Peran Puskesmas sebagai gate keeper pelayanan sebelum rujukan sekunder dan tersier telah diperkuat dengan diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Adanya JKN, dokter diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kesehatan dasar masyarakat dengan mengelola sebagian besar masalah pasien di level Puskesmas. Dalam pelaksanaan JKN, sektor layanan primer didukung melalui skema pembayaran kapitasi. Model kapitasi yang populer ketika konsep Health Maintenace Organizatioan (HMO) pada awal tahun 1970-an merupakan cara pembayaran oleh pengelola dana (BPJS Kesehatan) kepada penyelenggara pelayanan kesehatan primer (primary health provider) untuk pelayanan yang diselenggarakannya, yang besar biayanya tidak dihitung berdasarkan jenis dan ataupun jumlah pelayanan kesehatan yang diselenggarakan untuk tiap pasien, melainkan berdasarkan jumlah pasien yang menjadi tanggungannya.
Sistem pembayaran kapitasi ini dimaksudkan untuk memungkinkan layanan perawatan primer difokuskan pada upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit di samping tindakan kuratif. Selain itu JKN juga memperkenalkan beberapa peraturan baru jika dibandingkan dengan skema asuransi sebelumnya. Di masa lalu, melalui skema Askes dan Jamkesmas pasien bebas mengakses layanan perawatan primer dan mudah mendapatkan surat rujukan dari dokter umum (GP) untuk mengakses layanan sekunder ke rumah sakit. Namun, di bawah skema JKN, pasien harus mendaftarkan diri secara formal dan layanan terbatas pada fasilitas yang memiliki kerja sama dengan BPJS.
Beberapa isu penting muncul pada tahun-tahun pertama implementasi JKN. Hadirnya skema JKN dan kepesertaannya jika dibandingkan dengan total keanggotaan skema asuransi sebelumnya di tahun 2012 (155 juta anggota), keanggotaan JKN baru mencapai 125 juta anggota pada pertengahan 2014. Selain itu secara nasional, tingkat rujukan dari layanan primer ke sekunder secara keseluruhan adalah 17%, tetapi rujukan di beberapa provinsi seperti di Yogyakarta, Jawa Timur dan Jakarta jauh lebih tinggi, mencapai 55% pada kasus tertentu. Dengan tingkat rujukan yang tinggi ini mungkin banyak rujukan tidak pantas seperti hipertensi esensial, dispepsia, dan fisik secara umum pemeriksaan kondisi yang harus dikelola di tingkat perawatan primer.
Ekawati et al (2017) secara khusus, mengidentifikasi pandangan pasien yang dapat menghambat pelaksanaan peran gate keeper Puskesmas di Indonesia. Beberapa faktor seperti penilaian pasien tentang ketersediaan dan akses perawatan medis yang dekat dengan rumah, kurangnya kepercayaan (trust) mereka terhadap dokter di Puskesmas dan kecemasan kehilangan perawatan di rumah sakit tampaknya berdampak terhadap cakupan kepersertaan JKN. Peningkatan kapasitas Puskesmas melalui akreditasi tidak mungkin menjadi jaminan tercapainya tujuan JKN apabila pasien dipisahkan dari perbaikan sistem layanan. Pengalaman dan pandangan pasien selama pelaksanaan JKN menjadi faktor penting yang mempengaruhi keputusan pasien akan ikut serta dalam JKN. Perlunya mendapatkan informasi tentang pandangan pasien penting karena pasien adalah pihak yang menerima perawatan kesehatan, dan pengalaman mereka mewakili kondisi yang sebenarnya. Beberapa bukti menunjukkan bahwa saat ini tingkat kepuasan pasien JKN masih rendah dan keluhan dari anggota JKN yang berasal masyarakat miskin. Dengan memperhatikan faktor pengalaman dan pandangan pasien tentunya dapat menyeimbangkan perbaikan kualitas layanan baik dari sisi supply maupun demand.
Artikel selengkapnya