• Home
  • Tentang Kami
  • Jurnal
  • Arsip Pengantar
20 Oct2017

Peran Middle Manajer dalam Inovasi Pelayanan Kesehatan

20/10/2017. Written by Manajemen Pelayanan Kesehatan. Posted in Artikel MPK

mpk-pengantar-16-oktober

Paradigma New Public Management (NPM) muncul pada 1970-an, namun baru menguat dan dikenal luas pada  1990-an sampai saat ini. Paradigma NPM pada dasarnya berprinsip bahwa menjalankan roda organisasi harus berbasis pada ideologi kebebasan dan pembaharuan. Paradigma NPM memiliki tujuan agar birokrasi model lama yang bersifat lamban, kaku dan banyak masalah, siap menjawab tantangan zaman yang masalahnya semakin berkembang dan kompleks. Model birokrasi yang hirarkis-formalistis tidak lagi relevan untuk menjawab problem publik di era globalisasi. Keterlibatan middle manajer sebagai perpanjangan tangan top manager (manajer puncak) telah menjadi perhatian serius ketika organisasi terus berubah dengan menerapkan inovasi.

Sebagai salah satu sektor yang sangat menarik perhatian pemerintah dan masyarakat dunia, kontribusi dan pengaruh individu dan organisasi terhadap pemberian layanan kesehatan yang berkualitas merupakan bentuk empiris perubahan dalam organisasi. Struktur birokrasi yang rumit cenderung tidak digunakan karena menghambat kinerja dan efektivitas kegiatan organisasi. Peran manajer menjadi penting ketika mereka diharuskan membawa organisasi menuju tujuan. Peran middle manajer sangat dominan ketika menjadi jembatan antara manajer puncak dan frontline (staf pelaksana harian). Kegagalan mengimplementasikan inovasi dalam organisasi pelayanan kesehatan sering terjadi saat keputusan dan komitmen pelaksanaan inovasi yang berada pada level manajer puncak tidak sampai ke level frontline.

Untuk mewujudkan implementasi inovasi yang efektif, maka kedudukan dan peran middle manajer sangat perlu diperhatikan. Engle et al (2017) mengemukakan beberapa komponen penting tentang peran middle manajer guna mensukseskan implementasi inovasi dalam organisasi pelayanan kesehatan. Komponen tersebut merupakan penjabaran dari dua pendekatan teori yaitu teori peran middle manajer dan Organizational Transformation Model. Peran difusi informasi menjadi komponen pertama yang ditegaskan oleh Engle et al, dimana seorang middle manajer berperan menyebarkan informasi dari atasan ke staf pelaksana. Konteks tersebut mengharuskan middle manajer mampu melakukan sintesis informasi membantu manajer puncak untuk bisa menintepretasikan pesan atau informasi kepada staf pelaksana. Selain itu, pengembangan strategi kerja dan “menjual” inovasi kepada seluruh staf juga merupakan peran middle manajer guna mewujudkan internalisasi inovasi dalam budaya kerja organisasi.

Implikasi praktis dengan adanya komponen peran tersebut adalah sangat membantu manajer puncak untuk implementasi inovasi dalam organisasi secara keseluruhan. Potensi dan peran strategis yang dimainkan oleh middle manajer seyogianya merupakan masukan bagi manajer puncak untuk melakukan akselerasi internalisasi praktik inovasi dalam organisasi. Simak artikel selengkapnya.

