Reportase Workshop Hasil Assessment SKP Riau
27 – 29 September 2017
Kunjungan kali ini diisi kali ini dengan workshop mengenai hasil assessment dan pokok pokok naskah akademis. Workshop ini dilakukan dengan tujuan untuk memaparkan hasil assessment yang berimplikasi pada pokok naskah akademis dan menyepakati hal yang akan dimasukkan dalam naskah akademis Sistem Kesehatan provinsi Riau.
Pada 27 – 28 September 2017, Tim PKMK FK UGM yang diketuai oleh DR. dr. Dwi Handono Sulistyo, M.Kes melakukan konsolidasi kegiatan workshop dan mengkonfirmasi kehadiran peserta yang akan hadir pada workshop kali ini bersama dengan tim dari Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Jumat 29 September 2017, workshop yang dihadiri oleh 46 instansi yang terkait dengan pembangunan kesehatan di provinsi Riau. Instansi yang terlibat antara lain Dinas Kesehatan Provinsi, BAPPEDA provinsi Riau, BPJS provinsi Riau, Direktur RSUD, Direktur RS Swasta, Dinas Kesehatan di Kabupaten, FK UNRI, dan Organisasi Profesi. Kegiatan workshop dimulai dengan pengantar dari Prof. dr. Laksono. Trisnantoro, M.Sc., PhD. Dalam pengantarnya, Prof. Laksono menyatakan bahwa Riau memiliki potensi sumber daya yang dapat mendukung peningkatan pelayanan kesehatan, kemudian mutu pelayanan kesehatan di Riau perlu ditingkatkan dan diperhatikan karena Riau berbatasan langsung dengan Malaysia dan Singapura. Selain itu, Riau perlu memikirkan strategi dalam pencapaian target bekerja sama dengan BPJS. Diharapkan dari penyampaian hasil assessment ini dapat digunakan sebagai acuan pokok naskah akademis dalam meningkatkan pelayanan kesehatan di Provinsi Riau. Kemudian Provinsi Riau perlu memperhatikan sistem rujukan provinsi, karena Provinsi Riau menjadi salah satu lokasi uji coba untuk RS Rujukan oleh Kementrian Kesehatan. Dua provinsi lainnya yang menjadi daerah uji coba yaitu Maluku dan Aceh.
Kegiatan selanjutnya yaitu pembukaan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Dra. Mimi Yuliani Nazir, Apt., MM yang berharap bahwa SKP ini dapat dijadikan payung hukum dan ada masukan dan dukungan dari semua stakeholder di provinsi Riau agar Sistem Kesehatan Provinsi Riau dapat terselesaikan sehingga pembangunan kesehatan di Provinsi Riau dapat terarah dan berjalan dengan lebih baik.
Kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan hasil assessment oleh DR. dr. Dwi Handono, M.Kes yang disampaikan dengan pemaparan awal mengenai indikator dari perspektif sistem kesehatan yaitu derajat kesehatan, jaminan pembiayaan dan kepuasan masyarakat yang belum optimal. Selanjutnya hasil dipaparkan per subsistem sebagai pokok pokok naskah akademis diantaranya subsistem upaya kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, pembiayaan, sediaan farmasi, alat kesehatan, makanan minuman, manajemen dan informasi kesehatan, serta pemberdayaan masyarakat. Dari pemaparan hasil tersebut disampaikan bahwa terdapat isu-isu penting yang perlu diperhatikan yang dapat berimplikasi terhadap pokok-pokok naskah akademis.
Selanjutnya dalam membahas isu-isu dalam pokok-pokok naskah akademis, kegiatan ini dipimpin oleh Drs. Tudiono, M.Kes. Pada kesempatan kali ini Drs. Tudiono menyampaikan 5 isu penting yang perlu diperhatikan dan disepakati oleh seluruh stakeholder yang ada di Provinsi Riau. Isu yang pertama dibahas mengenai puskesmas melayani selama 24 jam, hal ini merupakan satu isu yang berkaitan dengan pemberian upaya kesehatan secara maksimal oleh tenaga kesehatan, banyak masukan terhadap isu ini seperti dari Direktur RSUD Tembilahan, perwakilan FK UNRI, perwakilan dari Dinas Kesehatan Kab. Kampar, dan perwakilan Dinas Kesehatan Kota Dumai, diskusi memutuskan bahwa puskesmas 24 jam ini disepakati dan dapat dimasukkan ke dalam SKP Riau sebagai isu yang penting. Namun dalam isu pertama ini diperlukan komitmen dari pihak provinsi dalam persiapan sumber daya dan dukungan dalam implementasi.
