator menjelaskan dan mensimulasikan sinkronisasi isu strategis, sasaran, target, arah kebijakan, dan strategi
10.00 – 10.30 30’ Coffee Break
10.30 – 12.00 90’

Sinkronisasi Program, Kegiatan, Kerangka Pendanaan dan Indikasi Lokasi

M. Faozi Kurniawan, SE. Ak, MPH

Fasilitator menjelaskan dan mensimulasikan sinkronisasi program, kegiatan, kerangka pendanaan, dan indikasi lokasi
12.00 – 13.00 60’ Lunch Break
13.00 – 14.00 60’ Hasil Sinkronisasi dan Pengalaman dari Tim Sinkronisasi RPJMD kabupaten Kulon Progo Fasilitator memfasilitasi diskusi bersama tim sinkronisasi
14.00 – 15.00 60’ Hasil Sinkronisasi dan Pengalaman dari Tim Sinkronisasi RPJMD kota Yogyakarta Fasilitator memfasilitasi diskusi bersama tim sinkronisasi
15.00 – 16.00 60’

Rencana Tindak Lanjut

Dr. dr. Dwi Handono Sulistyo, MKes

Materi
Fasilitator menjelaskan rencana tindak lanjut konsep sinkronisasi RPJMD-RPJMN
16.00 Penutup

 

informasi-icon-2Informasi dan Pendaftaran

Maria Lelyana (Ibu Lely)

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM

Phone: 0274 – 549425

Hp: 081 329 760 006

Email: lelyana.pkmk@gmail.com

Biaya Workshop

  • Biaya: Rp 500.000,-/peserta
  • Jumlah peserta maksimal 20 orang

cp-iconFasilitator

  1. Dr. dr. Dwi Handono Sulistyo, MKes
  2. Budi Eko Siswoyo, SKM., MPH
  3. M. Faozi Kurniawan, SE. Ak, MPH

 

materi_iconPENUTUP

Demikian Kerangka Acuan ini disusun sebagai panduan penyelenggaraan kegiatan. Dalam pelaksanaannya terbuka kemungkinan untuk dilakukan penyesuaian.

Continue Reading

20 Oct2017

Pengantar: 17 – 23 Oktober 2017

20/10/2017. Written by Manajemen Pelayanan Kesehatan. Posted in Pengantar

Peran Middle Manajer dalam Inovasi Pelayanan Kesehatan

mpk-pengantar-16-oktober

Paradigma New Public Management (NPM) muncul pada 1970-an, namun baru menguat dan dikenal luas pada  1990-an sampai saat ini. Paradigma NPM pada dasarnya berprinsip bahwa menjalankan roda organisasi harus berbasis pada ideologi kebebasan dan pembaharuan. Paradigma NPM memiliki tujuan agar birokrasi model lama yang bersifat lamban, kaku dan banyak masalah, siap menjawab tantangan zaman yang masalahnya semakin berkembang dan kompleks. Model birokrasi yang hirarkis-formalistis tidak lagi relevan untuk menjawab problem publik di era globalisasi. Keterlibatan middle manajer sebagai perpanjangan tangan top manager (manajer puncak) telah menjadi perhatian serius ketika organisasi terus berubah dengan menerapkan inovasi.

Sebagai salah satu sektor yang sangat menarik perhatian pemerintah dan masyarakat dunia, kontribusi dan pengaruh individu dan organisasi terhadap pemberian layanan kesehatan yang berkualitas merupakan bentuk empiris perubahan dalam organisasi. Struktur birokrasi yang rumit cenderung tidak digunakan karena menghambat kinerja dan efektivitas kegiatan organisasi. Peran manajer menjadi penting ketika mereka diharuskan membawa organisasi menuju tujuan. Peran middle manajer sangat dominan ketika menjadi jembatan antara manajer puncak dan frontline (staf pelaksana harian). Kegagalan mengimplementasikan inovasi dalam organisasi pelayanan kesehatan sering terjadi saat keputusan dan komitmen pelaksanaan inovasi yang berada pada level manajer puncak tidak sampai ke level frontline.

Selengkapnya

Continue Reading No Comments

20 Oct2017

Peran Middle Manajer dalam Inovasi Pelayanan Kesehatan

20/10/2017. Written by Manajemen Pelayanan Kesehatan. Posted in Artikel MPK

mpk-pengantar-16-oktober

Paradigma New Public Management (NPM) muncul pada 1970-an, namun baru menguat dan dikenal luas pada  1990-an sampai saat ini. Paradigma NPM pada dasarnya berprinsip bahwa menjalankan roda organisasi harus berbasis pada ideologi kebebasan dan pembaharuan. Paradigma NPM memiliki tujuan agar birokrasi model lama yang bersifat lamban, kaku dan banyak masalah, siap menjawab tantangan zaman yang masalahnya semakin berkembang dan kompleks. Model birokrasi yang hirarkis-formalistis tidak lagi relevan untuk menjawab problem publik di era globalisasi. Keterlibatan middle manajer sebagai perpanjangan tangan top manager (manajer puncak) telah menjadi perhatian serius ketika organisasi terus berubah dengan menerapkan inovasi.

