Reportase
Beban Kerja dan Insentif Tenaga Kesehatan:
Pengalaman di RS dan Bagaimana Peluangnya di Puskesmas
Likke Putri dari PKMK FK UGM membuka sesi dengan pemaparan singkat mengenai adanya gap antara sistem pembayaran di tingkat fasilitas dengan tingkat individu. Kapitasi Berbasis Komitmen Pelayanan (KBK) yang ditetapkan oleh Kemenkes dan BPJS Kesehatan telah menerapkan sistem pembayaran kepada fasilitas kesehatan berdasarkan kinerja dari masing-masing fasilitas. Semakin baik angka pencapaian indikator KBK, maka yang dibayarkan kepada provider semakin banyak dan sebaliknya. Namun, pembagian jasa pelayanan kepada individu tidak berdasarkan kinerja tenaga kesehatan. Berdasarkan situasi tersebut, perlu adanya penguatan sistem insentif untuk individu-individu di puskesmas supaya insentif yang diberikan sebanding dengan kinerja masing-masing tenaga kesehatan.
Di sesi berikutnya, Andreasta Meliala, pakar SDM Kesehatan dari Fakultas Kedokteran UGM memaparkan lebih lanjut mengenai pengalamannya dalam menerapkan sistem pembayaran berbasis kinerja petugas atau pay-for-performance. “Indikator penilaian untuk kinerja harus berdasarkan outcome yaitu kompetensi, jenis profesi, beban kerja dan outcome pelayanan”, papar Andreasta. Kompetensi yang dimaksud di sini meliputi kuratif, rehabilitatif, promotif dan preventif dan outcome pelayanan dapat meliputi tingkat kesembuhan, tingkat kepuasan pasien dan efisiensi. Kinerja institusi pelayanan kesehatan berkaitan dengan kinerja SDM kesehatan yang ada dalam organisasi tersebut. Tahapan dalam penilaian kinerja pada puskesmas terdiri dari tahapan deskriptif, analisis, implementasi dan evaluasi yang bertujuan melihat sejauh mana daya ungkit insentif terhadap kinerja. Adanya sistem pembayaran berdasarkan kapitasi berbasis komitmen maka kita perlu melakukan sistem insentif berdasarkan kinerja berdasarkan kontrak insitusi pelayanan kesehatan dengan BPJS.
Emmilya Rossa selaku Kapusrengun BPPSDM Kemenkes RI menyebutkan bahwa Kementerian Kesehatan RI telah mengeluarkan peraturan Kepmenkes Nomor 857 tahun 2009 tentang pedoman penilaian kinerja SDM kesehatan. Dalam dokumen tersebut, telah diatur penghitungan kinerja dari seorang tenaga kesehatan dan bagaimana hasil perhitungan itu dapat berdampak pada insentif finansial yang diterimanya. Namun demikian, peraturan ini masih belum diterapkan oleh banyak Dinas Kesehatan karena kurang tersosialisasikannya peraturan tersebut pada pemerintah daerah.
Ganda Raja Partogi Sinaga, Kasubdit Puskesmas Kemenkes RI menekankan bahwa puskesmas memiliki tanggung jawab tidak hanya pada kesehatan individu (Upaya Kesehatan Perorangan) tetapi juga kesehatan berbasis populasi melalui kegiatan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Terkait sistem insentif berbasis kinerja, puskesmas dengan sistem BLUD sebenarnya dapat menentukan sendiri sistem pembayaran di masing-masing fasilitas, namun demikian masih belum diterapkan. Bagi beberapa puskesmas yang telah menerapkan, belum memasukkan kegiatan UKM sebagai indikator penetapan kinerja.
Dengan demikian, kita perlu mengeksplorasi lebih lanjut mengenai tantangan yang dihadapi oleh Puskesmas sehingga belum menerapkan Kepmenkes 857 Tahun 2009. Hal lain yang tidak kalah penting yaitu belajar dari kabupaten atau kota atau puskesmas-puskesmas yang telah mencoba menerapkan sistem pembayaran insentif kepada nakes berdasarkan kinerja, untuk mengetahui Dos dan Don’ts dalam melaksanakan pay for performance.
Agenda
Waktu | Durasi | Materi | Narasumber / Pembahas |
12.30 – 12.40 | 10’ |
Pengantar: hasil riset implementasi JKN siklus I |
dr. Likke Prawidya Putri, MPH |
12.40 – 13.00 | 20’ |
Beban kerja dan insentif: pengalaman di RS dan bagaimana peluangnya di Puskesmas |
Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH, M.Kes, MAS |
13.00 – 13.15 | 15’ | Pembahas | Kepala Pusrengun SDMK, BPPSDM Kemenkes RI |
13.15 – 13.30 | 15’ |
Pembahas |
Direktur Pelayanan Primer, Kemenkes RI |
13.30 – 14.00 | 30’ |
Sesi Diskusi |
Narasumber dan Pembahas |