Kegiatan Pelatihan Manajemen Proyek dan Pengelolaan Dana Hibah (Block Grant) Bidang Kesehatan Biro Kesehatan LPMAK
Hotel Horison Ultima Timika, 22 November 2018
Kegiatan Pelatihan Manajemen Proyek dan Pengelolaan Dana Hibah (Block Grant) Bidang Kesehatan Biro Kesehatan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Amore Kamokon (BK LPMAK) kembali dilaksanakan di Hotel Horison Ultima Timika pada 22 November 2018. Pada hari kedua, pelatihan ini diikuti oleh 9 orang Biro Kesehatan LPMAK dan 4 orang dari PKMK FK-KMK UGM. Kegiatan pada hari kedua ini diawali dengan doa yang dipimpin oleh Febe, staf administrasi BK LPMAK. Selanjutnya, Dwi Handono membuka kegiatan dengan me-review kegiatan pada hari sebelumnya.
Gambar 1. Review kegiatan sebelumnya
BK LPMAK diberi kesempatan untuk menyampaikan refleksi kegiatan. Harold menyatakan perlu penguatan dasar pengorganisasian SDM dengan menyesuaikan kapasitas SDM yang dimiliki sehingga dapat memposisikan diri. Selain itu, Harold juga menambahkan sejauh ini kegiatan yang diolah oleh PKMK bisa menjadi cerminan apa yang dapat dilakukan LPMAK ke depan. Liony mengatakan LPMAK bisa memulai dari hal yang kecil sambil membangun kepercayaan secara bertahap. Melka juga mengatakan yang menjadi tantangan LPMAK saat ini adalah bagaimana mencari sumber dana karena sebelumnya LPMAK mengelola dana yang sudah ada. LPMAK dirasa terlalu dini untuk melangkah ke depan sehingga perlu kebijakan dalam manajemen terlebih dahulu. Hal ini didukung dengan pernyataan Nugroho yang mengatakan bahwa saat ini yang dihadapi LPMAK adalah masalah struktural dan belum ada kebijakan untuk melaksanakan manajemen proyek. Dwi Handono menjelaskan masalah struktural ini baru bisa ditangani ketika situasi sudah mendesak. Jika belum terlalu mendesak, makan akan cenderung santai untuk bergerak. Sehingga sebelum terjadi masalah, diharapkan sudah siap bergerak dan siap mengadvokasi kegiatan untuk dilaksanakan.
Budgeting dalam Proyek
Materi pertama hari kedua disampaikan oleh Sealvy Kristianingsih. Dalam pemaparannya, Sealvy menjelaskan bahwa terkait penyusunan budget bukan hanya tanggung jawab dari project manager tapi juga PI Project untuk membuat anggaran. Harus bisa menarasikan budget apa, untuk berapa orang dan lain-lain yang diperlukan pada saat di lapangan. Ketika menyusun budget perlu diketahui standar-standar untuk membantu justifikasi, hingga kaitannya dengan honor personal. Sealvy juga memberikan contoh proposal proyek yang didanai oleh RTI. Dalam proposal ini disebutkan berapa biaya yang dibutuhkan sesuai dengan batas platform yang ditentukan pemberi dana, misalnya tidak boleh lebih dari $ 142.000 USD per tahun artinya dalam tiga tahun tidak lebih dari $ 426.000 USD.
Gambar 2. Pemaparan Materi Budgeting dalam Proyek
Dalam proposal sudah disebutkan siapa saja yang terlibat, kemudian dikonfirmasi ulang kepada PI Project. Selain itu, perlu dicatat betul detail yang dibutuhkan agar tidak salah menerjemahkan ke dalam anggaran. Sealvy menyebutkan biaya yang berkaitan langsung dalam kegiatan, seperti biaya kegiatan, equipment cost, dan travel cost, masuk dalam Direct Cost. Sedangkan, biaya yang masuk ke dalam Indirect Cost adalah fringe benefit, contingency cost, dan biaya institusi. Fringe benefit adalah tunjangan lain yang melekat dalam staf full time dan ini biasanya ditanyakan oleh donor internasional.
