Reportase
Rapat Konsolidasi Perencanaan dan Penganggaran Keluarga Berencana dan Kesehatan Ibu Berbasis Hak Terintegrasi
Selasa -Rabu, 27 – 28 Maret 2018
Rapat konsolidasi program KIA & KB telah dilaksanakan pada Selasa-Rabu, 27 – 28 Maret 2018 di Hotel Santika, Jogja. Rapat disiapkan oleh tim PKMK FKKMK UGM, mengundang dan dihadiri oleh tim dari pusat, yakni Kementerian Kesehatan, UNFPA, Bappenas, dan BKKBN.
Berikut merupakan rincian kegiatan dari rapat konsolidasi Perencanaan dan Penganggaran Keluarga Berencana dan Kesehatan Ibu Berbasis Hak Terintegrasi. Rapat dibuka oleh Melania Hidayat dari UNFPA, kemudian dilanjutkan pemaparan oleh Dr. dr. Dwi Handono Sulistyo, M.Kes, berkaitan dengan “TOR dan Design OR” (PKMK FKKMK UGM).
Dalam diskusi, terdapat beberapa pokok bahasan, tentang irisan “TOR dan Design OR”, fokus sasaran WUS dengan PUS atau semua WUS, instansi yang terlibat (apakah perlu ditambah KUA atau Dinas Pendidikan), kemudian kondisi dan suasana “kebatinan” di kabupaten masih memiliki ego sektoral yang tinggi. Implementasi BL saat ini masih fokus pada tim teknis, belum sampai pada tim yang jauh lebih tinggi. Terkait dengan OR atau pendampingan, tim lapangan sedang fokus pada pendampingan, yakni penurunan AKI agar kontribusi dari masing-masing OPD jelas, sehingga dapat terintegrasi. Dalam hal ini, muncul sebuah harapan, bahwa bentuk integrasi harus terwujud pada Rencana Aksi Daerah (RAD) lintas OPD pada kurun waktu 5 tahun, yang menjadi kendala adalah belum ada sistem informasi yang terintegrasi antara dinas kesehatan, OPD, KB dan rumah sakit.
Melania Hidayat menyampaikan paparan “Workshop RFP Piloting” (UNFPA), diawali dengan penjelasan mengenai latar belakang mengapa piloting ini dibutuhkan, bahwa semakin menurunnya komitmen nasional, kontribusi KB terhadap penuruanan AKI masih belum terlihat, peran terlalu difokuskan di kabupaten pada saat pasca desentralisasi, kemudian KB merupakan bagian dari health system.
Terkait dengan Right Based Family Planning (RFP), memiliki 8 elemen yang perlu diperhatikaan, diantaranya:
- Hak terhadap akses keinformasi KB dan pelayanan dengan standar tertinggi
- Keadilan dalam akses
- Pendekatan sistem kesehatan yang dapat diterapkan di sektor pemerintah dan swasta:
- Integrasi KB dalam kontinum pelayanan kesehatan reproduksi
- Standar etika dan profesional dalam memberikan pelayanan keluarga berencana
- Perencanaan program berbasis bukti
- Transparansi dan akuntabilitas
- Pelayanan yang sensitif gender
- Sensitivitas budaya
- Kemitraan
Jika FP ini disusun berdasarkan data yang tepat, maka dapat mendiagnosa kebutuhan ibu hamil dengan tepat, sehingga goals Dari FP ini dapat memberikan kontribusi secara langsung yakni menurunkan AKI.Berdasarkan hal ini, poin yang ingin dilihat ialah apakah strategi yang dibuat dalam FP ini “feasible” dilakukan di daerah atau tidak? Seberapa besar deviasinya dengan kondisi serta fakta di lapangan/ kabupaten piloting ini? Jika dilapangan terdapat strategi-strategi/ kegiatan yang belum tercantum dalam RFP, hal tersebut akan memperkaya informasi-informasi, serta kegiatan yang dimuat dalam modul RFP, pemaparan Melania Hidayat.
Bebarapa hasil penting dalam diskusi, yaitu sebagai berikut :
- RFP merupakan bentuk ideal, diharapkan kabupaten hanya memiliki dari menu-menu yang terdapat dalam RFP;
- Titik berat dari RFP adalah kontribusi KB, bagaimana caranya agar dapat menurunkan AKI, karena hasil evidence based globalà kontribusi KB terhadap kematian ibu adalah 25 – 30%;
- Pijakan dasar belum mantap, masih terbagi antara RAN dan RFP, framework yang disusun tim PKMK UGM sudah merupakan kontribusi dari KB. Framework ini menunjukkan continum of care secara keseluruhan, untuk KB bagaimana melakukan monitoring ketahanan keluarga agar dapat melihat apa saja kegiatan yang sudah dijalankan di kabupaten à kemudian dibandingkan dengan dokumen RFP atau RAN;
- Kabupaten perlu memahami isi dokumen RFP atau RAN;
- Kabupaten perlu meniru atau mencoba melakukan RFP, dengan melihat care pathways à dapat memperjelas atau diperjelas kembali siapa melakukan apa, perlu diperhatikan juga, jika FKTP swasta terlibat untuk KB pascasalin;
- Perlunya kebijakan dari Bappenas untuk menguatkan perencanaan yang terintegrasiini, dan juga peran legislatif (DPRD);
- Dalam care pathways, perlu dijelaskan pembagian tugas untuk masing-masing OPD, dengan menjabarkan care pathways agar dapat menempatkan layanan untuk kualitas, panduan, SOP, sarana, pelatihan, dan kebutuhan alat kontrasepsi, kabupaten perlu merinci estimasi kebutuhan alkon;
- Care pathways, secara makro sudah menembak strategi yang ada di dokumen RFP, kegiatan yang dilakukan baru sampai pendekatan dengan masing-masing OPD (Jalin trust), belum sampai pada tahap teknis;
- Pada proyek ini perlu ditegaskan adalah OR, mengingat EC yang sudah keluar;
- Terkait dengan blended learning (BL), PKMK UGM hanya memfasilitasi untuk appointment pertemuan, audiensi, dan mencari data di lapangan, sedangkan BL akan dilakukan Tim Pusat (Peran PKMK UGM, fokus pada budgeting dan planning);
- Untuk dokumen akhir, Renja 2018 untuk di-review dan Renja 2019 untuk di-input mengenai integrasi KI-KB ini;
- RAB tidak mengubah rupiah, hanya mengubah peruntukkan dana;
- RAB direvisi tetapi tanpa mengubah nominal Rupiah yang ada di RAB, hanya menggeser kegiatan atau item-item yang memang tidak diperlukan seperti tim ahli dilapangan.
Oleh : Elva Noor Endah Rosmalia, S.H., MH.Kes.