Reportase
Pemaparan Rencana Kegiatan Pelaksanaan Kajian Pelayanan
Puskesmas Pembantu Kabupaten Gunung Kidul
Wonosari, 13 September 2019
Pada 13 September 2019 dilakukan pemaparan rencana kegiatan pelaksanaan kajian pelayanan Puskesmas Pembantu (Pustu) Kabupaten Gunung Kidul. Kegiatan ini dilaksanakan di ruang rapat 1 Setda Kabupaten Gunung Kidul, yang diikuti oleh Dinas Kesehatan beserta jajarannya, Kepala Puskesmas se – Gunung Kidul dan berbagai lintas sektor seperti BAPPEDA, BKPPD, BKAD, DPMPT, Hukum, Organisasi dan lainnya.
Gambar 1. Pembukaan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gunung Kidul
Kegiatan pertama dilakukan pembukaan oleh Kepala Dinas Kesehatan Gunung Kidul dr. Dewi Irawaty, M.Kes. Dewi menyampaikan bahwa kajian ini tidak semata – mata digunakan untuk menutup Pustu, namun karena ingin tetap mempertahankan Pustu.
Gambar 2. Penyampaian rencana kajian oleh ketua tim PKMK
Setelah sambutan, ketua tim PKMK kajian pelayanan Pustu Dr. dr. Dwi Handono, M.Kes memaparkan rencana kegiatan kajian pelayanan Pustu di Gunung Kidul. Penjelasan tersebut meliputi:
- Penyampaian kondisi Pustu saat ini terdiri dari kondisi fisik, jadwal pelayanan dan jumlah kunjungan serta penyampaian survei pendahuluan yang telah dilakukan.
- Latar belakang dilakukannya kajian, masalah, tujuan dan sistematika jalannya kajian.
- Indikator efektivitas dan target Pustu belum jelas, sehingga menggunakan modifikasi angka kontak.
- Hasil kajian direncanakan untuk menyusun rekomendasi rencana revitalisasi.
Gambar 3. Diskusi mengenai tanggapan dan masukan
Diskusi juga dilakukan untuk mengetahui tanggapan peserta dan masukan untuk kegiatan kajian. Diskusi dipandu oleh Drs. Tudiono, M.Kes. Diskusi ini mendapat banyak tanggapan dan saran dari berbagai pihak antara lain:
- Secara momentum kegiatan ini bukan kegiatan jangka pendek, namun pada 2021 terbuka peluang untuk membuat kebijakan revitalisasi Pustu dengan masa pemerintahan pemimpin yang baru. Pertimbangan pelayanan publik adalah hal yang harus diutamakan, dibandingkan dengan pertimbangan ekonomis (BAPPEDA).
- Tidak semua Pustu dapat dipertahankan melihat data pendahuluan yang ditampilkan, karena mereka berpendapat dukungan SDM kurang, kunjungan pasien dan jarak Pustu yang dekat dengan Puskesmas (BKPPD).
- Pustu yang tidak memenuhi persyaratan operasional lebih baik ditutup. Aspek hukum mengenai sarana dan prasarana serta kualifikasi kompetensi pelaksana juga harus diperhatikan (Bagian hukum).
- Kondisi keuangan 2019 dan 2020 dinilai belum siap untuk revitalisasi, karena 2020 Kabupaten Gunung Kidul memiliki target operasional rumah sakit baru Saptosari. Jadi ketika Pustu dinilai tidak layak untuk dipertahankan maka mereka menyetujui namun dengan kajian mendalam mengenai kebutuhan masyarakat terhadap Pustu (BKAD).
- Pustu di Kabupaten Gunung Kidul dibangun sebelum terbitnya Permenkes No. 75 Tahun 2014, dalam peraturan tersebut Pustu diperuntukkan 2 atau 3 desa. Namun, di Gunung Kidul jumlah Pustu dianggap melebihi yang ditetapkan, selain itu ketentuan Pustu ada sebelum adanya sistem kapitasi sehingga SDM, sarana dan prasarana belum bisa memenuhi kebutuhan saat ini. Ketika Pustu akan direvitalisasi, maka harus komprehensif (Kepala Puskesmas).
- Pemenuhan standar pelayanan ideal di Pustu masih berat dari segi SDM maupun sarana dan prasarana. Disampaikan juga bahwa terdapat desa yang dalam pertemuannya mendapatkan kesepakatan, jika Pustu tidak efektif diperbolehkan untuk ditiadakan atau dikurangi jam pelayanannya. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa tidak semua rasionalisasi Pustu ditolak oleh masyarakat (Kepala Puskesmas).
- Ketika melihat efektif atau tidaknya sebuah pelayanan harus secara komprehensif. Perlu mencari penyebab ketidak efektifan tersebut, bisa menanyakan kepada pemangku wilayah mengenai penyebab masyarakat tidak memerlukan pelayanan tersebut atau melihat dari sisi pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, apakah telah sesuai dengan standar atau belum (Kepala Puskesmas).
- Terdapat alasan menarik yang diungkapkan salah satu kepala Puskesmas, bahwa walaupun transportasi sudah dinilai lancar namun, Pustu lebih diminati jika terdapat layanan yang memadai. Hal tersebut terjadi karena terdapat penduduk lansia yang mengalami kesulitan mengakses Puskesmas induk sehingga mereka lebih memilih Pustu (Kepala Puskesmas).
- Alternatif lain selain direvitalisasi ataupun rasionalisasi adalah pengalih fungsian Pustu yang dinilai tidak layak. Pustu dapat dialih fungsikan menjadi tempat kegiatan Posyandu dan Puskesmas keliling (Kepala Puskesmas).
- Perlu masuk di kajian mengenai Puskesmas keliling, apakah pusling juga menjadi penyebab ketidak efektifan Pustu atau Pusling. Selain itu, efektif yang dimaksud bukan Pustu harus di tutup atau hidup, Pustu dapat juga mengakaji mengenai berapa hari efektifnya (Kepala Dinas Kesehatan).
- Perlu kajian mengenai sejarah dibangunnya pustu, dengan membandingkan kondisi dulu dengan sekarang dari segi infrastruktur jalan saat Pustu dibangun dan cost effecting – nya. Sehingga perlu ada kajian mengenai apakah pustu sudah dapat digantikan puskesmas induk atau belum (Bagian Organisasi).
Hasil sementara dari diskusi tersebut adalah terdapat pro dan kontra dalam direvitalisasi Pustu. Namun, rasionalisasi Pustu juga perlu pertimbangan mengenai reaksi masyarakat. Kajian mengenai sejarah pembentukan Pustu juga perlu dibahas dalam kajian ini. Ketua tim PKMK menyampaikan bahwa semua masukan akan ditampung terlebih dahulu agar kajian ini lebih tajam. Selain itu, Dr. dr. Dwi Handono, M.Kes juga menyampaikan bahwa akan sulit untuk membuat rekomendasi revitalisasi Pustu ketika tidak ada komitmen dari semua pihak. Pemaparan kegiatan ini ditutup dengan menyampaikan bahwa tim akan mencoba mengakomodir semua saran walaupun dengan keterbatasan, dan akan dilaporkan lebih lanjut kepada Kepala Dinas Kesehatan selaku pembina.
Gambar 4. Penentuan jadwal pengumpulan data bersama enumerator
Acara diakhiri dengan pembentukan kelompok Puskesmas untuk menentukan jadwal enumerator melakukan pengumpulan data.
Reporter: Meia Audinah, S.Kp.G