SUMENEP – Puluhan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) di Sumenep belum memiliki instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) medis. Sampah bahan berbahaya dan beracun (B3) itu harus di tumpuk di tiap puskesmas.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumenep A. Fatoni mengatakan, di Kota Keris ada 30 puskesmas. Di daratan 22 puskesmas dan 8 lainnya di kepulauan. Dari puluhan puskesmas itu, hanya 6 yang memiliki IPAL.
Yakni, Puskesmas Pragaan, Gapura, Pasongsongan, Arjasa, Sapeken, dan Lenteng. Sementara sisanya belum memiliki IPAL.
Fotoni menegaskan, IPAL di lima puskesmas tersebut berfungsi. Sementara untuk pengelolaan sampah medis dari puskesmas lainnya masih menggunakan jasa perusahaan swasta alias dipihakketigakan.
”Kami taruh dulu di ruangan khusus menyimpanan, 1 bulan sekali diangkut ke daratan untuk yang di kepulauan,” unjarnya kemarin (3/5).
Dengan pembuangan yang dipihakketigakan, puskesmas dibebankan biaya Rp 25 ribu per kilogram. ”Dibuangnya ke Mojokerto,” ungkap Fatoni.
Dia memastikan tahun ini tidak akan ada puskesmas yang akan mendapat alokasi pengadaan alat IPAL. Alasannya, ketersediaan anggaran terbatas.
Menurut Fatoni, pengadaan IPAL membutuhkan anggaran yang lumayan besar. ”Untuk satu puskesmas sekitar Rp 400 juta,” tuturnya.
Selain itu, pengadaan untuk IPAL di beberapa puskesmas juga terkendala luasan lahan. ”Seperti Puskesmas Dungkek yang sudah tidak memungkinkan karena berdempet-dempetan,” imbuhnya.
Sekretaris Komisi IV DPRD Sumenep Moh. Imran meminta dinkes menyikapi puskesmas yang belum memiliki IPAL. Menurut dia, sampah medis yang berbahaya harus menjadi perhatian Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep.
”Walaupaun pengadaannya mahal, ini kan sangat diperlukan untuk jangka panjang,” desaknya. (jup)
Sumber: jawapos.com