Jakarta - Seperti telah diprediksi, lonjakan kasus Covid-19 tak terbendung lagi. Indonesia mengalami kedaruratan pandemi Covid-19 dalam dua-tiga minggu terakhir. Seperti banjir bandang, pasien Covid-19 menyerbu rumah sakit dan puskesmas. Banyak pasien ditolak dan terlantar penanganannya. Kapasitas fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang tersedia tidak mampu menjawab perkembangan krisis pandemi. Banyak yang menyatakan sistem Kesehatan bisa kolaps kalau lonjakan kasus terus terjadi.
Rumah sakit menjerit karena tidak mampu lagi menampung pasien konfirmasi Covid-19 yang datang. Ada rumah sakit di Jakarta terpaksa menerima pasien yang duduk di UGD, di selasar, halaman atau tempat parkir rumah sakit dengan kondisi pasien yang mengkhawatirkan. Over-kapasitas tidak hanya terjadi di Jakarta. Seluruh Indonesia mengalami lonjakan kasus, dan terutama di Pulau Jawa menyedihkan. Over-kapasitas mengakibatkan pelayanan tidak standar, kelelahan nakes, serta keterbatasan obat dan alkes.
Sementara puskesmas sebagai garda depan penanggulangan pandemi Covid juga mengalami beban dari krisis pandemi sekarang. Sering dinyatakan puskesmas ujung tombak dalam menghadapi pandemi. Tugasnya dalam penanggulangan pandemi adalah prevensi, deteksi, dan respons. Namun sekarang puskesmas kedodoran menghadapi Covid-19. Tugasnya makin berat di samping melaksanakan 3T, pemantauan kasus isolasi mandiri dan vaksinasi yang dipercepat, juga ditambah menangani kasus yang berdatangan dalam keterbatasan, termasuk mengelola rujukan ke rumah sakit yang ternyata tidak mudah.
Banyak pihak melihat beban berat puskesmas dalam menjalankan perannya di tengah pandemi sekarang. Sebagai fasyankes yang memiliki wilayah kerja, puskesmas bertanggung jawab dalam penanggulangan pandemi dari hulu. Kegagalan sejak dari hulu akan menimbulkan ledakan kasus positif yang membahayakan sistem Kesehatan. Jika ini terjadi, dampak yang muncul luar biasa dan kita merasakan sekarang. Karena pandemi tidak saja berdampak kesehatan, tapi juga persoalan sosial, ekonomi, hukum, dan politik yang panjang dan silang sengkarut.
Kapasitas
Puskesmas satu-satunya fasyankes yang komprehensif dalam pelayanan karena melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dalam batas wilayah kerjanya. Puskesmas dibangun dengan standar yang sudah ditetapkan, dengan akses dan mutu pelayanan yang terus ditingkatkan. Puskesmas unggul dalam prevensi, deteksi, dan respons karena dekat dengan sasaran masyarakat. Tak heran pemerintah memprioritaskan puskesmas dalam penanggulangan Covid-19 yang melanda awal tahun 2020 tersebut.
Sekarang saat ledakan Covid-19 terjadi pasca liburan mudik dan berjangkitnya virus varian delta yang mudah menyebar, banyak pihak melihat ke puskesmas. Puskesmas sejumlah 10.134 di seluruh Indonesia tersebut dipandang tidak berhasil dalam penanggulangan hulu pandem Covid-19. Tidak seluruhnya kelemahan puskesmas, tapi sebagai fasyankes terdepan memiliki tanggung jawab tidak ringan. Kegagalan penanggulangan hulu berada di pundak puskesmas. Hal ini berarti penanggulangan yang bersifat intervensi ke hulu terkait proses epidemiologi dan patofisiologi ancaman Covid-19 pada kesehatan penduduk tidak berhasil dipertahankan.
Puskesmas yang dikembangkan sejak 1968 dalam perkembangannya mempunyai standar minimal menjawab kebutuhan masyarakat. Meliputi standar manajemen, sarana/ bangunan, prasarana, SDM, obat dan bahan habis pakai, serta standard mutu. Karena tanggung jawab wilayah, standar minimal tersebut pada waktu tertentu perlu peningkatan menjawab tuntutan masyarakat. Kerap peningkatan kapasitas puskesmas terlambat dibanding tuntutan kebutuhan. Akibatnya tugas berat promotif-preventif tidak dapat berjalan dengan baik, terutama masa krisis pandemi Covid-19.
