Penyakit kardiovaskuler sudah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia dan menjadi beban besar bagi Jaminan Kesehatan Nasional. Untuk mengatasi hal tersebut, dalam draft Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan yang baru, skrining dan pelayanan untuk hipertensi menjadi salah satu indikatornya. Artinya, kegiatan skrining dan pelayanan hipertensi tersebut akan menjadi kegiatan yang wajib dilakukan terutama di puskesmas.
Dalam hal ini, belum jelas bagaimana strategi yang akan diterapkan puskesmas. Jika mengacu pada Oji Oti et al (2016), di Kenya pernah dilakukan eksperimen implementasi kegiatan tersebut selama 18 bulan dengan melibatkan kader kesehatan. Ada 4 intervensi yang dilakukan yaitu (1) meningkatkan kesadaran akan bahaya hipertensi; (2) meningkatkan akses untuk skrining; (3) memfasilitasi akses untuk pengobatan; dan (4) meningkatkan retensi pelayanan dalam jangka panjang. Para kader diberi insentif sesuai kinerjanya baik berupa voucher maupun uang. Hasilnya cukup memuaskan, tetapi relatif mahal (total biaya intervensi per pasien= US $3205). Eksperimen ini dibiayai oleh the Academic Medical Center Foundation, Amsterdam, the Netherlands.
Terlepas dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan, sebetulnya kita bisa belajar dari berbagai strategi intervensi yang dilakukan dalam eksperimen itu.
Selengkapnya klik di sini.