Untuk contingency cost juga perlu diperhitungkan, termasuk jika ada kontribusi pihak lain di dalam proyek yang ikut memberikan dana lain, perlu disebutkan ada sharing cost dalam proyek yang dibutuhkan. Di sela pemaparan, Liony menanyakan jumlah budget yang bisa dimasukkan ke dalam budgeting jika sudah ditentukan selling point. Hal ini ditanggapi oleh Sealvy dengan perlunya memperhitungkan dana secara keseluruhan asal tidak melebihi batas minimal. Sifat perencanaan budget fleksibel jadi masih bisa jika tidak lebih dari batas minimal dan semua dilampirkan. Sealvy juga menambahkan masing-masing donor memiliki template yang berbeda sehingga perlu dicermati dalam pembuatan proposal agar budgeting sesuai dengan template yang diinginkan donor agency.
Gambar 3. Sesi Diskusi Budgeting dalam Proyek
Dalam sesi diskusi, Harold menanyakan tentang kelebihan budget. Menurut Sealvy, kelebihan budget ini harus dikembalikan karena ada sheet balance. Lain halnya dengan selisih cost yang tidak akan ditagihkan. Donor seperti AusAID memerlukan surat pemberitahuan dan harus ada persetujuan donor agency jika ada perubahan budget sebelum kegiatan dilaksanakan. Diskusi selanjutnya berlangsung lancar dengan membahas pelaporan detail dan pengaruh kurs rupiah terhadap perbedaan jumlah dana yang diterima serta bagaimana menangani perbedaan tersebut.
Manajemen Proyek Fase 3 : Melaksanakan Proyek
Materi Fase 3 tentang pelaksanaan proyek disampaikan oleh Dwi Handono melalui sharing pengalaman. Dwi mengatakan bahwa prinsip melaksanakan proyek adalah mengeksekusi yang telah direncanakan. Meski begitu, banyak hal yang tidak terduga yang terjadi selama pelaksanaan proyek sehingga penyesuaian perlu dilakukan agar proyek tetap berjalan. Fase pelaksanaan merupakan tahap paling lama dalam rangkaian manajemen proyek. Untuk itu, pada fase ini dibutuhkan stamina yang kuat dan tantangan yang tinggi sehingga ada dinamika dalam pelaksanaan proyek dan pelaksana proyek tidak mudah jenuh. Perubahan internal dan eksternal bisa saja terjadi dan hal ini perlu disikapi dengan tanggap oleh PI project agar bisa segera menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi dalam proyek.
Gambar 4. Pemaparan Materi Pelaksanaan Proyek
Adapun tahapan pelaksanaan proyek berawal dari set-up implementasi proyek (meliputi penyusunan proposal oleh tim inti), implementasi kegiatan (memerlukan perekrutan enumerator lapangan), monitoring dan evaluasi, penyesuaian implementasi dan penutupan proyek. Pelaksanaan proyek perlu selalu dipantau perkembangannya. Adanya website membantu pemantauan perkembangan proyek oleh pihak donor agency sekaligus strategi untuk memasarkan diri. Menurut Nugroho, LPMAK memiliki website yang dikelola oleh biro humas, namun tidak pernah di-update. Hal ini bisa menjadi peluang yang bagus untuk Biro Kesehatan untuk menginisiasi kembali website LPMAK untuk update kegiatan.
Gambar 5. SItuasi Pemaparan Materi Pelaksanaan Proyek
Materi ini kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi menjawab pertanyaan seputar manajemen risiko, monitoring dan evaluasi proyek, penyesuaian dana jika jumlah sasaran meningkat serta komunikasi dengan pihak donor agency jika ada perubahan kegiatan. Dwi Handono menekankan bahwa secara umum pelaksanaan proyek membutuhkan stamina yang kuat. Teori manajemen proyek sudah cukup dimasukkan dalam perencanaan. Pada pelaksanaan proyek diperlukan kesabaran dan kesiapan terhadap berbagai hal yang tidak terduga serta melaksanakan konsep dalam desain OR tetap diimplementasikan.