Sebagai salah satu sektor yang sangat menarik perhatian pemerintah dan masyarakat dunia, kontribusi dan pengaruh individu dan organisasi terhadap pemberian layanan kesehatan yang berkualitas merupakan bentuk empiris perubahan dalam organisasi. Struktur birokrasi yang rumit cenderung tidak digunakan karena menghambat kinerja dan efektivitas kegiatan organisasi. Peran manajer menjadi penting ketika mereka diharuskan membawa organisasi menuju tujuan. Peran middle manajer sangat dominan ketika menjadi jembatan antara manajer puncak dan frontline (staf pelaksana harian). Kegagalan mengimplementasikan inovasi dalam organisasi pelayanan kesehatan sering terjadi saat keputusan dan komitmen pelaksanaan inovasi yang berada pada level manajer puncak tidak sampai ke level frontline.

Untuk mewujudkan implementasi inovasi yang efektif, maka kedudukan dan peran middle manajer sangat perlu diperhatikan. Engle et al (2017) mengemukakan beberapa komponen penting tentang peran middle manajer guna mensukseskan implementasi inovasi dalam organisasi pelayanan kesehatan. Komponen tersebut merupakan penjabaran dari dua pendekatan teori yaitu teori peran middle manajer dan Organizational Transformation Model. Peran difusi informasi menjadi komponen pertama yang ditegaskan oleh Engle et al, dimana seorang middle manajer berperan menyebarkan informasi dari atasan ke staf pelaksana. Konteks tersebut mengharuskan middle manajer mampu melakukan sintesis informasi membantu manajer puncak untuk bisa menintepretasikan pesan atau informasi kepada staf pelaksana. Selain itu, pengembangan strategi kerja dan “menjual” inovasi kepada seluruh staf juga merupakan peran middle manajer guna mewujudkan internalisasi inovasi dalam budaya kerja organisasi.

Implikasi praktis dengan adanya komponen peran tersebut adalah sangat membantu manajer puncak untuk implementasi inovasi dalam organisasi secara keseluruhan. Potensi dan peran strategis yang dimainkan oleh middle manajer seyogianya merupakan masukan bagi manajer puncak untuk melakukan akselerasi internalisasi praktik inovasi dalam organisasi. Simak artikel selengkapnya.

Continue Reading No Comments

10 Oct2017

Pengantar: 10 – 16 Oktober 2017

10/10/2017. Written by Manajemen Pelayanan Kesehatan. Posted in Pengantar

Model Intraorganizational dalam Organisasi Kesehatan

(Pose Bersama Puskesmas Betun, Tim Pendamping Dinkes Provinsi dan Kabuapten)

Perubahan dalam siklus perkembangan organisasi merupakan bentuk respon organisasi menghadapi berbagai macam tuntutan kebutuhan. Tuntutan itu sendiri timbul sebagai akibat pengaruh lingkungan (eksternal dan internal) organisasi yang selalu berubah yang “memaksa” organisasi harus dapat menyesuaikan diri dengan melakukan berbagai perubahan dalam “dirinya”. Dalam bidang kesehatan, perubahan organisasi dapat dilakukan melalui reformasi kebijakan, redesign dan inovasi. Perubahan organisasi kesehatan secara khusus lebih mengarah pada peningkatan kualitas pelayanan dengan memaksimalkan supply side (penyediaan) untuk memenuhi demand (permintaan) dari masyarakat. Perubahan-perubahan yang terjadi tentunya bertujuan meningkatkan efisiensi dan produktivitas organisasi, meningkatkan kemampuan organisasi dalam menghadapi berbagai faktor yang menyebabkan perubahan organisasi sehingga organisasi mampu bertahan dan berkembang, mengadakan penyesuaian-penyesuaian seperlunya sehubungan dengan perubahan-perubahan tersebut, dan untuk mengendalikan suasana kerja sehingga anggota organisasi tidak terpengaruhi atas perubahan-perubahan yang sedang berlangsung.

Selengkapnya

Continue Reading No Comments

  • 1
  • ...
  • 227
  • 228
  • 229
  • 230
  • ...
  • 270

Artikel Terbaru

Memahami Peran Paramedis dalam Perawatan Primer

Kajian Ketidaksetaraan Kesiapan Pelayanan dan Pengetahuan Provider di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Indonesia

Kebijakan Kesehatan Mental di Indonesia

Kualitas Hidup yang Berhubungan dengan Kesehatan dan Pemanfaatan Perawatan Kesehatan

Analisis Kebijakan Pendekatan Perawatan Kesehatan Primer di Liberia

Semua Artikel

Berita Terbaru

Kades Dan UPT Puskesmas Posek Jalin Kerjasama Peningkatan Pelayanan Kesehatan

18 October 2022

Dinkes Kulon Progo diminta mengevaluasi pelayanan pasien Puskesmas Wates

18 October 2022

Puskesmas Ambal-ambil Kejayan Buat Inovasi Ini agar Warga Tak BAB di Sungai

13 October 2022

Puskesmas Grabagan Gandeng Yayasan ADRA Gelar Diskusi Interaktif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

13 October 2022

Bangkalan Menuju UHC, Seluruh Puskesmas Diberi Pemahaman Aplikasi E DABU

11 October 2022

Semua Berita

  • Home
  • Tentang Kami
  • Jurnal
  • Arsip Pengantar