Reportase
Diskusi Masyarakat Praktisi Pelayanan Primer
Sistem Pemberian Tunjangan Berbasis Kinerja bagi Tenaga Kesehatan di Pelayanan Primer:
Pengalaman dari DKI Jakarta
Christa Dewi, PhD, dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan membuka webinar dengan menjelaskan bahwa dana kapitasi yang ada sekarang sangat besar tetapi pembagian jasa pelayanan belum optimal untuk meningkatkan kinerja petugas kesehatan. Sebenarnya sudah banyak cara yang dilakukan untuk mendongkrak kinerja, salah satunya melalui pemberian kompensasi dalam hal finansial maupun non-finansial, ini merupakan salah cara yang dapat meningkatkan kinerja petugas kesehatan.
Prof Agus Suradika, M.Pd. selaku Kepala Badan Kepegawaian Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta memaparkan tentang Kebijakan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD). Agus menjelaskan bahwa pemberian insentif berpengaruh terhadap kesejahteraan pegawai akan mendorong SDM lebih fokus dan tidak perlu lagi membuat kegiatan fiktif ataupun kegiatan lainnya untuk dapat mendapatkan penghasilan tambahan. Penerapan sistem TKD ini bukan hanya memiliki unsur insentif, melainkan juga disinsentif, diantaranya pemotongan TKD yang dapat mencapai 100%, pemecatan dari jabatan, dan penurunan grading apabila petugas melakukan wan prestasi. Penurunan grading ini pun dapat menyebabkan penurunan jumlah TKD yang diterima. Melalui sistem TKD ini ditetapkan sistem yang adil sesuai dengan beban dan risiko tugasnya, sehingga meskipun eselonnya sama, grading-nya dapat berbeda. Sebagai ilustrasi, untuk pegawai struktural di BKD, TKD yang diterimakan berkisar antara Rp 7.470.000 sampai Rp63.900.000.
dr Luigi selaku Kepala Puskesmas Kecamatan Cilandak mewakili Dinas Kesehatan DKI Jakarta menjelaskan lebih lanjut tentang sistem TKD yang diterapkan bagi pegawai puskesmas. Pada puskesmas di DKI Jakarta terdiri dari 2 unsur ketenagaan kerja yaitu PNS dan Non PNS. Perhitungan besaran TKD berdasarkan jabatan dan poin-poinnya yang dijabarkan pembagian presentase penilaian sebesar 70 persen untuk aktivitas kerja, 10 persen untuk perilaku kerja dan 20 persen untuk serapan anggaran. Batas maksimal waktu efektif adalah hasil perkalian antara hari kerja efektif dan menit kerja efektif, dan dikurangi dengan pengurang absensi. Untuk yang PNS dan Non PNS pekerja tidak boleh menerima tambahan apapun kecuali gaji dan tunjangan, namun apabila ada kelebihan jam kerja maka akan diberikan honor kepada Non PNS.
Dr. dr Andreasta Meliala, DPH, M.Kes, MAS membahas tentang Tunjangan Kinerja Daerah dari aspek manajemen. DKI Jakarta berani menggunakan konsep ini karena Anggarannya besar yaitu sebanyak 70 triliun, 30 persen untuk SDM berarti 21 triliun, artinya untuk mendapatkan carrot yang besar maka kita juga harus memiliki stick yang besar pula. Dalam sistem manajemen tidak boleh dilakukan pemberian reward atau punishment sebelum diberikan Performance Appraisal. DKI Jakarta memakai konsep motivasi instrumentality dimana konsep ini menggambarkan bahwa setiap orang akan termotivasi apabila bentuk reward dan punishment-nya berupa material.
Laode M. Hajar Dony dari Direktorat Kesehatan Primer Kementerian Kesehatan meneruskan untuk membahas bahwa terdapat sejumlah daerah yang belum mampu mengaplikasikan tunjangan kinerja. Dapat dilihat bahwa dalam penilaian kinerja ini harus berdasarkan pengukuran outcome. Pendapatan puskesmas didapat dari dana kapitasi, yang didapat dari peserta JKN. Peserta tersebut harus didistribusikan kepada puskesmas dan fasilitas kesehatan swasta. Harapan kami adalah telah ditetapkan komponen-komponen penilaian kinerja, sehingga perlu ditetapkan output dan outcome yang terukur serta sejalan dengan pencapaian kinerja.
Notulensi selengkapnya dari pertemuan ini dapat Anda unduh di sini.