Sekarang ini kita melihat konsep dan strategi kesehatan masyarakat yang dirumuskan di tingkat pusat sering mendapatkan kendala tidak ringan dalam implementasi wilayah kerja puskesmas. Faktual masyarakat kita butuh kesehatan masyarakat dan kesehatan perorangan (pengobatan). Di tengah pandemi yang meningkat tajam dan mengancam tidak perlu dikotomi UKM dan UKP. Yang diperlukan adalah peningkatan kapasitas dalam waktu yang cepat, integrasi pelayanan, dan monitoring mutu pelayanan yang berkaitan dengan peran prevensi, deteksi dan respons.
PenguatanPuskesmas harus diperkuat bukan semata karena pemerintah mengandalkan puskesmas dalam menghadapi pandemi Covid-19 sekarang, tapi juga mengantisipasi kebutuhan pelayanan hulu bidang Kesehatan masa mendatang. Sebelum pandemi meningkat tajam sekarang, semua indikator dan cakupan pelayanan kesehatan esensial seperti kesehatan ibu dan anak, imunisasi, kesehatan lingkungan, pemantauan gizi balita, dan pengendalian penyakit menurun 30-50 persen. Sementara monitoring mutu pelayanan eksternal terjadi relaksasi tanpa diketahui kapan berakhir.
Beberapa alasan penguatan; yang pertama, puskesmas adalah garda depan yang berhadapan dengan masyarakat. Diperlukan puskesmas dengan standar yang memenuhi dan kuat menghadapi tuntutan pelayanan termasuk pandemi yang meluluhlantakkan sistem kesehatan. Kedua, puskesmas adalah kepanjangan tangan otoritas dinas kesehatan juga Kementerian Kesehatan. Oleh karena itu puskesmas harus dapat mengimplementasikan kebijakan dan rencana ditingkat kabupaten dan pusat, termasuk strategi dalam penanggulangan pandemi covid-19.
Ketiga, puskesmas tersebar di seluruh pelosok Indonesia, termasuk daerah terpencil dan sangat terpencil. Hal ini merupakan kekuatan yang tidak dimiliki fasyankes lainnya. Perhatian kepada puskesmas akan efektif dalam menghentikan penyebaran Covid-19. Keempat, di masa krisis pandemi terlihat kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat tidak dapat dipisahkan. Kedua pelayanan menjadi satu dan terintegrasi dalam penanggulangan pandemi Covid-19 di tengah masyarakat. Peran puskesmas dalam prevensi, deteksi, dan respons merupakan kegiatan integrasi pelayanan tersebut.
Penguatan dapat berupa kebijakan afirmatif pemerintah pusat yang diberlakukan untuk memperkuat puskesmas terdampak Covid-19 dan daerah zona merah. Ada prioritas sehingga kebijakan tepat anggaran, wilayah, dan tepat waktu. Beberapa yang bisa dilakukan adalah rekrutmen SDM/relawan medis dan non medis terkait, alokasi anggaran Bantuan Tidak Terduga (BTT) yang sistemnya dipermudah, dropping obat dan bahan habis pakai termasuk APD, serta kebutuhan pengembangan ruang perawatan darurat Covid-19 yang mendesak di seluruh pelosok.
Kebijakan afirmatif pemerintah pusat perlu dilakukan sebagai upaya penguatan puskesmas di tengah krisis pandemi Covid-19, karena potensi kebijakan dan keuangan yang dimiliki pemerintah pusat (Kementerian Kesehatan) dapat melayani kebutuhan seluruh puskesmas Indonesia. Kegiatan mendesak perlu dilakukan segera agar pandemi tidak memperburuk situasi masyarakat. Hal demikian tidak dapat dipandang terlambat, karena analisis para ahli kesehatan menyatakan butuh waktu beberapa tahun sebelum pandemi Covid-19 dapat kita kendalikan.
Noerolandra Dwi S surveior akreditasi FKTP Kemenkes
Sumber: detik.com