Monitoring dan Terminasi Proyek
Materi monitoring dan terminasi proyek disampaikan langsung oleh Sekretaris Pusat PKMK FK-KMK UGM, Shita Listyadewi. Pada awal pemaparan, Shita menjelaskan bahwa semua kegiatan LPMAK pasti melakukan monitoring. Monitoring dilakukan selama jangka waktu proyek untuk melihat apakah proyek dilakukan berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Penting untuk diketahui apakah yang kita laksanakan sudah sesuai dengan yang direncanakan, apa hambatannya, dan bagaimana mengatasi permasalaha di lapangan. Cara menghandle proyek juga perlu disesuaikan dengan donor/klien.
Gambar 6. Shita Listyadewi memaparkan materi monitoring dan terminasi proyek
Monitoring memiliki manfaat baik untuk pemilik program dan pelaksana. Pemilik program juga memiliki tanggung jawab pengelolaan. Beberapa kegiatan yang dilakukan di lapangan harus dimonitor sebagai bentuk pertanggungjawaban (akuntabilitas) kinerja. Monitoring dapat memberi masukan untuk mengambil langkah selanjutnya. Bagi pengelola proyek, monitoring sangat membantu pada saat penulisan laporan akhir. Untuk memancing antusiasme peserta, Shita memulai pemaparan dengan menanyakan aspek terbaik dalam pelaksanaan monitoring. Peserta memberikan berbagai jawaban yang berbeda. Harold mengatakan proses merupakan aspek yang paling penting. Sedangkan Michael menjawab meskipun proses itu penting, namun semua dikembalikan ke orang yang memonitor. Milka dan Liony memilih semua aspek penting karena tidak bisa dipisahkan antara satu aspek dengan aspek yang lain.
Shita kemudian menengahi dan menjelaskan bahwa semua ada benarnya karena apapun, baik di input, proses, maupun output, sebenarnya terdapat dua variabel penting, faktor internal dan eksternal. Keduanya mempengaruhi input, proses dan output-nya. Hal yang tidak kalah penting adalah umpan balik. Monitoring tidak akan ada manfaatnya jika tidak memberikan lesson learned dan masukan terhadap perbaikan. Bicara mengenai program juga tidak lepas dari hal yang perlu dikendalikan, yaitu waktu, biaya dan mutu. Pelatihan kemudian dihentikan sejenak untuk istirahat makan siang.
Gambar 7. Diskusi Fase Monitoring dan Terminasi Proyek
Setelah makan siang, materi monitoring kembali dilanjutkan dengan diselingi sesi diskusi. Nugroho menanyakan tentang maksud dan manfaat software PERT dan CPM. Shita menanggapi dengan memberikan penjelasan perbedaan software PERT dan CPM, baik dari prinsip pemanfaatan hingga penggunaan software tersebut. Harold sempat meragukan penggunaan software ini mengingat masing-masing SDM memiliki ketrampilan yang berbeda. Namun keraguan ini berhasil dijawab oleh Shita yang menjelaskan bahwa software ini dapat dikonversikan ke matriks sehingga mudah dipahami. Shita juga menambahkan pengendali mutu berprinsip menghindari what you promised to deliver. Mutu bisa berarti bahwa apa yang dilakukan appropriate dengan konteks masalah yang dihadapi. Tidak lupa untuk terus melakukan update dokumen proyek. Kickoff menjembatani apa yang yang diharapkan klien dengan apa yang dapat kita lakukan. Sering kali mengelola manusia lebih memakan banyak energi daripada mengelola pekerjaannya. Sehingga perlu energi cadangan untuk menghadapi hal tersebut.
Gambar 8. Lesson learned pengalaman LPMAK
Kuncinya adalah pengamatan langsung harus dilakukan dari awal hingga akhir proyek, sebab dengan monitoring dari awal hingga akhir, pelaksanaan proyek dapat secara keseluruhan diketahui perbedaan biaya aktual pelaksanaan dengan biaya yang dianggarkan (CV), perbedaan jadwal dengan yang direncanakan (SV) serta perbedaan waktu antara rencana dan pelaksanaan (TV). Di akhir materi, Shita kembali memancing keaktifan peserta dengan menanyakan lesson learned pengalaman sebelumnya. Adapun jawaban peserta antara:
- Novi menyatakan mitra sebelumnya memiliki komitmen kuat sehingga tahu apa yang harus mereka kerjakan dan setia ada pekerjaannya
- Milka mendapatkan pelajaran untuk selalu percaya dan tetap rendah hati. Selama bekerja bersama bisa harmonis karena sama-sama belajar, saling percaya dan memiliki sikap rendah hati meskipun memiliki latar belakang yang berbeda.