Isu kedua yaitu mengenai RS untuk orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dan kesehatan ibu anak (KIA). Hal ini juga menjadi isu penting mengingat banyaknya ODGJ yang tertumpuk di satu RSJ saja, sedangkan jumlah ODGJ di Provinsi Riau masih terus meningkat. Isu ini pun disepakati dan distujui untuk dimasukkan ke dalam SKP Riau. Isu ketiga yang dibahas adalah kerja sama RS Swasta dengan BPJS, isu ini juga menjadi sangat penting mengingat banyaknya RS swasta yang ada di Provinsi Riau dan perlunya dukungan pihak swasta dalam pembangunan kesehatan di Provinsi Riau. Hal ini belum disepakati karena hanya ada satu rumah sakit swasta yang hadir dalam kegiatan ini sehingga tidak ada pandangan lain jika hanya mendiskusikan dengan sedikit pihak.
Selanjutnya isu keempat yaitu pengelolaan upaya kesehatan masyarakat dengan baik dan diadakannya Balai Kesehatan Masyarakat, dalam diskusi isu keempat ini ada banyak sudut pandang yang disampaikan oleh beberapa stakeholder dan banyak stakeholder yang sepakat dengan perbaikan pengelolaan upaya kesehatan masyarakat yang lebih maksimal namun kurang setuju dengan pembentukan adanya balai kesehatan masyarakat, yang salah satunya disampaikan oleh Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Riau, dr. Ruswaldi Munir, SpKO yang menyampaikan bahwa lebih baik mengoptimalkan yang telah ada dibandingkan dengan pembentukan balai yang baru karena jika pembentukan balai ini disepakati akan membuat banyak variabel bagi UPT terkait. Hal ini dimaksudkan dengan memaksimalkan 12 program Indonesia Sehat yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan. Setelah banyak masukan dari banyak stakeholder disepakati bahwa isu keempat ini baik dimasukkan ke dalam SKP Riau namun tidak dengan pembentukan balai kesehatan masyarakat.
Selanjutnya isu kelima adalah global budget untuk semua rumah sakit. Dalam isu ini hal yang perlu diperhatikan adalah kendali mutu dan kendali biaya. Direktur RSUD Arifin Achmad, dr. Nuzelly sepakat dengan isu ini karena dengan adanya global budget rumah sakit dapat mengelola keuangan sesuai dengan kondisi rumah sakit. Setelah selesai menyepakati semua isu tersebut, kegiatan ditutup dan semua peserta dapat melakukan shalat jumat dan makan siang yang telah disediakan.
Penulis : Nurrul Ainy
Sri Surahmiyati
| #
Pelayanan kesehatan jiwa saat ini mengambil pendekatan basis masyarakat. Hal ini untuk mengurangi penumpukan pasien odgj di RSJ, & untuk mendukung efisiensi dan efektifitas perawatan. Selain dg membangun RSJ baru, pelayanan keswa sebaiknya diadakan di setiap puskesmas dan dg pendekatan keluarga. Puskesmas dapat melatih para kader kesehatan jiwa yg berasal dari masyarakat setempat. Selanjutnya kader berperan dalam skrining orang dengan gangguan jiwa, melakukan pendekatan ke keluarga, menyampaikan edukasi, menyampaikan informasi ttg layanan keswa di fasyankes yg tersedia, merujuk suspek ke fasyankes, melakukan sosialisasi keswa di masyarakat, & mengusulkan serta menyampaikan berbagai macam dukungan sosial atau bantuan utk. keluarga odgj. Adanya dukungan sosial dari keluarga, masyarakat, pemerintah dan berbagai stake holder dapat mengurangi stigma dan mengoptimalkan penyembuhan dan pemberdayaan keluarga dan odgj.
Reply