BIMA-RSUD Sondosia dan 14 Puskesmas di Kabupaten Bima ditetapkan menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Perubahan status tersebut, puskesmas sudah dapat mengelola keuangan sendiri.
“Sementara tujuh Puskesmas lain belum diakomodir karena belum melengkapi persyaratan,” kata Ketua Tim Persiapan BLUD Puskesmas dan RSUD Sondosia Dr Firman MPh, Senin (24/1).
Penetapan itu berdasarkan surat Keputusan Bupati Nomor 188.45/347/06.2, tanggal 27 Desember 2021. Salinan keputusan yang mulai berlaku efektif sejak 1 Januari 2022 lalu. Kemudian diteruskan ke masing-masing puskesmas dan RSUD Sondosia.
Puskesmas yang ditetapkan jadi BLUD adalah Puskesmas Bolo, Sape, Wera, Monta, Woha, Madapangga, Sanggar, dan Langgudu. Ditambah, Puskesmas Langgudu Timur, Pai, Wawo, Palibelo, Belo, dan Ngali.
Sementara tujuh Puskesmas yang belum diakomodir yaitu Tambora, Soromandi, Donggo, Parado, Lambitu dan Ambalawi. Mereka tidak diakomodir karena tidak memenuhi beberapa syarat. Salah satunya syarat administratif seperti dokumen, surat pernyataan, rencana strategis, standar pelayanan, tata kelola dan laporan keuangan. “Mereka sibuk kejar target vaksinasi, sehingga berkas yang diajukan tidak lengkap,” beber alumni FK UGM ini.
Ke depan dia berharap tujuh puskesmas yang tersisa agar melengkapi sejumlah syarat tersebut untuk pengajuan kembali. Agar statusnya bisa sama dengan 14 puskesmas lain. “Kami tetap terima pengajuan mereka. Karena jadi BLUD sangat penting, terutama dalam meningkatkan pelayanan,” akunya.
Sementara RSUD Sondosia dan puskesmas yang telah ditetapkan BLUD diminta agar segera menerbitkan berbagai dasar hukum implementasi BLUD. Seperti Perbup, Standar Operasional Prosedur (SOP), keputusan pimpinan BLUD dan Petunjuk Teknis (Juknis). Termasuk menyusun Rencana Bisnis Anggaran (RBA), sebagai acuan penggunaan keuangan. “Agar implementasi BLUD nanti sudah memiliki landasan yang jelas dalam operasionalnya,” beber pria kelahiran 1975, asal Nanga Wera, Kecamatan Wera ini.
Pada prinsipnya, peningkatan status Puskesmas jadi BLUD tidak mengubah kelembagaan. Mereka masih Unit Pelaksana Tugas (UPT) dari Dinas Kesehatan (Dikes) dan tetap mendapat bimbingan, pengawasan dari Inspektorat dan pihak terkait lain.
“Bedanya hanya pengelolaan keuangan dan pemberian beberapa fleksibilitas yang dikecualikan dari peraturan yang berlaku umum,” terangnya.
Karena esensi dari BLUD ini hanya meningkatkan kinerja pelayanan terhadap masyarakat dan cakupan pelayanan makin luas. Kemudian penggunaan keuangan lebih efisien, tepat sasaran, pembiayaan, dan pendapatan.
“Pengecualian ini didasarkan pada kenyataan, bahwa masyarakat tidak mau tau dengan aturan pada pelayanan. Mereka hanya mau dilayani dengan cepat,” bebernya.
Untuk itu, bagi jajaran yang bekerja di BLUD tersebut diharapkan terus meningkatkan SDM. Baik cara mengelola maupun pelayanan terhadap pasien. Paling tidak, mengubah pola pikir untuk kerja keras dan kerja sama dalam mewujudkan visi misi. Sehingga tercipta pelayanan yang dapat memberikan kepuasaan terhadap masyarakat.
“Yang paling penting, setelah jadi BLUD mindset birokrat harus diubah menjadi entrepreneur,” ingatnya.
Selalu melakukan hal yang inovatif, efisiensi di segala bidang dan responsif. Kemudian cepat tanggap dengan kebutuhan pasien, sehingga tidak lagi terpaku pada rutinitas belaka. “Sikap seperti itu sejatinya harus ada dalam pelayanan BLUD, tidak boleh tidak,” tandas ayah tiga anak ini. (jul/r8)
Sumber: jawapos.com