- Liony mengatakan ada hal yang bisa kita kontrol/mitigasi, ada hal yang diluar kendali kita. Misalnya arus politik yang tentu mempengaruhi program kesehatan. Tentu hal ini memerlukan rasa sabar dan terus berusaha sekalipun harus mulai dari awal. Intinya adalah banyak berdoa dan banyak berusaha.
- Michael menjelaskan LPMAK sebagai pendukung program pemerintah. Dalam bekerja sama dengan dinas kesehatan tidak semua berjalan lancar sehingga tentu perlu komunikasi intens supaya program berjalan dengan sinergis. Hal ini sudah diatasi dengan banyak pertemuan dengan Dinas kesehatan untuk menyinergiskan program-program kesehatan.
- Harold menyatakan di LPMAK, kemitraan dibangun dengan pengelola yayasan. Seluruh kemitraan akan berakhir jika masyarakat ini tidak diberdayakan. Dengan adanya tekanan perubahan kebijakan di tingkat makro, semua pihak mengambil kesadaran, termasuk masyarakat, pada akhirnya bisa melunak sikapnya. Walaupun menjalin kemitraan dengan yayasan, bukan hanya LPMAK yang bekerja sama dengan yayasan, tapi juga ada kerja sama dengan yayasan selaku pengelola. Kemandirian suatu pengelola harus bisa memberdayakan sumber daya yang ada.
Merancang Program Exit Strategy
Materi akhir pada hari kedua adalah merancang program exit strategy yang disampaikan oleh Dwi Handono. Dalam paparannya, Dwi Handono menjelaskan bahwa program seharusnya memiliki suatu siklus karena program memiliki batas waktu. Sedangkan, exit strategy tugas programmer. Jika program selalu ada, masuk kegiatan rutin. Secara filosofi, program adalah sesuatu yang baru yang memerlukan uji coba/intervensi. Liony kemudian menambahkan jika masalah yang ditangani program masih terus ada, maka keberadaan program masih tetap relevan. Terkait dengan exit strategy, Liony setuju bahwa closing project akan lebih etis dilakukan oleh pemilik dana.
Gambar 9. Merancang Exit Strategy
Exit strategy memiliki tujuan untuk menjamin keberlanjutan dampak bahkan setelah program selesai. Hal ini ini dapat dilakukan dengan memastikan hasil program yang lebih baik dan mendorong komitmen untuk keberlanjutan program. Dwi Handono menjelaskan ada tiga pendekatan exit strategy, yaitu phasing down, phasing out, dan phasing over. Phasing down berarti mengurangi kegiatan secara bertahap dan memanfaatkan organisasi lokal. Phasing out berarti pihak sponsor menarik keterlibatannya dalam suatu program tanpa menyerahkan ke institusi lain untuk implementasi lanjutan. Pendekatan yang terakhir yaitu phasing over dimana pihak sponsor melakukan transfer kegiatan kepada institusi atau komunitas lokal.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam exit strategy antara lain fokus pada akhir sejak kegiatan berjalan, menjamin partisipasi dan kepemilikan komunitas, mendesain program dengan sumber daya yang mudah, memprioritaskan advokasi dan peningkatan kesadaran, investasi dukungan kapasitas pengembangan partner, mendukung perbedaan sumber daya, dan mengakhiri dengan cara yang baik.
Kegiatan akan dilanjutkan pada hari ketiga dengan agenda diskusi manajemen proyek dan merancang exit strategy. Kegiatan hari kedua diakhiri dengan doa oleh Novi.
Reportase: Yuditha Nindya KR (PKMK UGM)