Continue Reading No Comments

10 Oct2017

Model Intraorganizational dalam Organisasi Kesehatan

10/10/2017. Written by Manajemen Pelayanan Kesehatan. Posted in Artikel MPK

(Pose Bersama Puskesmas Betun, Tim Pendamping Dinkes Provinsi dan Kabuapten)

(Pose Bersama Puskesmas Betun, Tim Pendamping Dinkes Provinsi dan Kabuapten)

Perubahan dalam siklus perkembangan organisasi merupakan bentuk respon organisasi menghadapi berbagai macam tuntutan kebutuhan. Tuntutan itu sendiri timbul sebagai akibat pengaruh lingkungan (eksternal dan internal) organisasi yang selalu berubah yang “memaksa” organisasi harus dapat menyesuaikan diri dengan melakukan berbagai perubahan dalam “dirinya”. Dalam bidang kesehatan, perubahan organisasi dapat dilakukan melalui reformasi kebijakan, redesign dan inovasi. Perubahan organisasi kesehatan secara khusus lebih mengarah pada peningkatan kualitas pelayanan dengan memaksimalkan supply side (penyediaan) untuk memenuhi demand (permintaan) dari masyarakat. Perubahan-perubahan yang terjadi tentunya bertujuan meningkatkan efisiensi dan produktivitas organisasi, meningkatkan kemampuan organisasi dalam menghadapi berbagai faktor yang menyebabkan perubahan organisasi sehingga organisasi mampu bertahan dan berkembang, mengadakan penyesuaian-penyesuaian seperlunya sehubungan dengan perubahan-perubahan tersebut, dan untuk mengendalikan suasana kerja sehingga anggota organisasi tidak terpengaruhi atas perubahan-perubahan yang sedang berlangsung.

Model intraorganizational yang dikembangan oleh Kellog et al (2017) merupakan salah satu pendekatan baru yang digunakan untuk menjawab persoalan peningkatan kualitas layanan pada sebuah organisasi besar. Model tersebut memiliki beberapa tahapan seperti pengembangan proses intraorganizational (menetapkan prioritas, menilai keadaan saat ini, mengembangkan proses baru, dan mengukur serta memperbaiki) dan penyebaran inovasi (mengembangkan dukungan, menyebarkan informasi, memfasilitasi pelatihan peer-to-peer, memperkuat, dan belajar beradaptasi). Keunggulan model tersebut adalah organisasi tetap memanfaatkan struktur organisasi yang sudah ada sebelumnya seperti saluran komunikasi yang baik; alur kerja umum, otoritas formal, dan kinerja yang ada. Secara khusus, model tersebut merinci bagaimana proses advokasi formal dapat dilakukan pada setiap lini kerja organisasi untuk memfasilitasi penyebaran inovasi baru. Dengan advokasi formal yang dilakukan pada setiap lini organisasi, manajer mampu mengetahui lebih awal hambatan yang mungkin timbul pada setiap langkah, dan memfasilitasi proses pengembangan intraorganizational dan penyebaran inovasi peningkatan kualitas.

Model ini juga memberikan petunjuk penting bagi para manajer tentang bagaimana caranya mengembangkan dan menyebarkan inovasi peningkatan mutu yang baru di dalam organisasi yamh ;eboh besar. Dalam menerapkan dan menyebarkan Inovasi, manajer harus memanfaatkan struktur organisasi yang tersedia untuk memudahkan integrasi inovasi baru ke dalam alur kerja dan sistem yang sudah ada. Simak artikel selengkapnya di sini

Continue Reading No Comments

26 Sep2017

Integrasi Pelayanan yang Tidak Berarti One Size Fits All

26/09/2017. Written by Manajemen Pelayanan Kesehatan. Posted in Artikel MPK

Integrasi Pelayanan  yang Tidak Berarti One Size Fits All

one-size-fits-all

Pengaruh reformasi dalam bidang kesehatan mengharuskan organisasi kesehatan terus melakukan perubahan dari waktu ke waktu. Untuk menjamin dan mendukung pelaksanaan berbagai upaya kesehatan yang efektif dan efisien maka yang dianggap prioritas dan mempunyai daya ungkit besar di dalam pencapaian hasil pembangunan kesehatan, dilakukan upaya secara terintegrasi dalam fokus dan lokus dan fokus kegiatan  kesehatan.

