• Home
  • Tentang Kami
  • Jurnal
  • Arsip Pengantar
07 Nov2017

Strategi Membawa Inovasi Program Public Health Ke Masyarakat

Share this on WhatsApp

start-up-funding 

Keberhasilan pengembangan bidang public health (kesehatan masyarakat) sampai saat ini masih menjadi sorotan masyarakat dan praktisi kesehatan dunia. Selain banyak ditemukan penerapan strategi multidisipliner untuk memahami dan menyelesaikan permasalahan kesehatan dari perspektif promotif dan preventif, public health saat ini menghadapi tantangan dalam mempertahankan keberhasilan program secara berkelanjutan akibat berbagai keterbatasan yang dihadapi. Paradigma keberlanjutan untuk outcome kesehatan di dalam masyarakat (kelompok sasaran) seperti perubahan perilaku, rate penyakit dan partisipatif menjadi riskan manakala para pengambil kebijakan dan praktisi public health dihadapkan pada persoalan yang mengharuskan mereka mengembangkan konsep baru pemecahan masalah, berani mengambil resiko dan mengembangkan kemitraan yang bersifat multi dimensi. Kondisi tersebut pada akhirnya mengharuskan pembuat kebijakan dan praktisi public health menyusun dan mengembangkan best practice atau model perencanaan yang kompatibel. Namun, tuntutan tersebut tidak didukung dengan kemampuan dan kreativitas yang memadai dari pembuat kebijakan dan praktisi bidang public health.

Model perencanaan yang kompatibel adalah  model yang didesain untuk memenuhi kebutuhan spesifik dari sasaran atau masyarakat. Untuk menghasilkan model perencanaan yang kompatibel maka sangat diperlukan inovasi. Inovasi bukan berarti selalu baru tetapi merupakan terobosan untuk mengembangkan dan menerapkan strategi sesuai dengan kebutuhan sasaran. Inovasi menjadi solusi yang cukup efektif manakala hasil dari pelaksanaan inovasi mampu menghindarkan program dari kegagalan dan memberikan dampak positif ketika program berakhir. Alasan mendasar perlunya model perencanaan yang kompatibel dalam public health didasari oleh pertimbangan bahwa model perencanaan klasik (tradisional) memang masih dapat digunakan tetapi pembuat kebijakan dan praktisi perlu melakukan akselerasi melalui pengembangan inovasi. Selain itu, model perencanaan klasik masih belum mampu mengatasi  penghambat efektivitas program yaitu 1) proses perencanaan yang berjalan linear sehingga solusi yang diberikan dipaksakan untuk diimplementasikan pada semua keadaan dan situasi; 2) sumber pendanaan sangat terbatas dan tidak stabil karena sangat bergantung pada pemerintah; serta 3) alokasi pendanaan tidak mampu menjamin outcomes program yang dilaksanakan.

Untuk memudahkan pembuat kebijakan dan praktisi melakukan perencanaan yang inovatif (kompatibel) dalam bidang public health maka Lister et al. (2017) telah mengembangkan model inovasi dalam bidang kesehatan yang dikenal dengan Public Health Innovation Model (PHIM). Model PHIM mengkombinasikan dan mengintegrasikan desain model berpikir sektor swasta dengan model perencanaan klasik (tradisional) dan berfokus lebih dekat pada outcomes program. Inovasi yang dimaksudkan dalam model PHIM adalah inovasi yang mampu menyeimbangkan antara peran pemerintah, swasta dan masyarakat dengan membandingkan model perencanaan di sektor pemerintah dan swasta.

Dua hal yang bisa diadopsi dari perencanaan sektor swasta (bisnis) adalah pertama pembuat kebijakan harus mengembangkan solusi yang inovatif. Hal ini dapat dilakukan melalui pengembangan pola pikir dalam pemecahan masalah yang dimulai dari konsumen dan berfokus pada sisi demand manusia, berdasarkan hasil penelitian, kolaboratif dan iterasi. Kedua, pembuat kebijakan dan praktisi harus berupaya mengakses sumber pendanaan swasta yang bisa digunakan melalui CSR untuk menjamin keberlangsungan dukungan pendanaan program.

Selain itu, model PHIM juga memberikan beberapa strategi yang harus diperhatikan oleh pembuat kebijakan dan praktisi ketika mengimplementasikan dan mengadopsi model ke dalam kegiatan atau program sehari-hari. Untuk mencapai keberhasilan inovasi maka strategi yang harus dilakukan adalah kerja sama lintas sektor, menumbuhkan community buy-in, otonomi (kemandirian) dan kreativitas. Kerja sama lintas sektor (cross-collaboration) bertujuan untuk membangun kemitraan dan sharing risk dan sumber daya sehingga dapat mengatasi keterbatasan sumber daya suatu program. Community buy-in menekankan dua prinsip yang harus diperhatikan yakni menciptakan kebutuhan masyarakat akan program atau kegiatan dan yang kedua mampu membaca level inovasi dan momentum yang tepat untuk mentransfer inovasi ke dalam sasaran program. Otonomi menekankan pada kemandirian dan kemampuan untuk melaksanakan inovasi. Kreativitas mengarah pada kemampuan untuk menciptakan ide dan inovasi melalui kegiatan yang bersifat sharing ide. Artikel selengkapnya klik di sini

 
Share this on WhatsApp

Leave a comment

Artikel Terbaru

Memahami Peran Paramedis dalam Perawatan Primer

Kajian Ketidaksetaraan Kesiapan Pelayanan dan Pengetahuan Provider di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer Indonesia

Kebijakan Kesehatan Mental di Indonesia

Kualitas Hidup yang Berhubungan dengan Kesehatan dan Pemanfaatan Perawatan Kesehatan

Analisis Kebijakan Pendekatan Perawatan Kesehatan Primer di Liberia

Semua Artikel

Berita Terbaru

Kades Dan UPT Puskesmas Posek Jalin Kerjasama Peningkatan Pelayanan Kesehatan

18 October 2022

Dinkes Kulon Progo diminta mengevaluasi pelayanan pasien Puskesmas Wates

18 October 2022

Puskesmas Ambal-ambil Kejayan Buat Inovasi Ini agar Warga Tak BAB di Sungai

13 October 2022

Puskesmas Grabagan Gandeng Yayasan ADRA Gelar Diskusi Interaktif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

13 October 2022

Bangkalan Menuju UHC, Seluruh Puskesmas Diberi Pemahaman Aplikasi E DABU

11 October 2022

Semua Berita

  • Home
  • Tentang Kami
  • Jurnal
  • Arsip Pengantar