Integrasi Pelayanan yang Tidak Berarti One Size Fits All
Pengaruh reformasi dalam bidang kesehatan mengharuskan organisasi kesehatan terus melakukan perubahan dari waktu ke waktu. Untuk menjamin dan mendukung pelaksanaan berbagai upaya kesehatan yang efektif dan efisien maka yang dianggap prioritas dan mempunyai daya ungkit besar di dalam pencapaian hasil pembangunan kesehatan, dilakukan upaya secara terintegrasi dalam fokus dan lokus dan fokus kegiatan kesehatan.
Integrasi memiliki makna bahwa memadukan berbagai proses dan kegiatan dalam satu kesatuan sehingga mampu meningkatkan efiseiensi dan efektivitas suatu kegiatan atau program. Lebih spesifik, integrasi yang dimaksudkan dalam bidang kesehatan setidaknya mencakup beberapa bentuk yakni: pendanaan, administrasi, organisasi, upaya kesehatan dan aspek klinis. Integrasi pendanaan meliputi proses bridging antara mekanisme pengumpulan dan pembayaran; integrasi administrasi berkaitan dengan pembagian peran dan tanggung jawab serta perencanaan lintas sektor; integrasi organisasi mencakup jaringan kerja serta kolaborasi dalam pemberian layanan; integrasi upaya kesehatan mencakup patient centered, integrasi informasi dan merger layanan; dan integrasi klinis mencakup standar diagnosis dan pemantauan perawatan pasien.
Selain itu secara sistemik, dalam kebijakan dan manajemen pelayanan kesehatan terminologi integrasi dapat dilihat dari sudut pandang hierarki yang diwujudkan dengan pendekatan integrasi yang bersifat top-down serta sudut pandang patient centered dimana pendekatan integrasinya bersifat bottom-up. Beberapa keuntungan yang didapatkan dari integrasi layanan adalah kepuasan pasien menjadi prioritas; pengurangan pemborosan biaya operasional; pelibatan pasien dan keluarga pasien dalam mendukung proses penyembuhan pasien. Namun, di sisi lain integrasi layanan juga berimplikasi pada aspek makro yang mempengaruhi sistem layanan serta kesiapan organisasi atau tenaga kesehatan untuk beradaptasi dengan model integrasi layanan baru yang dikembangkan.
Kegagalan pelaksanaan integrasi dalam bidang kesehatan sebenarnya merupakan bukti bahwa pola yang diterapkan masih bersifat “ketidakpastian”. Ketidakpastian tersebut disebabkan oleh desain struktur integrasi yang tidak solid serta kurang jelasnya arah dan aspek teknis dari model integrasi. Desain struktur yang tidak solid terjadi manakala para pembuat kebijakan masih menggunakan pendekatan parsial sehingga tidak melihat kebutuhan spesifik yang harus dipenuhi oleh struktur baru. Sedangkan ketidakjelasan arah dan aspek teknis terjadi karena metode yang digunakan tidak bisa diimplementasikan dalam kegiatan operasional di lapangan.
Brook et al (2017) menjelaskan bahwa tantangan terbesar dalam integrasi layanan adalah bagaimana mempersiapkan tenaga kesehatan untuk bisa mencapai tujuan integrasi. Dalam integrasi yang dibutukan bagi tenaga kesehatan tidak hanya kemampuan teknis untuk menerapkan model integrasi pelayanan baru. Tenaga kesehatan harus dipersiapkan juga dari sisi manajemen dan leadership dalam pelayanan. Dengan bekal kemampuan leadership, tenaga kesehatan bisa menentukan dan mempengaruhi pengambilan keputusan. Dengan kemampuan manajemen yang baik, tenaga kesehatan mampu menerapkan model integrasi sesuai konteks yang ditemui. Selengkapnya, klik di sini
Musa Kmpk
| #
Sy sangat setuju apabila terlaksana sesuai tupoksiny tetapi kenyataan di daerahkan beda ,kebijakan kepala daerah yg berkuasa dilaksanakan serta mengisi posisi pelayanan kesehatan bukan praktisi kesehatan tapi jabatan politis penguasalah yang laksanakan. Bagaimana pelayanan kesehatan tersebut akan berjalan dengan baik bahkan leadershipnya tidak sesuai dengan ilmunya. Bagaimana pelayanan kesehatan akan berjalan dengan baik karena tidak sexual tupoksiny sedangkan leadership ny bukan praktisi kesehatan?
Reply