Integrasi memiliki makna bahwa memadukan berbagai proses dan kegiatan dalam satu kesatuan sehingga mampu meningkatkan efiseiensi dan efektivitas suatu kegiatan atau program. Lebih spesifik, integrasi yang dimaksudkan dalam bidang kesehatan setidaknya mencakup beberapa bentuk yakni: pendanaan, administrasi, organisasi, upaya kesehatan dan aspek klinis. Integrasi pendanaan meliputi proses bridging antara mekanisme pengumpulan dan pembayaran; integrasi administrasi berkaitan dengan pembagian peran dan tanggung jawab serta perencanaan lintas sektor; integrasi organisasi mencakup jaringan kerja serta kolaborasi dalam pemberian layanan; integrasi upaya kesehatan mencakup patient centered, integrasi informasi dan merger layanan; dan integrasi klinis mencakup standar diagnosis dan pemantauan perawatan pasien.

Selain itu secara sistemik, dalam kebijakan dan manajemen pelayanan kesehatan terminologi integrasi dapat dilihat dari sudut pandang hierarki yang diwujudkan dengan pendekatan integrasi yang bersifat top-down serta sudut pandang patient centered dimana pendekatan integrasinya bersifat bottom-up. Beberapa keuntungan yang didapatkan dari integrasi layanan adalah kepuasan pasien menjadi prioritas; pengurangan pemborosan biaya operasional; pelibatan pasien dan keluarga pasien dalam mendukung proses penyembuhan pasien. Namun, di sisi lain integrasi layanan juga berimplikasi pada aspek makro yang mempengaruhi sistem layanan serta kesiapan organisasi atau tenaga kesehatan untuk beradaptasi dengan model integrasi  layanan baru yang dikembangkan.

Kegagalan  pelaksanaan integrasi dalam bidang kesehatan sebenarnya merupakan bukti bahwa pola yang diterapkan masih bersifat “ketidakpastian”. Ketidakpastian tersebut disebabkan oleh desain struktur integrasi yang tidak solid serta kurang jelasnya arah dan aspek teknis dari model integrasi. Desain struktur yang tidak solid terjadi manakala para pembuat kebijakan masih menggunakan pendekatan parsial sehingga tidak melihat kebutuhan spesifik yang harus dipenuhi oleh struktur baru. Sedangkan ketidakjelasan arah dan aspek teknis terjadi karena metode yang digunakan tidak bisa diimplementasikan dalam kegiatan operasional di lapangan.

Brook et al (2017) menjelaskan bahwa tantangan terbesar dalam integrasi layanan adalah bagaimana mempersiapkan tenaga kesehatan untuk bisa mencapai tujuan integrasi. Dalam integrasi yang dibutukan bagi tenaga kesehatan tidak hanya kemampuan teknis untuk menerapkan model integrasi pelayanan baru. Tenaga kesehatan harus dipersiapkan juga dari sisi manajemen dan leadership dalam pelayanan. Dengan bekal kemampuan leadership, tenaga kesehatan bisa menentukan dan mempengaruhi pengambilan keputusan. Dengan kemampuan manajemen yang baik, tenaga kesehatan mampu menerapkan model integrasi sesuai konteks yang ditemui. Selengkapnya, klik di sini

Continue Reading 1 Comment

18 Sep2017

Kondisi Ekstrinsik Motivasi Kerja Tenaga Kesehatan

18/09/2017. Written by Manajemen Pelayanan Kesehatan. Posted in Artikel MPK

motivasi-kerja-2

Motivasi sering dipelajari dan digunakan untuk memahami perilaku seseorang dan memahami kinerjanya. Wujud nyata motivasi seseorang secara langsung terlihat dari tindakan nyata dan keteguhan dalam berperilaku. Seseorang yang termotivasi akan berperilaku positif untuk mencapai tujuan organisasi melalui kinerjanya. Apabila motivasi berubah maka perilaku dan tujuan atau kinerja juga berubah. Sehingga untuk mencapai kinerja menyeluruh, organisasi perlu memberi perhatian terhadap pola-pola motivasi seperti reward dan punishment, kepuasan intrinsik, lingkungan kerja kondusif yang  dianggap penting.

