ACEH BARAT – Gerakan Anti Korupsi (GeRAk) Aceh Barat, mendesak Badan Pemeriksa Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, untuk melakukan audit terhadap pembangunan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Kecamatan Samatiga, daerah setempat.
Koordinator GeRAK Aceh Barat, Edy Syahputra, mengatakan, BPKP memiliki kewenangan untuk melakukan audit setiap pekerjaan atau kegiatan yang memakai uang negara. Sehingga perlu dilakukan pemeriksaan guna memastikan tidak ada penyelewengan.
Menurut Edy Syahputra, fakta di lapangan pertama yaitu tentang pekerjaan penimbunan dan penataan halaman Puskesmas dengan nilai kontrak Rp. 950 juta dengan sumber dana DOKA. Disebutkan adanya item timbunan kerikil dengan volume 1.200 M³ dengan harga satuan Rp 158.571,54 dengan harga total Rp 190 juta.
“Yang menjadi masalah adalah, timbunan kerikil tahun 2021 yang merupakan bagian dari penataan halaman Puskesmas telah digali, diambil materialnya dan kemudian dibawa ke tempat lain,” jelas Edy dalam siaran pers tertulis yang diterima AJNN, Selasa (12/7/2022).
Dikatakannya, pengakuan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Aceh Barat menyebutkan tentang adanya pengambilan material kerikil atau pasir yang berada di halaman depan untuk dibawa ke halaman belakang oleh kontraktor, namun hal ini di luar pengetahuan dinas.
“Artinya dinas selaku pihak yang menyelenggarakan kontrak pekerjaan, GeRAK menduga dinas setempat telah lalai dalam melakukan pengawasan terhadap pembangunan Puskesmas tersebut,” ujar Edy.
Lebih lanjut Edy menjelaskan, hasil temuan lapangan yang diperoleh oleh GeRAK Aceh Barat, bahwa material kerikil yang diambil dan kemudian meninggalkan lobang, telah ditutupi kembali pada hari Kamis (7/7/2022) lalu.
”Pertanyaan, apakah proses penutupan galian tersebut sesuai dengan volume sebagaimana disebutkan dalam dokumen kontrak tersebut? Kemudian kita juga mendesak pihak Dinkes untuk menjelaskan motif pihak rekanan melakukan pengambilan material kerikil tersebut,” ujar Edy.
Persoalan lain, kata dia, pembangunan pembangunan gedung dan pagar Puskesmas Samatiga tahap pertama pada Agustus 2020 dengan nilai pagu Rp 3.1 Miliar dan dikerjakan oleh PT. Aceh Meugahna Lingke, dengan nilai penawaran Rp 2.9 Miliar, cat bangunan yang belum dipergunakan atau difungsikan itu sudah terkelupas. Hal ini menurut Edy, kontras terlihat di lapangan.
Temuan lainnya, soal adanya gedung yang mengalami keretakan berdiameter kecil, namun terdapat di beberapa titik dalam ruangan. Bahkan salah satu plafon belum tertutup dengan sempurna dan tidak dilakukan plesteran yang kemudian terlihat adanya rembesan air dibawahnya yang dekat dengan instalasi listrik.
”Selain itu, bagian depan gedung dijadikan gudang penumpukan semen oleh rekanan, yang sedang mengerjakan pembangunan proyek lain di lingkungan itu,” lanjut Edy.
Edy menuturkan, di tahun 2022. Pihak Dinkes Aceh Barat Kembali mengucurkan dana untuk Pembangunan Gedung Puskesmas Samatiga Tahap II, dengan pelaksana proyek adalah CV. Jasa Tripa, dengan nilai tawaran Rp Rp 6 miliar lebih dengan sumber dana DOKA, dan Penandatanganan Kontrak pada 7 April 2022. Pada tahap pertama nilai pagu berjumlah Rp 6 miliar lebih.
Masih di tahun yang sama, lanjutnya, Adapun proyek kegiatannya yaitu Renovasi/Penambahan Ruang Puskesmas. Berdasarkan dokumen yang didapatkan disebutkan bahwa penandatangan kontrak dilakukan pada tanggal 1 Juli 2022. Dengan nilai pagu anggaran Rp 1 miliar lebih, pemenang kontrak pekerjaan yaitu CV. Agam ACEH, dengan nilai tawaran Rp 1,6 miliar lebih.
”Namun ketika di lapangan tidak ditemukan papan nama proyek atas item pekerjaan tersebut. Bila kemudian ditotalkan. Untuk pembangunan gedung Puskesmas Samatiga tersebut dengan pagu anggaran berjumlah Rp. 12.1 Miliar,” ujar Edy.
Atas dasar itu, menurut Edy, pihaknya juga mendesak pihak DPRK Aceh Barat yang telah membuat Pansus untuk merekomendasikan hasil temuan mereka ke ranah hukum atau dibawa ke aparat penegak hukum.
Sumber: ajnn.net