Latar Belakang
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan proses adaptif yang merupakan kombinasi antara konteks atau kondisi sosial budaya dengan sistem pengaturan perilaku yang dapat mempengaruhi individu. Untuk mewujudkan status kesehatan yang optimal maka diperlukan penguatan sistem kesehatan yang merupakan kolaborasi antara pedekatan vertikal dan horizontal untuk mencapai hasil yang diinginkan.1 Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembangunan kesehatan secara menyeluruh diselenggarakan berdasarkan kondisi lokal yang umum dan spesifik, sesuai dengan determinan sosial budaya, dengan tata kelola yang efektif dan produktif dengan melibatkan seluruh komponen yang bertanggungjawab terhadap terselenggaranya kesehatan.
Dalam rangka mencapai status kesehatan masyarakat yang optimal, sistem kesehatan nasional menggarisbawahi bahwa pemberian pelayanan kesehatan perlu dilaksanakan dalam konteks pembangunan kesehatan secara keseluruhan dengan mempertimbangkan determinan sosial, antara lain kondisi kehidupan sehari-hari, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan, keamanan, sumber daya, kesadaran masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah-masalah tersebut. Sistem kesehatan merupakan suatu instrumen kunci yang diciptakan untuk mendorong dan membantu mencapai tujuan. Sistem kesehatan merupakan kolaborasi dari alur sumber daya, pengalokasian sumber daya, mekanisme dan manajemen pemberian pelayanan melalui penggunaan teknologi terkini bagi mereka yang membutuhkan.2 Komponen kunci dari sistem kesehatan yang berfungsi dengan baik merespons secara seimbang terhadap kebutuhan dan harapan masyarakat dengan Memperbaiki status kesehatan individu; keluarga dan masyarakat; Mempertahankan populasi terhadap apa yang mengancam kesehatannya; Melindungi orang dari konsekuensi finansial dari kesehatan yang buruk; dan Memberikan akses yang adil terhadap perawatan yang berpusat pada orang.
Dalam konteks era desentralisasi, kedudukan sistem kesehatan terus bergerak menuju pada tingkat kabupaten. Kondisi tersebut sangat beresiko apabila pemerintah tidak mampu menyiapkan kapabilitas untuk merespon persoalan atau problem yang akan muncul. Penguatan sistem kesehatan pada level kabupaten-kota atau provinsi merupakan upaya yang efektif untuk menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi kaum marginal dan keluarga pada level komunitas.1 Dalam pengelolaan sistem kesehatan, terdapat berbagai konsep tentang definisi dan cakupan. Pengelolaan sistem kesehatan mencakup penentuan arah strategik dan tujuan, pembuatan kebijakan, hukum, pertaturan maupun keputusan, dan penggerakan sumber daya untuk mencapai tujuan dan target serta meyakinkan atau mengawasi pencapaian dari target dan tujuan yang telah didtetapkan.3
Dukungan politik dan pendanaan untuk penguatan sistem kesehatan di daerah-daerah berkembang, menciptakan suatu kekuatan untuk mencapai status kesehatan yang lebih baik. Selain itu, SDM serta beberapa aspek juga turut berkontribusi terhadap penguatan sistem kesehatan. Dalam kerangka kerja sistem kesehatan terdapat empat dimensi yang meliputi tujuan, prinsip untuk mencapai tujuan, tombol control (control knobs), dan fungsi sistem kesehatan atau building blocks.4 Kerangka kerja tersebut menekankan peran dari berbagai fungsi yang benar dalam sistem kesehatan.
Penguatan sistem kesehatan dilakukan untuk meningkatkan sekaligus mendukung dalam menghasilkan outcome kesehatan yang optimal melalui berbagai strategi. Dalam konteks ini lingkungan politis (leadership) merupakan aspek krusial yang memfasilitasi penguatan sistem. Konsep penguatan sistem kesehatan didasari pada upaya dukungan penguatan terhadap pelayanan kesehatan yang komprehensif, pemberdayaan masyarakat, dan intergrasi advokasi untuk pencapaian target program.
Di era tahun 2000-an kesehatan berada dalam situasi yang sangat kompleks akibat banyak aktor yang berperan. Selama periode tersebut sistem kesehatan dibentuk oleh kondisi dari keterlibatan pihak swasta, prioritas pada kinerja sistem, dan keterlibatan masyarakat dalam elaborasi untuk mewujudkan kesehatan. Pada tahun 2007, WHO mengembangkan kerangka kerja untuk aksi yang dikenal dengan “six building blocks”. Konsep ini mendeskripsikan enam blok dari sebuah sistem kesehatan yang mencakup pemberian pelayanan, sumber daya kesehatan, informasi, medical products, vaksin dan teknologi, pembiayaan, serta kepemimpinan dan tata kelola. Untuk menguatkan sistem kesehatan maka perlu memprioritaskan pada masing masing enam komponen tersebut.5