Mengingat pentingnya peran motivasi dalam mencapai tujuan organisasi maka sebuah organisasi harus memenuhi kebutuhan tersebut. Salah satu cara mencapai tujuan tersebut maka organisasi (anggota) harus memiliki motivasi dan berperilaku sesuai dengan orientasinya. Lebih lanjut, perubahan lingkungan baik di dalam maupun di luar organisasi juga mengharuskan organisasi untuk meningkatkan motivasi karyawan melalui berbagi strategi atau cara. Salah satu strategi yang paling populer adalah peningkatan pendapatan atau insentif bagi anggota organisasi. Strategi insentif dan pembayaran tambahan berdasarkan kinerja menjadi salah satu yang dinilai paling efektif. Pertimbangan uang sebagai “driver” yang paling ampuh telah menggerakkan manajer dan pimpinan untuk memberikan biaya tambahan sebagai solusi satu-satunya. Namun, fakta lain menunjukkan bahwa uang bukan satu-satunya faktor yang menentukan bertambah atau berkurangnya motivasi  pekerja tetapi terdapat variabel lain seperti pengembangan karir, hubungan yang baik dengan pasien serta lingkungan kerja dalam organisasi.

Millar et al. (2017) menemukan bahwa pengalaman tenaga kesehatan di China telah menyoroti sisi lain dari peningkatan insentif sebagai solusi tunggal untuk meningkatkan motivasi pekerja. Dalam artikel yang berjudul It’s all about the money? A qualitative study of healthcare worker motivation in urban China dikemukakan bahwa faktor ekstrinsik yang menjadi aspek lain terbentuknya motivasi kerja petugas kesehatan selain pendapatan juga berkaitan dengan lingkungan kerja serta kesempatan pengembangan karir yang baik. Kajian ilmiah yang dilakukan oleh Millar et al telah membuktikan beberapa kondisi yang merupakan anti tesis kebenaran tunggal keterkaitan uang dan motivasi.

Ketergantungan pada pemberian insentif tambahan telah berdampak “negatif” bagi nilai dan etos kerja pelayanan publik. Sejak pemerintah melakukan reformasi pemberian gaji dan insentif tambahan, pembayaran tambahan untuk prosedur pelayanan dengan jumlah yang diterima tergantung pada kinerja departemen diukur dengan angka pertemuan pasien. Pembayaran tambahan tersebut selanjutnya didistribusikan bagi semua staf dalam satu departemen. Penerapan model pembayaran tambahan ini terbukti memecah belah hubungan profesional di antara para petugas kesehatan. Akses yang sulit untuk meningkatkan pendapatan melalui sumber-sumber lain menyebabkan perawat menjadi frustrasi akibat adanya kesenjangan gaji antara mereka dan dokter.

Selain itu, solusi pemberian insentif tambahan belum mampu mengatasi persoalan lingkungan kerja yang tidak kondusif serta ketidakpastian pengembangan karir bagi tenaga kesehatan. Krisis kepercayaan antara sesama rekan kerja, pasien dan masyarakat menjadi faktor ekstrinsik yang menyebabkan rendahnya motivasi kerja. Petugas kesehatan menjadi semakin frustrasi  ketika tidak mampu memenuhi harapan pasien dalam mendapatkan pelayanan.  Selengkapnya dapat disimak di sini

 

Continue Reading 1 Comment

12 Sep2017

Pengelolaan Sistem Kesehatan Untuk Kesehatan Jiwa : Belajar dari Ethiopia

12/09/2017. Written by Manajemen Pelayanan Kesehatan. Posted in Artikel MPK

ilustrasi-etiophia

Permasalahan kesehatan jiwa sangat besar dan menimbulkan beban kesehatan yang signifikan di Indonesia. Data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas. Hal ini berarti lebih dari 14 juta jiwa menderita gangguan mental emosional di Indonesia. Sedangkan untuk gangguan jiwa berat seperti gangguan psikosis, prevalensinya adalah 1,7 per 1000 penduduk. Ini berarti lebih dari 400.000 orang menderita gangguan jiwa berat (psikotis). Angka pemasungan pada orang dengan gangguan jiwa berat sebesar 14,3% atau sekitar 57.000 kasus gangguan jiwa yang mengalami pemasungan. Hal ini diperburuk dengan minimnya pelayanan dan fasilitas kesehatan jiwa di berbagai daerah Indonesia sehingga banyak penderita gangguan kesehatan mental yang belum tertangani dengan baik.

Sejak adanya regulasi baru yang berpengaruh pada sistem finansial dan kebijakan kesehatan jiwa, tidak ada perubahan yang berarti pada program kesehatan jiwa di Puskesmas. Kondisi serupa juga terjadi di Ethiopia. Permasalahan alokasi pendanaan yang tidak efisien serta kurangnya kompetensi tenaga kesehatan jiwa menjadi penyebab buruknya penanganan orang dengan gangguan jiwa di masyarakat. Sistem kesehatan yang telah dikembangkan oleh pemerintah Ethiopia masih terbentur pada persoalan kesiapan fasilitas kesehatan dan koordinasi berjenjang dalam penanganan orang dengan gangguan jiwa. Selain itu, lemahnya pengaruh kepemimpinan, buruknya sistem informasi dan monitoring juga menjadi penyebab rendahnya kesadaran masyarakat untuk merespon gejalan gangguan jiwa.

Dari perspektif sistem, sistem kesehatan sebenarnya menerapakan prinsip fungsi komponen dan keterkaiatan antar komponen sistem untuk mencapai suatu tujuan. Baik buruknya hasil yang dicapai tergantung pada baik buruk dari fungsi komponen sistem tersebut. Namun, faktor terpenting adalah bagaimana sistem kesehatan mampu dikendalikan dengan baik oleh “pilotnya” sehingga bisa berfungsi secara maksimal. Pengelolaan sistem kesehatan di Ethiopia dalam rangka penanganan masalah kesehatan jiwa telah membuktikan bahwa sistem kesehatan sangat dipengaruhi oleh “pilotnya”. Pilot yang dimaksud adalah aspek kepemimpinan yang secara politis bisa menguatkan atau bahkan melemahkan fungsi dari sistem yang sudah ada. Selengkapnya simak di sini

Continue Reading No Comments

  • 1
  • ...
  • 18
  • 19
  • 20
  • 21
Artikel Terbaru

Memahami Peran Paramedis dalam Perawatan Primer

Kajian Ketidaksetaraan Kesiapan Pelayanan dan Pengetahuan Provider di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Indonesia

Kebijakan Kesehatan Mental di Indonesia

Kualitas Hidup yang Berhubungan dengan Kesehatan dan Pemanfaatan Perawatan Kesehatan

Analisis Kebijakan Pendekatan Perawatan Kesehatan Primer di Liberia

Semua Artikel

Berita Terbaru

Kades Dan UPT Puskesmas Posek Jalin Kerjasama Peningkatan Pelayanan Kesehatan

18 October 2022

Dinkes Kulon Progo diminta mengevaluasi pelayanan pasien Puskesmas Wates

18 October 2022

Puskesmas Ambal-ambil Kejayan Buat Inovasi Ini agar Warga Tak BAB di Sungai

13 October 2022

Puskesmas Grabagan Gandeng Yayasan ADRA Gelar Diskusi Interaktif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

13 October 2022

Bangkalan Menuju UHC, Seluruh Puskesmas Diberi Pemahaman Aplikasi E DABU

11 October 2022

Semua Berita

  • Home
  • Tentang Kami
  • Jurnal
  • Arsip Pengantar